Nara segera berlari menuju lantai dua mall setelah memarkir motornya di basemen. Tapi baru saja menginjakkan kaki di lantai satu, Nara kembali berbalik arah karena baru ingat ID card nya tertinggal di jog motor.
"Aaah, sial ..." gumam Nara kesal.
Nara memeriksa jam di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan angka 08.15 itu artinya Nara sudah telat selama lima belas menit sekaligus kehilangan uang makannya hari ini. Berlarian seperti itu juga sangat menguras tenaganya, bajunya sampai basah oleh keringat, padahal siraman air Bu Yuyun baru saja kering tertiup angin di jalan. Dita benar-benar membuat harinya kacau.
Nara mengambil nafas sejenak setelah sampai di parkiran. Motornya terparkir lumayan jauh dari pintu masuk sehingga memerlukan tenaga ekstra untuk sampai di sana. Setelah mengambil ID card nya, Nara segera berlari lagi untuk mengejar waktu. Untungnya ia pernah juara lomba lari tingkat RT saat tujuh belasan, jadi kakinya lumayan bisa diajak kerjasama. Jika dipikir-pikir lagi, sudah telat untuk apa sih masih repot-repot berlari. Toh sudah kehilangan uang makan dan bonus kehadiran hari ini.
Inilah penyebabnya,
"Naraaa ..." teriak Bu Susan menghentikan langkah Nara. Bu Susan adalah manager di sana. Boneka susan memanglah manis dan menggemaskan tapi kalau Bu Susan justru kebalikannya.
"Telat lagi, telat terus," bentaknya lagi."Ma, maaf, Bu," jawab Nara mengeluarkan kata-kata pamungkasnya. Memang tak ada cara yang lebih ampuh selain meminta maaf untuk menghadapi Bu Susan ini. Semakin banyak alasan maka akan semakin banyak pula cacian dari bibir tipisnya."Apa ini ??" Bu Susan menjimpit lengan baju Nara dengan ekspresi jijik. Memang pagi ini penampilan Nara benar-benar kacau. Rambutnya berantakan, bajunya pun basah oleh keringat, wajar Bu Susan memarahinya. Apalagi Nara seorang SPG yang harus selalu terlihat rapi di depan customer."Sana sana, benerin penampilan kamu. Jangan keluar kalau belum rapi.""I iya, Bu.""Ini peringatan terakhir buat kamu, Nara."
"Baik, Bu."
Nara buru-buru berlari ke kamar mandi untuk memperbaiki penampilannya. Di sana sudah ada Monik teman kerjanya sesama SPG sedang melentikkan bulu matanya dengan mascara di depan cermin."Pantesan penjualan nihil. Kucel kayak gitu," sindir Monik sambil masih menatap cermin. Nara melihat semua sudut toilet tapi tak ada seorang pun kecuali mereka berdua saja."Lo ngomong sama gue ?" kata Nara menghampiri Monik."Enggak, tuh," jawab Monik lalu pergi begitu saja sambil mengibaskan rambut panjangnya. Pinggulnya juga berlenggak-lenggok membuat Nara ingin sekali menendangnya dari belakang."Huu ... sok cantik," gumam Nara kesal.Ini adalah hari paling menyebalkan untuk Nara. Pertama Bu Yuyun, kedua Bu Susan, lalu Monik malah sengaja menyiram bensin untuk memanaskan suasana sehingga membuat Nara semakin kesal. Dan itu semua karena ...
"DITAAAAA ..." teriak Nara.Malam harinya di rumah Bu Minah yang tenang dan damai, Nara memarkir motornya di garasi kecil samping rumahnya. Wajah lelah terlihat jelas setelah seharian bergulat dengan aktifitas belajar dan bekerja yang harus ia jalani. Nara berjalan lesu, ia hanya ingin segera menumpahkan kerinduannya pada kasur, tapi saat masuk rumah ia malah dihadapkan dengan omelan ibunya yang sedang memarahi Dita. Ini adalah momen yang tak boleh dilewatkan. Kasur bisa nanti dulu, melihat Dita diomeli ibunya itu yang lebih menarik. "Haah, botol air doang dua ratus ribu ??" timpal Nara setelah mendengar omelan ibunya."Iya, ibuk gak tau lagi ini adik kamu astagaaa ..." Bu Minah sampai kehabisan kata untuk mengomeli Dita, tapi sepertinya Dita sudah kebal."Ini tuh edisi terbatas ada tanda tangan Jason, Juno, Bima sama Ken.""Emang kalo minum dari botol ini airnya bisa berubah jadi susu gitu ?" kata Nara ikut ambil bagian mengomeli Dita."Enggak, lah.""Terus apa bedanya sama botol biasa ?""Ada mereka berempat, Kakaaaak ...""Makin aneh aja nih anak. Sini botolnya !!" Nara merampas botol air minum itu dari tangan Dita. Dita ingin menghalaunya tapi tangan Nara terlalu cepat menyambar botol itu."Kakaaaak. Aku ngumpulin uang jajan aku biar bisa beli botol ini." Dita berusaha merebut botol air di tangan Nara."Kakak jual tiga ratus ribu kan lumayan, dapat untung seratus ribu buat nambahin uang jajan kamu.""Kakaaaak balikin ..." Dita terus merengek agar botol itu dikembalikan padanya, tapi Nara tak mau tahu. Nara malah berlari ke kamarnya dan mengunci pintu untuk membuat Dita kesal. Nara tersenyum puas dari balik pintu kamarnya."Botol ini kakak sita pokoknya."
"Punya kakak satu aja jahat banget, sih ..."
Dengan berat hati Dita kembali ke kamarnya, ia menangis meratapi kepergian botol air yang telah ia dapatkan dengan penuh perjuangan. Mengantri berjam-jam bermandikan keringat, belum lagi harus menukar uang recehnya ke bank, lalu kakaknya dengan mudah mengambil botol air penuh perjuangan itu. Dan yang paling menyakitkan, botol itu akan dijual tiga ratus ribu oleh Nara, padahal harga aslinya lima ratus ribu. Dita sengaja bilang harganya dua ratus ribu agar omelan ibunya sedikit berkurang, tapi malah jadi begini. Apes.
"Huaaaaaaa ..." Dita menagis sekeras-kerasnya.Nara sampai di depan sebuah mall. Ia turun dari mobil mewahnya sambil membuka kaca mata hitam yang ia pakai. Penampilannya super wah sampai menarik perhatian semua orang. Ia lempar kunci mobilnya lalu berjalan memasuki mall dengan kerennya. Di belakang sana seorang security melompat menangkap kunci mobil Niki bak seorang penjaga gawang profesional. Semua mata tertuju padanya, memandanginya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kemudian mereka buru-buru membuka kalkulator untuk menghitung berapa banyak uang yang Nara habiskan untuk penampilan supernya itu. Mulut mereka langsung menganga saat melihat deretan angka nol di layar hp mereka. Nara tersenyum bangga, hari ini ia akan membuktikan perkataan Lisa di dalam lagunya, Money. Ia juga memotong pendek rambutnya untuk lebih merasakan feels Lisa di dalam dirinya. Pokoknya ia akan menghamburkan uang Niki sebanyak mungkin. "Dolla dollas dropin on my ass tonight ... " Nara sedikit menyanyikan lirik lagu itu sambil menenteng bany
Nara jatuh lemas di atas kasur. Tubuh dan pikirannya sudah sangat lelah memikirkan semua yang terjadi. Nara ingin beristirahat sejenak untuk meredakan stres yang ia alami mengingat masih ada kehidupan di dalam perut Niki yang perlu ia jaga. Ia tak ingin membahayakan kehidupan janin yang tak berdosa itu. Nara berusaha memejamkan mata, tapi tak bisa karena ia terus memikirkan masalah yang sedang ia hadapi. Ia bangun dari balik selimut yang menutupi wajahnya, duduk di atas kasur dengan mata sembab karena seharian menangis."Ahaa ..."Di tengah kegalauannya, tiba-tiba sebuah ide brilian muncul begitu saja. Nara teringat kata-kata bijak Bima, selama ada uang semua pasti beres. Buat apa bersedih kalau semua bisa diselesaikan dengan uang. Bagaimana pun juga saat ini ia adalah Niki yang kaya raya, kenapa ia tak memanfaatkan keadaan itu saja. Ia bisa membebaskan ibunya dari jerat hutang, ia juga bisa membiayai pengobatannya di rumah sakit menggunakan uang Niki. Nara baru sadar
Nara turun di depan gang rumahnya,Gang itu terlalu sempit untuk mobil, jadi ia harus berjalan kaki untuk sampai di rumahnya. Nara berjalan mengendap-endap, tak lupa ia pakai topi dan masker agar tak ada orang yang bisa mengenalinya. Saat ada orang lewat ia bersembunyi di balik pohon kadang juga menempel di belakang tiang listrik. Pokoknya aksinya itu justru menarik perhatian orang, untung tak dikira maling."Kayaknya gue over acting deh ..." keluhnya setelah merasa capek sendiri.Tak lama kemuadian Bu Yuyun melintas dengan sepeda motornya, Nara panik lalu buru-buru masuk ke dalam sebuah antrian agar keberadaanya tak diketahui oleh Bu Yuyun. Sungguh usaha yang sangat sia-sia, Bu Yuyun mana tahu kalau dia itu Nara."Sempol atau cilok, Neng ?" kata abang penjual menyadarkan Nara."Cilok lima ribu, Bang." Ya sudahlah akhirnya Nara membeli cilok abang itu. Lagipula sudah lama ia tak memakan jajanan wajib yang dulu hampir setiap hari menemaninya i
Ken memacu mobilnya menembus riuhnya jalanan ibu kota, sementara Nara masih duduk di sampingnya dengan mulut terkunci rapat. Hawa dingin mulai menyertai perjalanan mereka. Bukan karena AC mobil, tapi ekspresi wajah Ken yang tampak begitu dingin. Setelah hampir setengah jam berkendara akhirnya Ken menepikan mobilnya di depan sebuah cafe. Cafe itu lumayan private karena hanya bisa didatangi kalangan tertentu saja. Jadi mereka bisa berbicara dengan santai disana."Lo pesen apa ?" kata Ken memulai pembicaraan."Ngikut aja. Aku gak tahu mana yang enak," jawab Nara ragu-ragu. Jujur Nara agak khawatir melihat perubahan sikap Ken setelah mengetahui kehamilan Niki."Padahal lo yang sering ngajak gue kesini dulu.""Oya ?""He'em. Sebelum lo sama Jason," jawab Ken sambil tersenyum.Dari tatap matanya, Nara bisa tahu Ken sedang berusaha menutupi rasa kecewa. Nara curiga, jangan-jangan Ken selama ini memiliki rasa untuk Niki. Apal
"Stooop ..." teriak Nara keras karena terus mengingat momen pagi itu. Semua orang segera menghentikan aktifitas mereka dan terpaku menatap ke arahnya. Nara jadi salah tingkah."Oh ... stop dulu, aku mau ke toilet," kilah Nara. Semua orang langsung bernafas lega setelah mendengar jawaban Nara.Nara langsung berlari meninggalkan studio karena sudah tak sanggup menghadapi pikirannya sendiri. Ia harus menenangkan diri sejenak karena Jason benar-benar telah mengacaukan pikirannya. Pokoknya hari ini ia tak mau pulang ke apartemen, ia akan menghindari Jason untuk beberapa saat sebelum benar-benar gila dibuatnya.Nara berdiri menghadap cermin untuk menjernihkan pikirannya, tapi bukannya tenang kepalanya malah semakin pening. Entah karena terlalu memikirkan ciuman itu atau apa, yang jelas kepalanya terasa sangat berat. Badannya juga lemas hingga ia harus bersandar di meja wastafel depan toilet untuk menopang berat tubuhnya."Ahh ..." keluh Nara sambil terus memega
Hari ini Nara akan melakukan pemotretan dengan majalah fashion terkemuka. Ia duduk di depan cermin besar, seorang stylist menata rambutnya sementara seorang lainnya sibuk merapikan make up di wajahnya. Tak lama kemudian datang seorang staf untuk memasang sepatu di kakinya. Dalam hati Nara tesenyum bangga, ternyata diperlakukan istimewa bak seorang ratu sangat menyenangkan. Selama ini ia hanya menunggu momen pernikahan untuk menjadi ratu semalam, itu pun terasa sulit karena jodoh entah masih tersangkut dimana. Tapi kini semua telah terlampang di depan mata, ia merasa benar-benar menjadi ratu yang sesungguhnya."Perfect ..." kata Benny, MUA terkenal langganan para artis dan kalangan atas setelah selesai menata rambut Nara."Gimana say ?" Teh Gina memastikan."Udin say ... Emm cucok.""Abangku satu ini emang gak pernah ngecewain," puji Teh Gina."Ok cus fitting room yuk."Setelah Nara selesai dimake up, Teh Gina memeriksa la