Beranda / Romansa / FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT / 6 Buah Tak Selalu Jatuh Dekat Pohonnya

Share

6 Buah Tak Selalu Jatuh Dekat Pohonnya

Penulis: Ans18
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-26 17:32:41

"Selamat pagi, Pak," ucap Hana sambil menunduk singkat saat melihat Evan melewati mejanya untuk masuk ke dalam ruangan.

Evan tidak menjawab sapaan Hana, bahkan melemparkan senyuman pun tidak.

Hana mengoceh tanpa suara melihat kelakuan Evan padanya.

"Mbak Hana kenapa?" tanya seorang cleaning service yang bertugas membersihkan lantai itu saat melihat mulut Hana komat-kamit.

Hana mencebik kesal. "Tuh, bos songong," jawabnya singkat.

"Oh, bos yang baru ya, Mbak? Anaknya Pak Ares? Masa sih songong, Mbak? Pak Ares baik banget loh."

"Nggak semua buah jatuh deket pohonnya, Mbak. Kali aja buahnya sebelum jatuh ke tanah udah kesundul sama jerapah, trus nggelundung jauh," jawab Hana asal.

Cleaning service bernama Tina itu terbahak mendengar gerutuan Hana di pagi hari. "Tapi ganteng, Mbak. Wajar songong."

"Ih." Hana makin berdecak kesal mendengar pujian Tina terhadap Evan. "Teori dari mana itu?"

Mengabaikan Tina yang masih mengelap dispenser sambil terkekeh, Hana memilih mengetuk pintu ruangan Evan untuk memberitahukan jadwal Evan hari itu.

Setelah beberapa kali ketukan dan terdengar suara Evan mempersilakan, baru lah Hana masuk. Dengan tab yang ada di tangannya, Hana mulai menjelaskan jadwal Evan. "Hari ini Pak Evan harus briefing sama pegawai Divisi Pengembangan Usaha. Setelah makan siang meeting dengan Divisi Strategi Pemasaran."

Evan melirik Hana sekilas. "Han, mamaku nanyain masalah pernikahan kita lagi. Kapan sih kamu mau jujur kalo kita nggak ngelakuin apa-apa?" sembur Evan tiba-tiba.

Hana yang semula menatap tab-nya, kini mengalihkan pandangannya pada Evan.

"Kamu seyakin itu kalo kita nggak ngelakuin apa-apa malam itu?"

Evan menatap Hana dengan tatapan tidak percaya. Dia ingat saat pagi itu Hana mengatakan pada mamanya kalau mereka tidak melakukan apa pun. Apa memang dia melakukan sesuatu pada Hana?

"See? Kamu sendiri aja nggak yakin apa yang udah kita lakukan. Gimana Tante Letta bisa yakin. Apalagi waktu itu Tante Letta ngelihat ini." Hana lantas menarik kerah kemajanya sisi kanan hingga lehernya terekspos.

Evan membeku di tempat saat melihat bekas yang ... diciptakannya?

"Nggak mungkin aku yang ninggalin bekas itu!" ucap Evan kasar.

Dengkusan kembali keluar dari Hana. Ia yang tadinya ingin menolak permintaan Letta untuk menikah dengan Evan, kini justru ingin mengiakan. 'Calm down Han, inhale ... exhale ....’ perintahnya pada diri sendiri.

"Bukan kewajibanku untuk bikin kamu percaya. Jam sepuluh di ruang meeting lantai ini." Hana mengingatkan sekali lagi jadwal Evan, kemudian memilih berlalu dari hadapan Evan. Daripada emosinya naik saat hari masih pagi.

***

Pagi itu, Evan memimpin briefing untuk semua stafnya setelah membaca bahan yang disiapkan Hana. Harus diakuinya, apa yang dikerjakan Hana memang nyaris sempurna. Pantas saja ayahnya mengangkat Hana sebagai asisten.

Bahan meeting yang disiapkan Hana cukup simple tapi menarik. Bahkan untuk Evan yang baru saja bergabung dengan Divisi Pengembangan Usaha, detail yang diberikan Hana bisa membantunya untuk memahami lebih cepat tugas dan fungsi divisi itu.

Tapi harga dirinya masih terlalu tinggi untuk mengucapkan 'terima kasih' pada wanita itu. 'Memang tugasnya kan?'

Hana mengetuk kembali ruangan Evan. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang dan Evan belum juga keluar dari ruangannya. Artinya, Hana yang harus menyiapkan makan siang untuk Evan. Hal ini yang dilakukan Hana saat dulu menjadi asisten Ares.

"Sudah jam makan siang, Pak. Pak Evan mau disiapkan apa?"

"Mulai detik ini, jangan masuk ruangan saya kalau bukan untuk urusan pekerjaan!" perintah Evan.

Hana terkesiap, tetapi beberapa detik kemudian bisa mengendalikan diri. "Baik, Pak," jawabnya singkat kemudian pergi dari ruangan Evan.

Kembali ke mejanya, Hana hampir saja menggebrak meja, andai tidak ingat kalau tidak jauh dari ruangannya, terdapat ruangan pegawai tata usaha, yang mungkin bisa mendengar apa yang dilakukannya.

Beruntung, getaran ponselnya membuat perhatian Hana teralihkan.

Ibra: Han, aku lagi meeting di deket Cakrawangsa

Ibra: Lagi sibuk nggak?

Ibra: Kalo lagi nggak sibuk, makan siang bareng yuk

Hana segera mengetikkan balasannya. Persetan dengan Evan yang tidak makan siang.

Hana: Nggak sibuk kok. Ketemu di mana, Bang?

Beberapa detik kemudian, balasan Ibra kembali muncul.

Ibra: Aku jemput kamu, udah di parkiran nih =)

Hana: Hah? Oke oke aku turun.

Hana menatap pintu ruangan Evan beberapa detik, kemudian membatalkan niatnya untuk izin keluar. "Katanya cuma urusan kerjaan kan baru boleh masuk ruangannya. Fine." Ia kemudian melangkah tergesa menemui Ibra yang sudah menunggunya.

Semula Hana berniat untuk menghampiri mobil Ibra yang sudah dihapalnya, walaupun ia harus mencari dulu di sebelah mana lelaki itu memarkirkan mobilnya, tapi Ibra melarangnya. Ibra meminta Hana untuk menunggu di lobby sementara Ibra akan menjemputnya di area drop off depan lobby.

"Hai, Bang," sapa Hana setelah masuk ke dalam mobil Ibra dan sibuk mengenakan safety belt. "Baru kelar meeting?"

"Iya."

"Emang nggak disediain makan siang di tempat meeting?"

"Disediain sih. Tapi pengen udon. Makanya ngajak kamu. Mau nggak makan udon?"

"Mau. Kan Bang Ibra tau aku pemakan segala. Nggak ngajak Vio?"

"Vio lagi ke Jakarta Utara, ketemu klien di sana. Keburu laper kalo nunggu dia."

Hana tersenyum mengerti. Ibra yang juga kakak dari sahabatnya ini selalu memperlakukannya layaknya adik sendiri. Kalau ia membelikan Vio suatu barang, pasti Hana juga dibelikannya. Kalau Vio tidak bisa menemaninya ke suatu tempat, pasti Hana yang akan diajaknya.

Bersama lelaki itu, Hana seperti memiliki kakak, rasanya mirip saat ia baru tinggal di kediaman Cakrawangsa, saat Evan memperlakukannya seperti adik, belasan tahun lalu.

"Bang, boleh mampir di Pooki Bbang dulu nggak?" pinta Hana saat mereka baru saja memasuki Kokas.

"Sekarang? Nanti kamu jadi kenyang, nggak makan udon dong."

"Nggak, aku makannya nanti di kantor kok. Beli sekarang aja mumpung lewat maksudku, daripada nanti mesti muter lagi."

"Ok, ok." Ibra menuruti permintaan Hana yang ingin menyantap cemilan asal Korea itu.

Setelahnya, baru lah keduanya menuju tujuan utama mereka.

"Kamu duduk aja, Han. Biar aku yang mesenin. Kayak biasa kan?" Ibra menghentikan langkahnya di depan salah satu restoran udon.

"Kasian Bang Ibra ngantri sendiri."

"Nggak apa-apa, kamu cari tempat aja. Kalo nggak gitu, kita malah nggak dapet tempat duduk."

Hana mengalah, mencari tempat duduk yang untungnya masih tersisa.

Sekitar lima belas menit kemudian, Ibra datang dengan membawa nampan berisi Niku Udon kesukaan Hana dan Abura Udon untuknya.

Hana sempat menatap lesu ke arah nampan karena tidak ada Kakiage kesukaannya. Ibra memperhatikan reaksi Hana lantas mengacak rambutnya. "Kakiagenya nanti dianter, habis tadi stock-nya, masih digoreng."

Senyuman langsung teruntai di bibir Hana. "Hampir aja aku mau jalan ke sana pesen sendiri."

Ibra hanya terkekeh melihat kelakuan Hana. "Ya nggak mungkin aku lupa sama kesukaanmu, Han."

"Laper banget, Bang? Kelamaan nungguin di Pooki Bbang tadi ya, maaf ya." Hana merasa bersalah karena membuat Ibra menunda laparnya demi menuruti kemauannya.

"Nggak apa-apa. Udah, kamu makan dulu."

Interaksi keduanya tidak luput dari tatapan dua orang yang menunggu di area waiting list karena kehabisan tempat untuk duduk di dalam restoran itu.

"Van, itu Hana bukan? Yang sama Hana itu bukannya Ibra, Direktur di Wasesa Group?" tanya Darel yang juga menjabat sebagai Direktur Keuangan di salah satu anak perusahaan Cakrawangsa.

Evan menoleh ke arah yang ditunjuk Darel. Matanya membulat sempurna menyaksikan pemandangan itu.

Bukan karena apa yang Hana lakukan dengan pasangan makan siangnya itu, melainkan karena sosok lelaki yang makan siang bersama Hana adalah Ibra Aji Wasesa, penerus Wasesa Group yang merupakan pesaing dari Cakrawangsa Group.

"Are you kidding me?" Asisten yang paling dipercayai ayahnya tengah makan siang dengan pesaing bisnis perusahaannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
MAIMAI
su'udzon aja nih evan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   147 Extra Part 12 (Ending)

    "Lucu banget siiih." Vio yang menggendong sesosok bayi kecil tidak bisa mengalihkan matanya dari bayi yang belum bisa membuka mata itu. "Boleh bawa pulang satu nggak? Kan masih ada satunya lagi.""Kalo dia laper, lo mau nyusuin?" Hana mendelik ke arah Vio."Ck! Lucu banget tau, Han." Vio dengan gemasnya mengecupi pipi bayi merah itu."Udah pengen ya?" tanya Hana menggoda Vio yang agak terlihat kaku menggendong bayi di tangannya.Vio mengedikkan bahu sebagai jawabannya.Saat keduanya tengah bermain-main dengan bayi kembar itu, Evan dan Azka masuk ke dalam kamar rawat dengan dua tote bag yang berlogokan salah satu minimarket. Hana memang meminta pada suaminya untuk dibelikan cemilan karena makanan dari rumah sakit hanya mampu mengganjal setengah ruangan di perutnya."Van, si twin siapa sih namanya? Astaga, udah setengah jam aku nanya ke Hana, katanya kamu yang bakal ngasih tau karena kamu ngelarang dia ngasih tau. Apaan coba?"Evan tersenyum pongah. Ia memang melarang Hana memberitahukan

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   146 Extra Part 11 (Kamu Tetap yang Tercantik)

    Hana mengusap peluh yang mulai terasa di dahinya. Ia berusaha menahan rasa sakit yang mulai menyergapnya. Evan masih tertidur pulas di sebelahnya.Setelah mengatur napasnya beberapa saat dan sakit di perutnya tidak kunjung mereda, tangan Hana terpaksa menggapai suaminya untuk membangunkannya."Maaas.""Hmm?" Evan mendengar panggilan istrinya tapi matanya masih enggan untuk membuka."Mas, perutku mules."Barulah setelah mendengar itu, mata Evan membuka sempurna. "Kontraksi?"Hana hanya bisa kembali mengatur napasnya. Ini yang pertama untuknya, bagaimana ia bisa membedakan itu kontraksi palsu atau kontraksi yang sebenarnya."Aku bangunin Mama dulu ya."Sejak satu bulan sebelum Hari Perkiraan Lahir (HPL), semua anggota keluarga Evan sudah menginap di rumah Evan, mama papanya, termasuk Elga dan Elaksi. Euforia dan khawatir yang berlebihan adalah penyebabnya. Tapi Evan juga tidak memungkiri kalau ia membutuhkan kehadiran mamanya yang sudah berpengalaman menghadapi proses persalinan."Masih

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   145 Extra Part 10 (Terima Kasih Telah Membuatnya Bahagia)

    "Permisi, Pak." Ribka melongokkan kepala ke ruang atasannya setelah mendengar sahutan dari Evan yang mempersilakannya masuk."Kenapa, Rib?""Hana?"Evan hanya menunjuk dengan dagu posisi Hana yang sedang tidur di sofanya. Sejak kehamilan Hana, Evan sengaja mengganti set sofa di ruangannya dengan yang lebih besar agar Hana bisa tidur dengan nyaman.Apalagi kini kehamilan Hana menginjak tujuh bulan. Dengan perut sudah sebesar itu, sebenarnya Evan tidak tega membiarkan Hana masih bekerja, walau setengah hari kerja Hana hanya dihabiskan untuk tidur. Tapi ke-clingy-an Hana belum juga berkurang hingga Evan tidak mungkin membiarkannya di rumah sendiri."Kenapa nyari Hana?""Ada proposal yang nunggu approval Pak Evan. Dan belum di-review Hana. Tadi tim pengembangan 2 udah nanya hasilnya, Pak.""Langsung kirim ke saya aja, Rib. Biar saya periksa.""Nggak lewat Hana nggak apa-apa, Pak?""Lihat sendiri dia teler begitu." Evan terkekeh melihat Hana yang tertidur dengan nyaman tanpa merasa tergang

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   144 Extra Part 9 (Clingy)

    "Maaas, meluknya jangan kenceng-kenceng. Nanti dedeknya kegencet."Evan merenggangkan pelukannya meskipun rasanya masih belum rela."Gemes abisnya. Kamu jadi lebih enak dipeluk."Hana mendelik kesal. Pasti ada yang tersirat di balik ucapan suaminya itu. "Maksudnya aku gendutan? Jadinya empuk untuk dipeluk?""Ya ampun, jangan sensitif gitu dong, Han. Nanti kalo kamu kesel, baby-nya ikut kesel sama ayahnya gimana?"Hana mengerucutkan bibir karena kesal, tapi justru ditanggapi Evan sebagai kode untuk mencium bibir istrinya itu, yang semenjak kehamilannya sama sekali tidak pernah terpoles lipstik."Ya orang hamil memang gendutan, Sayang. Kalo nggak gendutan gimana lah, mesti kita periksain lagi ke dokter, apalagi kamu bawa dua baby di perut," ucap Evan setelah puas mengeksplorasi kelembutan bibir istrinya."Mas nggak akan ninggalin aku meskipun aku gendut kan?" tanya Hana tiba-tiba."Kok kamu jadi clingy banget sih sejak hamil?" tanya Evan sampai hampir terbahak. Tidak pernah terbayangkan

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   143 Extra Part 8 (Ayo Kita Serius)

    "Mbak Hana mikir apa?" tanya Bi Lastri yang memperhatikan Hana melamun sambil mengaduk lemon tea yang baru saja dibuatnya. "Jangan banyak pikiran, Mbak. Kasihan yang di perut."Hana tersenyum melihat kekhawatiran Bi Lastri padanya. Pasti mama mertuanya sudah mewanti-wanti ART di rumahnya untuk memperhatikannya.Ia memang sedang berpikir, tapi bukan masalahnya yang sedang menguasai pikirannya. Hari sebelumnya ia sempat mengobrol dengan Vio, dan curahan hati Vio tentang hubungannya benar-benar membuat Hana memutar otaknya.Dan inilah saatnya ia mencoba melakukan sesuatu untuk membantu hubungan sahabatnya."Bibi, minta tolong bawain minum sama cemilannya ke ruang tengah ya," ucap Hana, kemudian berlalu menyusul suaminya dan sepupu iparnya yang sedang mengobrol di ruang tengah."Mas, Arfindo udah punya cewek belum sih?" Kalimat pertanyaan pertama yang disampaikan Hana begitu menginjakkan kaki di ruang tengah membuat Evan mengernyitkan dahi."Ngapain nanyain Arfindo?"'Evan dan cemburunya.

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   142 Extra Part 7 (Boleh Aku Mendekatimu?)

    "Jadi Evan nerima lo lagi?"Sudah beberapa minggu sejak keluarga Evan akhirnya tahu apa yang dilakukan Hana untuk menyelamatkan perusahaan. Hana sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Evan yang disangka Vio tidak akan terjadi.Hana mengedikkan bahu, karena dia sendiri juga bingung dengan apa yang diinginkan Evan. "Lo sama Kak Azka gimana?""Loh kok jadi ngomongin gue?""Ayolah Vi, gue butuh hiburan kisah cinta orang lain daripada kisah cinta gue.""Nggak ada apa-apa, Han. Jadi nggak ada yang perlu gue ceritain.""Hah? Serius? Waaah, Kak Azka mesti didorong nih."Hana meraih ponselnya dari dalam tas kemudian sibuk mengirim pesan pada Azka, sementara Vio menatap makan siang di depannya dengan malas padahal dia yang sejak pagi mendesak Hana untuk menemaninya makan siang di salah satu restoran kesukaannya.Keduanya larut dalam obrolan sampai Hana tidak sadar kalau makanannya sudah habis sementara makanan Vio bisa dibilang masih utuh."Makan yang bener, Vi.""Lo kayak nggak pernah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status