Share

pertemuan

"Williams akan menyusul Alice ke kota, Bu." Anak kecil bernama Williams itu bangkit dari duduknya.

"Hati-hati," ujar sang ibu mengingatkan. Anak kecil itu mengangguk dan tersenyum. Kemudian beranjak pergi.

Sedangkan di kota.

Seorang gadis kecil tengah asik memakan kue cokelat di Restauran Moonlight. Tangannya mungil begitu elegan menyodorkan kue cokelat itu ke dalam mulutnya. "Frans, ayo makan!" seru sang gadis itu tersenyum.

Sang pelayan tersenyum kikuk, ia memakan kue di depannya. Kemudian menyeruput teh hangatnya. "Apa nona sudah selesai? kita tidak bisa berlama-lama di sini nona."

"Tunggulah sebentar, aku belum puas." Celoteh Alice sembari melahap kue cokelat di tangannya. Pelayan Frans hanya tersenyum pasrah menanggapinya.

Dari luar pintu, seorang anak kecil menatap kagum melihat nama Restaurant itu, tampa banyak berfikir, dia langsung berlari menuju ke dalam di ikuti satu pelayan dan satu kesatria.

"Tuan kita duduk di sana," ujar sang pelayan menunjuk ke salah satu tempat yang kosong.

Laki-laki bernama Aaron itu menggeleng, matanya tertuju pada sosok anak kecil yang berambut hitam berkilau. Dia pun berlari, menghampiri sosok anak kecil perempuan itu. "Hay, bolehkah aku duduk di sini," ujarnya tersenyum ramah.

Sekilas dua orang wanita berbeda usia itu menatapnya. "Nona,"

Alice melirik ke arah pelayan Frans, ia paham, pelayan Frans ingin menolaknya, ibunya sangat melarang Alice dan Williams menerima orang asing. "Tidak masalah, duduklah," ujarnya. Hatinya tak tega melihat anak laki-laki memohon mengiba.

"Tapi, Nona."

Pelayan yang menjaga Aaron itu tampak tak senang pada pelayan Frans yang merasa risih dengan kehadiran tuan mudanya. "Hey, pelayan! jaga batasan mu, kamu tidak tahu tuan muda Aaron. Dia sosok tuan muda yang di hormati," ucapnya dengan nada meninggi.

"Menurut ku, "

"Sudah cukup!" tegas Alice. Dia tidak suka ada yang mengganggu acara makan paginya. Dia menatap luar jendela, sebelum salju turun lebih lebat. Dia harus kembali.

"Ayo Frans!" Alice turun dari kursinya, namun seorang anak kecil menghentikannya.

"Kamu mau kemana? temani aku makan dulu," ujarnya. Dia merasa aneh, setiap melihat anak kecil itu jantungnya berdetak, ia seperti merasakan sesuatu yang aneh. Entah apa itu? ia tidak bisa memahaminya.

"Maaf, saya harus pulang. Ibu ku pasti mengkhawatirkan diri ku." Alice memberikan hormat layaknya putri bangsawan. Pelayan Frans langsung mengekorinya.

"Tuan muda, biar saya yang memberikan pelajaran. Karena sudah berani menolak tuan muda," ujar sang pelayan dengan amarahnya.

"Tidak perlu, dia tidak bermaksud menolak. Hanya saja, dia takut ibunya mengkhawatirkannya. Aku ingin sekali berteman dengannya, baru kali ini aku di tinggal sendiri, biasanya banyak sekali anak bangsawan yang mau bermain dengan ku," ujarnya menatap sendu. "Aku merasakan, aku dekat sekali dengannya. Besok kita akan menemuinya lagi di sini," ujar Aaron. Kini dia melanjutkan santapannya.

"Alice!" panggil seorang laki-laki bertubuh kecil.

"Kakak!" Alice berhambur memeluk Williams dengan tangan mungilnya. Kedua anak kembar itu berpelukan di tengah-tengahnya hujan salju. "Tumben Kakak ke sini, biasanya kakak tidak suka di ajak oleh ku ke kota."

Williams tersenyum, ia memang tidak suka dengan keramaian. "Aku mengkhawatirkan mu, takut saljunya lebat dan kamu tidak bisa pulang."

"Ya sudah, kita pulang," ujar Alice menyudahi pelukannya.

Williams mengangguk, saat kakinya melangkah, ia merasakan sesuatu yang tengah menatapnya. Dia memutar lehernya, mencari sosok orang yang tengah menatapnya. Dari balik kaca jendela itu, ia melihat sosok anak laki-laki yang menatap ke arahnya dan Alice.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status