Share

FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!
FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!
Penulis: BUNGA MAYANG

BAB 1. Tuduhan Mas Gandung

"Oh, jadi ini alasan kau datang ke acara pak Seno gak mau bareng aku?"

Suara mas Gandung terdengar setengah menuduh.

Aku yang baru saja pulang mengikuti acara syukuran tetangga yang berdekatan rumahnya dengan kami, sontak menoleh dan mengernyitkan dahi keheranan. Aku tadi memang bilang ke dia, akan berangkat bersama rombongan ibu-ibu komplek. Aku minta dia berangkat bersama rombongan bapak-bapak. Karena rumah pak Seno dekat, kami semua berjalan kaki.

"Emang kenapa, Mas?"

"Kenapa kenapa...kamu itu pura pura ga tahu dengan kelakuan kamu di acara tadi?"

Mulai nih, batinku. Aku tidak tahu apa yang mas Gandung tuduhkan, tapi aku jelas tahu kalau sudah begini tidak lain dan tidak bukan dia pasti sedang mode cemburu. Hanya saja kali ini aku tak tahu dia sedang cemburu ke siapa lagi. Karena selama satu tahun lebih aku hidup sama dia, sudah belasan lelaki yang dia cemburui dan dianggap bermain api denganku.

"Kenyataannya kan aku emang gak tahu dengan apa yang Mas omongkan sekarang," sanggahku.

"Kamu pikir aku gak tahu kelakuan kamu di acara tadi?"

Ucapan yang memang tak ku mengerti kembali dilontarkan mas Gandung.

"Ya Mas bilang aja, kelakuan aku yang mana, yang Mas maksud itu, biar aku lebih enak jawabnya, gak usah muter muter gitu!"

"Harusnya kamu itu tahu sendiri tanpa harus aku kasih tahu kelakuan kamu yang gak senonoh itu!"

Kali ini lebih detail lagi ucapannya.

Astaghfirullah, batinku mengelus dada. Kesabaranku selama setahun lebih sudah cukup teruji menghadapi setiap tuduhan perselingkuhan yang selalu dialontarkan. Sekian lama menjalani rumah tangga bersamanya, sudah belasan kali dia menuduhkan perselingkuhan yang tak pernah terbukti. Aku memilih masuk ke kamar dan tak mengindahkan omongan dia.

"Apa kamu gak malu berkelakuan seperti itu?"

Rupanya mas Gandung masih ingin memperpanjang masalah. Menyusulku ke kamar.

Aku diam saja. Meskipun jantung ini rasanya sudah berdegup kencang. Menghentak-hentak ingin meledak.

"Kurang ajar kamu tu ya."

Kali ini tangannya malah sudah menoyor keningku.

Astagfirullah, aku berdiri cepat setelah hampir terjengkang.

"Maksud Mas apa sih?" Aku masih berusaha bersabar.

"Justru aku yang harusnya nanya, maksud kamu apa bertautan kaki sama Geri di rumah pak Seno tadi?"

Hah! Tentu saja aku sangat terkejut dengan tuduhan mas Gandung yang tidak masuk akal itu. Seingatku aku tidak melakukan apa yang dia tuduhkan. Selama acara berlangsung, aku selalu bersama Bu Salma. Memang ada Geri di dekatku tapi posisi duduk dia mengarah ke depan, aku ke samping. Jadi darimana mas Gandung bisa menuduhkan hal seperti itu padaku.

"Masih gak mau ngaku? Atau sekarang sudah ingat kelakuan gak senonoh kamu tadi?"

Mas Gandung masih menyerangku dengan tuduhan fitnahmya.

"Selama acara, aku sama Bu Salma terus, bagaimana Mas bisa menuduh aku bertautan kaki sama Geri?" Aku berusaha membela diri karena memang tak merasa melakukan apa yang dia tuduhkan.

"Mataku ini masih waras, belum buta, jadi aku bisa melihat sendiri kakimu dan kaki dia itu bertautan."

Rasanya ingin ku lempar handphone yang saat ini kupegang ke muka laki laki berlabel suami yang selalu menuduh aku dengan fitnahnya itu. Bagaimana dia bisa sebegitu ngototnya menuduhkan perbuatan yang tak aku lakukan.

"Bukan sekali ini saja aku liat kalian selalu berduaan."

Mas Gandung kembali bicara karena aku masih diam.

Sebenarnya diamku bukan membenarkan tuduhannya, tapi karena aku merasa syok.

"Setiap kali ada acara di komplek ini, kalian berdua selalu mojok. Di acara tanding voly, di lapangan pun kalian selalu berdua. Ada acara karaoke di rumah pak RT pun, kalian selalu berdua. Apa kamu gak malu ngejar-ngejar suami orang?"

Hah! Ngejar-ngejar suami orang? Aku benar-benar di buat ternganga dengan tuduhan mas Gandung. Apalagi omongannya barusan seperti hasil sebuah investigasi.

"Jadi Mas nuduh aku ngejar-ngejar Geri gitu?" suaraku agak bergetar kali ini, karena amarah yang sedari tadi masih kutahan.

"Kenyataannya begitu."

Dengan entengnya mas Gandung menjawab.

Ya Tuhan, aku gak tahu lagi bagaimana bersikap. Ini bukan pertama kalinya mas Gandung menuduh aku melakukan perbuatan yang tak pernah kulakukan. Sudah belasan kali dan belasan lelaki yang dia sebut mempunyai hubungan gelap denganku.

"Oke, itu menurut Mas."

Sebenarnya terasa aneh jawabanku, karena tidak mewakili pikiran dan hatiku yang rasanya ingin meledakkan amarah yang tak terkira.

"Kalo menurut Mas, aku ini ngejar ngejar Geri, kenapa dari kemaren Mas gak menegur aku?"

"Aku masih ngumpulin bukti, sejauh mana hubungan kalian."

Apa? Bukti? Bukti seperti apa kalau hubungan aku dan Geri memang hanya sebatas tetangga saja.

"Rupanya benar dugaanku, selama ini kalian itu selalu mengambil kesempatan untuk selalu berduaan di setiap acara."

Aku mengusap mukaku dengan kasar mendengar tuduhan mas Gandung. Bagaimana bisa, dia membuat tuduhan itu sementara aku tahu pasti, kalau aku tak punya hubungan apapun sama Geri selain hubungan tetangga saja.

"Untung aku masih ingat kalo tadi ada orang banyak. Kalo tidak, pasti kuhajar Geri tadi."

Kembali mas Gandung menyerocoskan tuduhannya.

Aku yang masih tak percaya dengan tuduhan mas Gandung hanya terdiam, tak mampu lagi berkata apa-apa meskipun rasanya kepala dan hati ini mau meledak menahan amarah. Dan sebelum pertengkaran ini berlanjut, tiba tiba terdengar suara pintu rumah diketuk dari luar.

"Assalamualaikum!" Seseorang mengucap salam.

"Waalaikumsalam!" sahutku diiringi tatapan mata mas Gandung yang nanar mengikuti langkahku membuka pintu.

Degh!!

Ada Geri tepat berdiri didepan pintu dan tersenyum menganggukkan kepalanya padaku.

Sebelum sempat aku menanyakan kepentingan Geri bertamu, tiba tiba saja mas Gandung menerjang ke depan.

Bughh.

Aku memekik histeris ketika tinju mas Gandung mendarat di muka Geri tanpa sempat dia mengelakkannya.

"Mas, hentikan!" teriakku menarik lengan mas Gandung. Tapi mas Gandung malah mendorongku kuat dan membuatku terjatuh.

Mas Gandung benar-benar kalap. Tak hanya sekali, berkali-kali bogem mentah dari mas Gandung membuat Geri babak belur.

"Benar-benar tak tahu malu, gak puas ya bermesraan di rumah pak Seno tadi? Sekarang masih mau bermesraan di rumahku?"

Suara mas Gandung membuat hatiku seperti dilempar dengan ribuan jarum. Sakit. Meski aku tahu ucapan itu ditujukan untuk Geri.

"Maaf Mas, maksud Mas Gandung apa ya ?" tanya Geri keheranan. Ada darah disudut bibirnya.

"Oh, kura-kura dalam perahu, pura-pura tak tahu ya?"

Mas Gandung berkacak pinggang sambil menunjuk-nunjuk muka Geri.

"Sudahlah Mas, biar Geri bilang dulu apa perlunya dia kesini!"

Aku berusaha membuat mas Gandung memberi kesempatan Geri untuk bicara.

"Maaf Mbak Mayang, saya cuma mau nganterin sandal Mbak Mayang," kata Geri sambil mengusap mukanya yang memar-memar. Dipungutnya sandalku yang sempat terlempar karena dipukul mas Gandung. Diulurkannya padaku.

Sandalku tadi memang gak ketemu pas kucari selesai acara. Mungkin lagi dipakai orang lain. Jadi aku pulang nyeker, alias tak memakai alas kaki.

"Halah, alasan kamu aja biar bisa ketemu lagi sama istri aku, ngaku aja kamu!" teriak Mas Gandung kembali merangsek maju hendak menyerang.

"Mas, kamu ini kenapa?" tanyaku setengah berteriak kesal. Aku berdiri menghadang mas Gandung agar tak lagi memukul Geri.

"Kamu itu yang kenapa? Apa gak sadar kelakuan kalian berdua itu sangat memalukan?" Mas Gandung balik bertanya sambil menuding ke arahku dan Geri.

Tanpa memperdulikan sikap bar-bar mas Gandung, aku berbalik menghadap Geri.

"Maaf ya Geri atas kelakuan Mas Gandung, maaf ya!" Aku sedikit membungkukkan badan menghadap Geri untuk memohon maaf.

"Wooow, sangat romantis! Rupanya kalian berdua ini, benar-benar pasangan yang serasi!"

Mas Gandung bertepuk tangan menertawakan permohonan maafku ke Geri.

"Gak papa Mbak, maaf juga kalo saya mengganggu!" jawab Geri ikut-ikutan membungkukkan badan meminta maaf padaku.

Namun tindakan mas Gandung rupanya tak berhenti sampai disitu. Tanpa sepengetahuan aku dan Geri, dia masuk kedalam rumah dan mengambil sepotong kayu dan berniat memukul Geri. Namun kali ini Geri lebih siap. Dia bisa menangkis dan mengelakkan pukulan mas Gandung. Sementara aku hanya berteriak-terak histeris melihat perkelahian dua lelaki itu.

"Masha Allah, ada apa ini? Ada apa sama kalian berdua?"

Tiba-tiba saja sudah ada pak RT dan beberapa warga yang datang. Mungkin karena teriakanku.

Sejenak perkelahian mereka berdua terhenti.

"Ini Pak RT, Geri ini selalu menggoda istri saya," tuding mas Gandung menuduh Geri yang langsung di sambut dengan sorak riuh tetangga yang ikut melihat keributan ini.

"Gak nyangka ya, kalo Geri naksir si Mayang, padahal Mayang kan dah ada suami, dia sendiri juga dah ada istri," terdengar suara bu Santi. Tetangga paling julid di komplek ini.

"Jaman now Bu, rumput tetangga lebih hijau."

Entah siapa kali ini yang menyahut. Namun suara yang tidak mengenakkan telinga terus terdengar dari mulut mereka.

"Gimana reaksi Ratih ya, kalo tahu Geri selingkuh sama Mayang?"

Samar kudengar ocehan yang membuat pendengaran ku semakin gerah. Ratih itu istrinya Geri.

"Maaf Pak RT, bukan seperti itu permasalahannya," Aku berusaha menjernihkan suasana. Karena kenyataannya memang tak ada hubungan apapun antara aku dan Geri.

"Halah, kamu itu sebelas dua belas, setali tiga uang, sama saja!" sambar mas Gandung memotong penjelasanku.

"Tapi Mas, aku sama Geri emang gak ada apa-apa," Aku berucap jujur.

"Sudah gini aja, kita selesaikan saja baik-baik di rumah saya!"

Pak RT menyuruh mas Gandung, aku, dan Geri berkumpul di rumah beliau.

Kerumunan tetangga yang sedari tadi menonton juga mendukung putusan pak RT. Beramai-ramai mereka mengikuti kami bertiga berjalan menuju rumah pak RT yang ada di ujung gang. Rasanya sungguh memalukan. Seperti pelaku tindak kriminal yang tertangkap basah dan di arak massa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status