Share

Extraordinary Captain
Extraordinary Captain
Penulis: Jahikunie

01 Resiko

Langit kelabu, sesekali menampakkan kilatan di jauh sana, setelahnya bunyi gelagar akan mengepung pendengaran. Walaupun hujan akan turun, tapi tidak meredam bunyi pantulan bola basket dan decitan sepatu yang dibawa kabur sana-sini di lapangan sekolah, larut bersama sorakan dari para pemain. Bau itu datang lagi, bau yang hadir di beberapa hari terakhir. Karena cuaca penghujan, bau selokan di samping bangku tunggu menguar ke seluruh penjuru.

Berjam-jam gadis itu menunggu jemputan, tapi tak kunjung datang, penyebabnya karena ia lupa tak membawa handphone. Converse-nya terus menari-nari, kepalanya terus menoleh ke kanan dan kiri, tapi tetap tak ada tanda-tanda seseorang menghampiri.

Benar saja, tak lama hujan turun. Para pemain basket ikut memenuhi bangku tunggu, gadis itu sedikit bergeser, memberi ruang untuk mereka. "Kok belum pulang, Dek?" Tanya salah satu cowok di sampingnya. Astaga, dia yang merupakan salah satu cowok yang masuk list most wanted, Eshar.

"Nunggu jemputan, Kak." Cowok itu hanya ber-oh-ria.

"Eh, ada degem. Jangan mau dideketin sama Eshar, pacarnya banyak tuh," ucap Reyhan, yang termasuk dalam anggota para cowok-cowok ganteng.

Satu botol kosong, mendarat tepat di kepala Reyhan, membuat sang empu mengaduh.

Cuaca dingin membuat gadis itu bolak-balik kamar mandi karena kebelet pipis. Seperti saat ini, ia melenggang pergi, meninggalkan barisan cowok-cowok ganteng.

Bruk!

"Akh!!" Teriak gadis itu ketika ada yang merasa ganjal, menyandung kakinya.

"Aduh, sorry." Cowok itu membantu bangkit. Namun naas, saat dilihat ke bawah, lututnya berdarah.

"Gue bantuin, kita ke UKS, ya emm?" Cowok itu mengulurkan tangannya.

"Vanessa, Kak. Panggil aja Vanes."

"Oke, Vanes."

Cowok itu memapah Vanessa sampai UKS. Jantung Vanessa seperti cacing kepanasan, bahkan rasa sakit di lututnya terasa nikmat bersama cowok di sebelahnya ini. Revan, seorang kapten basket, anggota Penshit Boys yang merupakan pentolan sekolah, pacar sejuta umat. Kini ada di sampingnya. Munafik jika ia mengatakan tidak suka Revan, walau sekedar suka seperti cewek kebanyakan. Belum sampai tahap cinta.

Revan membersihkan luka Vanessa dengan hati-hati, sesekali cewek itu menjerit.

"Kok lo belum pulang sih, Van?"

"Nunggu jemputan, Kak." Jawab Vanessa, menahan rasa sakitnya.

Revan bangkit lalu membantu Vanessa berjalan. "Gue anter pulang."

Vanessa terbelalak, "ha? Nggak usah, Kak."

"Jangan bikin gue ngerasa bersalah. Lo jatuh karena barang gue."

"Oke." Cicit Vanessa.

Saat mereka sampai di tempat parkir motor Revan, di mana lagi kalau bukan parkiran yang merangkap jadi basecamp anggota Penshit Boys, gerombolan cowok-cowok famous di SMA Pelita Malam. Hanya berjarak 100 meter dari area sekolah, sedikit masuk gang. Tatapan orang-orang yang berada di sana langsung terfokus pada Vanessa.

Reyhan yang merasa familiar dengan wajah gadis di samping Revan, memincingkan matanya. "Loh, dedek emes, kamu diapain sama Revan? Lututnya kenapa tuh?"

"Dia punya nama, Han." Jawab Revan sambil mengenakan helm-nya.

Reyhan tersenyum jahil. "Ciee..udah kenalan aja. Nyolong start, nih."

Vanessa hanya diam, perasaannya sabar, bar-bar, ambyar di waktu yang bersamaan. Mungkin rasa ambyar lebih dominan, siapa yang bisa menolak pesona Revan, wajahnya saja tetap menawan meskipun penuh keringat.

"Ayo naik," deruman motornya menyadarkan lamunan Vanessa. Ia segera naik, bukan, bukan motor ninja atau sport keluaran terbaru, melainkan vespa klasik yang berbadan kinclong seperti wajah pemiliknya.

Vespa tua itu berdecit, rem ditarik mendadak karena aba-aba yang mendadak juga. Vanessa segera turun dan merapikan rok-nya. "Mau masuk dulu, Kak?"

"Nggak perlu," jawab Revan datar. "Ingat. Gue nganterin lo atas dasar kemanusiaan, jangan anggep lebih." Lanjutnya. Cowok itu langsung memutar stang vespanya tanpa pamitan.

Vanessa yang tadi sudah terbang, dijatuhkan begitu saja. Ia kira, Revan benar-benar baik, ya walaupun seantero sekolah juga tahu sifatnya yang urakan dan cuek. "Gila! Siapa juga yang baper sama situ. Tampang lebih dikit aja sombongnya selangit. Ihh, sebel." Vanessa menghentakkan kakinya, membuka pagar rumahnya kasar. Entah kenapa itu menusuk dan membuat sakit hati. Mungkin karena dirinya yang belum pernah berpengalaman soal cinta.

Vanessa masuk ke dalam kamarnya yang penuh poster-poster bintang Korea. Ia berlari ke arah jendelanya yang terbuka lebar, mengakibatkan gordennya sedikit basah karena air hujan. "Hujannya nggak mau terus terang, sih." Gerutunya. Meletakkan tasnya di meja belajar lalu menghampiri satu-satunya poster terbesar, seorang laki-laki tampan yang berpose menopang dagu, seolah menatapnya. Ini dipasang untuk memenuhi kebutuhan halunya. Ia juga ikut menopang dagu seolah mereka duduk berhadapan.

"Halo, Jae. Udah makan siang belum? Sama aku juga belum, nanti kita lunch bareng, deh." Seolah poster itu berbica, ini sudah biasa.

"Tahu nggak sih, Jae? Tadi aku pulang sama Kak Revan, aku kira dia baik, eh tapi ucapannya yang nggak seberapa itu kayak dicabe-in. Pedesnya ngalahin sambal matah buatan bunda. Bener kata kamu, aku kudu hati-hati sama cowok yang terkenal urakan kayak gitu. Iya-iya, Jae. Aku minta maaf. Gantengan juga kamu kemana-mana, makasih kamu udah balikin moodku. Ihh, gemes deh." Ia beranjak sambil seolah mencubit pipi 2 dimensi lelaki itu, kadang gilanya berlebihan. Ia bisa lebih gila lagi kalau terus memikirkan manisnya perlakuan cowok itu beberapa jam yang lalu. Kembali tersadar, itu semua atas dasar 'kemanusiaan'. Atas dasar kemanusiaannya itu ternyata membuat sial, ia berdiri berkacak pinggang sambil memperhatikan vespa kesayangannya itu.

"Sial, bensinnya abis lagi." Gumamnya sebal. Karena jarak basecamp sudah dekat, ia memutuskan untuk medorong saja.

Jersey dalam balut jaket yang sudah basah, tambah basah lagi karena gerimis yang dari tadi tidak berhenti, tidak juga hujan. "Wahh, kenapa tuh si vespa, Van?" Tanya Eshar. Revan menyentakkan standar motornya dan melepas helm-nya.

"Biasa, dehidrasi." Jawabnya singkat.

"Uda, bensin full, ya?" Pesan Revan pada Uda Rusli, pemilik warung nasi padang sekaligus tempat mereka nongkrong.

"Siap!" Jawabnya sambil mengacungkan jempol.

"Degem lo udah pulang, Van, nggak lo apa-apain kan?" Tanya Reyhan mengintimidasi Revan yang sedang meneguk air mineralnya.

"Gue buang ke rawa-rawa,"

"Astaga, Van! Tobat, anak orang tuh. Kalo mati gimana? Shar, susulin yuk. Kita pungut,"

"Gila lo, ya kali beneran dibuang ke rawa. Apaan lagi dipungut-pungut, kena pasal nanti lo, pungli!" Eshar yang tak habis pikir dengan temannya ini.

"Jadi mana sih yang bener? Bingung gue,"

"Kalo bukan temen gue, udah musnah lo dari bumi!"

Revan hanya geleng-geleng kepala mendengar perbedatan teman-temannya.

"Halo guys, sorry ya gue jarang posting foto, soalnya lagi sibuk. Next time, kalo gue sama curut-curut ini liburan, gue bakal update, kok." Wisnu datang dengan celotehannya yang sedang melakukan live i*******m untuk mengobati kerinduan fans-fansnya, dan mengarahkan kamera ponselnya pada Revan cs.

"Apaan sih, lo?" Revan yang merasa terganggu dengan datangnya kamera Wisnu yang mengarah ke wajahnya.

"Gue bacaan nih, komen mereka," Wisnu menjeda ucapannya. "Ihh, ganteng-ganteng gitu masa dibilang curut?"

"Hahaha." Eshar tertawa paksa.

"Gue mau balik." Ujar Revan, beranjak dari tempatnya.

"Yah, si kapten pulang nih guys. Nggak seru banget 'kan dia? Ya udah lanjut besok lagi, ya, love you all." Wisnu mengakhiri livenya dengan kecup jauh.

"Bicit!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status