Mayang adalah namaku. Pernikahanku bersama mas Gandung, lelaki pilihanku sudah berjalan selama setahun. Pernikahan yang terjadi tanpa restu dari ibuku. Namun selama berjalannya pernikahan sifat posesif mas Gandung semakin kelihatan nyata. Rasa cemburu yang membabi buta sering melibatkanku dalam masalah yang berujung membuatku malu. Hingga pada satu tuduhan perselingkuhan yang membuatku terluka dan dilarikan ke rumah sakit.
View More"Oh, jadi ini alasan kau datang ke acara pak Seno gak mau bareng aku?"
Suara mas Gandung terdengar setengah menuduh.Aku yang baru saja pulang mengikuti acara syukuran tetangga yang berdekatan rumahnya dengan kami, sontak menoleh dan mengernyitkan dahi keheranan. Aku tadi memang bilang ke dia, akan berangkat bersama rombongan ibu-ibu komplek. Aku minta dia berangkat bersama rombongan bapak-bapak. Karena rumah pak Seno dekat, kami semua berjalan kaki."Emang kenapa, Mas?""Kenapa kenapa...kamu itu pura pura ga tahu dengan kelakuan kamu di acara tadi?"Mulai nih, batinku. Aku tidak tahu apa yang mas Gandung tuduhkan, tapi aku jelas tahu kalau sudah begini tidak lain dan tidak bukan dia pasti sedang mode cemburu. Hanya saja kali ini aku tak tahu dia sedang cemburu ke siapa lagi. Karena selama satu tahun lebih aku hidup sama dia, sudah belasan lelaki yang dia cemburui dan dianggap bermain api denganku."Kenyataannya kan aku emang gak tahu dengan apa yang Mas omongkan sekarang," sanggahku."Kamu pikir aku gak tahu kelakuan kamu di acara tadi?"Ucapan yang memang tak ku mengerti kembali dilontarkan mas Gandung."Ya Mas bilang aja, kelakuan aku yang mana, yang Mas maksud itu, biar aku lebih enak jawabnya, gak usah muter muter gitu!""Harusnya kamu itu tahu sendiri tanpa harus aku kasih tahu kelakuan kamu yang gak senonoh itu!"Kali ini lebih detail lagi ucapannya.Astaghfirullah, batinku mengelus dada. Kesabaranku selama setahun lebih sudah cukup teruji menghadapi setiap tuduhan perselingkuhan yang selalu dialontarkan. Sekian lama menjalani rumah tangga bersamanya, sudah belasan kali dia menuduhkan perselingkuhan yang tak pernah terbukti. Aku memilih masuk ke kamar dan tak mengindahkan omongan dia."Apa kamu gak malu berkelakuan seperti itu?"Rupanya mas Gandung masih ingin memperpanjang masalah. Menyusulku ke kamar.Aku diam saja. Meskipun jantung ini rasanya sudah berdegup kencang. Menghentak-hentak ingin meledak."Kurang ajar kamu tu ya."Kali ini tangannya malah sudah menoyor keningku.Astagfirullah, aku berdiri cepat setelah hampir terjengkang."Maksud Mas apa sih?" Aku masih berusaha bersabar."Justru aku yang harusnya nanya, maksud kamu apa bertautan kaki sama Geri di rumah pak Seno tadi?"Hah! Tentu saja aku sangat terkejut dengan tuduhan mas Gandung yang tidak masuk akal itu. Seingatku aku tidak melakukan apa yang dia tuduhkan. Selama acara berlangsung, aku selalu bersama Bu Salma. Memang ada Geri di dekatku tapi posisi duduk dia mengarah ke depan, aku ke samping. Jadi darimana mas Gandung bisa menuduhkan hal seperti itu padaku."Masih gak mau ngaku? Atau sekarang sudah ingat kelakuan gak senonoh kamu tadi?"Mas Gandung masih menyerangku dengan tuduhan fitnahmya."Selama acara, aku sama Bu Salma terus, bagaimana Mas bisa menuduh aku bertautan kaki sama Geri?" Aku berusaha membela diri karena memang tak merasa melakukan apa yang dia tuduhkan."Mataku ini masih waras, belum buta, jadi aku bisa melihat sendiri kakimu dan kaki dia itu bertautan."Rasanya ingin ku lempar handphone yang saat ini kupegang ke muka laki laki berlabel suami yang selalu menuduh aku dengan fitnahnya itu. Bagaimana dia bisa sebegitu ngototnya menuduhkan perbuatan yang tak aku lakukan."Bukan sekali ini saja aku liat kalian selalu berduaan."Mas Gandung kembali bicara karena aku masih diam.Sebenarnya diamku bukan membenarkan tuduhannya, tapi karena aku merasa syok."Setiap kali ada acara di komplek ini, kalian berdua selalu mojok. Di acara tanding voly, di lapangan pun kalian selalu berdua. Ada acara karaoke di rumah pak RT pun, kalian selalu berdua. Apa kamu gak malu ngejar-ngejar suami orang?"Hah! Ngejar-ngejar suami orang? Aku benar-benar di buat ternganga dengan tuduhan mas Gandung. Apalagi omongannya barusan seperti hasil sebuah investigasi."Jadi Mas nuduh aku ngejar-ngejar Geri gitu?" suaraku agak bergetar kali ini, karena amarah yang sedari tadi masih kutahan."Kenyataannya begitu."Dengan entengnya mas Gandung menjawab.Ya Tuhan, aku gak tahu lagi bagaimana bersikap. Ini bukan pertama kalinya mas Gandung menuduh aku melakukan perbuatan yang tak pernah kulakukan. Sudah belasan kali dan belasan lelaki yang dia sebut mempunyai hubungan gelap denganku."Oke, itu menurut Mas."Sebenarnya terasa aneh jawabanku, karena tidak mewakili pikiran dan hatiku yang rasanya ingin meledakkan amarah yang tak terkira."Kalo menurut Mas, aku ini ngejar ngejar Geri, kenapa dari kemaren Mas gak menegur aku?""Aku masih ngumpulin bukti, sejauh mana hubungan kalian."Apa? Bukti? Bukti seperti apa kalau hubungan aku dan Geri memang hanya sebatas tetangga saja."Rupanya benar dugaanku, selama ini kalian itu selalu mengambil kesempatan untuk selalu berduaan di setiap acara."Aku mengusap mukaku dengan kasar mendengar tuduhan mas Gandung. Bagaimana bisa, dia membuat tuduhan itu sementara aku tahu pasti, kalau aku tak punya hubungan apapun sama Geri selain hubungan tetangga saja."Untung aku masih ingat kalo tadi ada orang banyak. Kalo tidak, pasti kuhajar Geri tadi."Kembali mas Gandung menyerocoskan tuduhannya.Aku yang masih tak percaya dengan tuduhan mas Gandung hanya terdiam, tak mampu lagi berkata apa-apa meskipun rasanya kepala dan hati ini mau meledak menahan amarah. Dan sebelum pertengkaran ini berlanjut, tiba tiba terdengar suara pintu rumah diketuk dari luar."Assalamualaikum!" Seseorang mengucap salam."Waalaikumsalam!" sahutku diiringi tatapan mata mas Gandung yang nanar mengikuti langkahku membuka pintu.Degh!!Ada Geri tepat berdiri didepan pintu dan tersenyum menganggukkan kepalanya padaku.Sebelum sempat aku menanyakan kepentingan Geri bertamu, tiba tiba saja mas Gandung menerjang ke depan.Bughh.Aku memekik histeris ketika tinju mas Gandung mendarat di muka Geri tanpa sempat dia mengelakkannya."Mas, hentikan!" teriakku menarik lengan mas Gandung. Tapi mas Gandung malah mendorongku kuat dan membuatku terjatuh.Mas Gandung benar-benar kalap. Tak hanya sekali, berkali-kali bogem mentah dari mas Gandung membuat Geri babak belur."Benar-benar tak tahu malu, gak puas ya bermesraan di rumah pak Seno tadi? Sekarang masih mau bermesraan di rumahku?"Suara mas Gandung membuat hatiku seperti dilempar dengan ribuan jarum. Sakit. Meski aku tahu ucapan itu ditujukan untuk Geri."Maaf Mas, maksud Mas Gandung apa ya ?" tanya Geri keheranan. Ada darah disudut bibirnya."Oh, kura-kura dalam perahu, pura-pura tak tahu ya?"Mas Gandung berkacak pinggang sambil menunjuk-nunjuk muka Geri."Sudahlah Mas, biar Geri bilang dulu apa perlunya dia kesini!"Aku berusaha membuat mas Gandung memberi kesempatan Geri untuk bicara."Maaf Mbak Mayang, saya cuma mau nganterin sandal Mbak Mayang," kata Geri sambil mengusap mukanya yang memar-memar. Dipungutnya sandalku yang sempat terlempar karena dipukul mas Gandung. Diulurkannya padaku.Sandalku tadi memang gak ketemu pas kucari selesai acara. Mungkin lagi dipakai orang lain. Jadi aku pulang nyeker, alias tak memakai alas kaki."Halah, alasan kamu aja biar bisa ketemu lagi sama istri aku, ngaku aja kamu!" teriak Mas Gandung kembali merangsek maju hendak menyerang."Mas, kamu ini kenapa?" tanyaku setengah berteriak kesal. Aku berdiri menghadang mas Gandung agar tak lagi memukul Geri."Kamu itu yang kenapa? Apa gak sadar kelakuan kalian berdua itu sangat memalukan?" Mas Gandung balik bertanya sambil menuding ke arahku dan Geri.Tanpa memperdulikan sikap bar-bar mas Gandung, aku berbalik menghadap Geri."Maaf ya Geri atas kelakuan Mas Gandung, maaf ya!" Aku sedikit membungkukkan badan menghadap Geri untuk memohon maaf."Wooow, sangat romantis! Rupanya kalian berdua ini, benar-benar pasangan yang serasi!"Mas Gandung bertepuk tangan menertawakan permohonan maafku ke Geri."Gak papa Mbak, maaf juga kalo saya mengganggu!" jawab Geri ikut-ikutan membungkukkan badan meminta maaf padaku.Namun tindakan mas Gandung rupanya tak berhenti sampai disitu. Tanpa sepengetahuan aku dan Geri, dia masuk kedalam rumah dan mengambil sepotong kayu dan berniat memukul Geri. Namun kali ini Geri lebih siap. Dia bisa menangkis dan mengelakkan pukulan mas Gandung. Sementara aku hanya berteriak-terak histeris melihat perkelahian dua lelaki itu."Masha Allah, ada apa ini? Ada apa sama kalian berdua?"Tiba-tiba saja sudah ada pak RT dan beberapa warga yang datang. Mungkin karena teriakanku.Sejenak perkelahian mereka berdua terhenti."Ini Pak RT, Geri ini selalu menggoda istri saya," tuding mas Gandung menuduh Geri yang langsung di sambut dengan sorak riuh tetangga yang ikut melihat keributan ini."Gak nyangka ya, kalo Geri naksir si Mayang, padahal Mayang kan dah ada suami, dia sendiri juga dah ada istri," terdengar suara bu Santi. Tetangga paling julid di komplek ini."Jaman now Bu, rumput tetangga lebih hijau."Entah siapa kali ini yang menyahut. Namun suara yang tidak mengenakkan telinga terus terdengar dari mulut mereka."Gimana reaksi Ratih ya, kalo tahu Geri selingkuh sama Mayang?"Samar kudengar ocehan yang membuat pendengaran ku semakin gerah. Ratih itu istrinya Geri."Maaf Pak RT, bukan seperti itu permasalahannya," Aku berusaha menjernihkan suasana. Karena kenyataannya memang tak ada hubungan apapun antara aku dan Geri."Halah, kamu itu sebelas dua belas, setali tiga uang, sama saja!" sambar mas Gandung memotong penjelasanku."Tapi Mas, aku sama Geri emang gak ada apa-apa," Aku berucap jujur."Sudah gini aja, kita selesaikan saja baik-baik di rumah saya!"Pak RT menyuruh mas Gandung, aku, dan Geri berkumpul di rumah beliau.Kerumunan tetangga yang sedari tadi menonton juga mendukung putusan pak RT. Beramai-ramai mereka mengikuti kami bertiga berjalan menuju rumah pak RT yang ada di ujung gang. Rasanya sungguh memalukan. Seperti pelaku tindak kriminal yang tertangkap basah dan di arak massa.Aku beranikan mendekati Geri ketika dia tak juga bergerak dari tempat tidur. Aku naik keatas ranjang. Beringsut mendekati tubuhnya yang tengah terbaring. Kuperhatikan sebentar wajah itu seperti tertidur. Apa mungkin Geri lelah setelah di perjalanan tadi sementara kondisi dia juga sedang sakit. "Ger?!" panggilku lirih. Khawatir mengagetkannya.Geri tak menyahut. Entah memang tak mendengar karena tertidur atau hanya pura-pura.Aku jadi bingung harus berbuat apa. Di kamar berdua bersama Geri seperti ini jujur saja membuat hatiku tidak tenang.Aku membalikkan badan dan bermaksud turun dari tempat tidur ketika tiba-tiba dikejutkan tangan Geri yang mencekal pergelangan tanganku dari belakang.Aku menoleh. Bersamaan dengan Geri yang langsung bangun dan duduk berhadapan denganku."Kau?!" Aku terkejut menatap wajahnya.Geri juga menatapku dengan tatapan yang tak bisa aku artikan. Aku berusaha melepaskan cekalan tangannya. Tapi Geri tak mau melepaskan."Geri? Aaa..aku...!" Belum sempat aku me
Aku tak begitu menanggapi candaan Geri. Takutnya kalau kutanggapi malah ngelantur kemana-mana. "Kok nggak respon, Mbak?" tanya Geri menyalakan sebatang rokok. Dibukanya sedikit kaca jendela mobilku."Takutnya kebablasan jadi dukun cabul."Ups! Rasanya hendak kutarik ucapanku barusan. Padahal sebelumnya sudah kuniati untuk tak menanggapi omongan Geri. Namun kenapa malah omongan itu yang justru keluar dari bibirku.Geri sontak menoleh mendengar ucapanku. Entah apa maksudnya."Bercanda!!" sanggahku cepat. Agak malu juga sebenarnya kenapa aku menanggapi ocehannya tadi."Kalau dokter cinta saja gimana, Mbak?" tanyanya.Yaelah! Untung sudah sampai ke kantor om Hendri. Jadi aku tak perlu lagi menjawab pertanyaannya."Ikut turun?" tanyaku membuka handle pintu mobil. Geri ikut membuka pintu mobil dan turun bersamaku memasuki kantor om Hendri.Om Hendri yang memang sudah menyuruhku datang ke kantornya sedari kemarin juga sudah menungguku di ruang kerjanya.Tak banyak yang aku ceritakan karena
"Emangnya Ibumu ini punya tampang kriminal?" Ibu malah balik bertanya. Menjitak kepalaku. Lagi-lagi aku meringis."Berarti Ibu cuma menggertak saja kan?" tanyaku." Hemmm!" Aku bernapas lega. Tak bisa aku bayangkan jika memiliki ibu seorang pembunuh. Hih, aku tergidik ngeri."Makanya cepat diurus perceraianmu dengan suamimu itu! Besok Om Hendri nyuruh kamu datang ke kantor," kata ibu memberitahuku."Tanyakan sama Om Hendri bagaimana secepatnya perceraian itu bisa di proses agar tak berlarut-larut," kata bapak menambahi perkataan ibu.Waktu berjalan tanpa terasa saat kami bertiga mengobrol.Aku menguap beberapa kali sebelum akhirnya ibu menyuruhku tidur."Sana, istirahat! Kalau kamu sudah menguap terus itu tandanya tubuhmu perlu tidur! Istirahat! Masuk kamar sana! Ibu masih ingin ngobrol dulu sama bapakmu!" usir ibu sambil mendorong tubuhku agar masuk kamar."Iyalah, Bu...Pak, Mayang tidur dulu lah," sahutku sambil menguap lagi. Setelah itu aku bergegas masuk kamar.******Pagi-pagi s
Sreek.Sreek.Dengan gerakan cepat. Ibu menarik pelatuk senapan laras panjang. Benda yang diambilnya dari dalam rumah. Mengarahkannya ada mas Gandung.Astaghfirullah! Aku menutup mulutku karena ketakutan."Masya Allah, Bu! Jangan lakukan itu! Sabar, Bu!" Bapak gegas menghampiri ibu dan berusaha menurunkan tangan ibu yang lurus mengarah ke mas Gandung."Pergi dari rumahku!!! Atau kau akan pulang tinggal nama!!" teriak ibu dari arah pintu. Tetap mengarahkan senapan laras panjang itu ke mas Gandung.Mas Gandung yang sempat terkejut. Kini malah semakin terpaku di tempatnya berdiri. Seolah tak menyangka kalau ibu akan berbuat senekat itu Aku sendiri juga tak tahu entah darimana ibu memiliki senapan itu."Ibu hanya menggertakku, kan?" tanya mas Gandung lirih.Ada keraguan dalam nada bicaranya. "Nak Gandung, tolonglah tinggalkan tempat ini segera!" kata bapak pada mas Gandung.Mas Gandung menatap bapak dan ibu bergantian."Kalian mencoba menakuti aku kan? Dengan senapan mainan itu?" tanya m
"Aku belum selesai bicara!" kata mas Gandung menarik tubuhku hingga berdiri di hadapannya."Mau bicara apa lagi?""Jauhi lelaki itu!" kata mas Gandung. Mirip sebuah ancaman.Aku menghela nafas kasar. Bagaimana bisa mas Gandung menyuruhku menjauhi lelaki bernama Juan itu. Sementara aku memang tidak pernah dekat dan tidak pernah menjalin hubungan apapun dengannya."Kau dengar yang aku bilang?" tanya mas Gandung. Seolah hendak memastikan kalau telingaku ini masih sanggup berfungsi dan mendengar perkataannya.Aku mengangguk. Aku tak ingin memperpanjang masalah. Terus terang pertengkaran demi pertengkaran yang aku alami membuatku merasa sangat lelah."Kau harus janji!" kata mas Gandung setengah memaksa.Aku mendongakkan kepala yang rasanya sudah berdenyut-denyut. Pukulan dan tamparan yang aku terima di awal pertengkaran tadi baru terasa akibatnya sekarang."Iya!" jawabku datar. Tanpa ekspresi. Dan aku memang tak lagi merasakan apapun pada lelaki yang tengah berdiri di hadapanku ini selain r
Aku menatap tak percaya pada mas Gandung. Apa dia tidak berpikir kalau permintaannya itu sangat tidak masuk akal? Bahkan akan membuat bapak dan ibu semakin ilfeel padanya."Kenapa?" tanya mas Gandung sedikit terkejut dengan reaksiku yang tidak seperti biasanya."Apa Mas nggak malu meminta uang pada orang tuaku? Mas kan tahu bagaimana sikap Ibu pada Mas?" tanyaku sekaligus menjawab pertanyaan mas Gandung."Ya kamu jangan bilang dong, kalau yang makai uang itu ibunya Mas" mas Gandung masih mencoba membujukku."Dengar ya Mas! Selama aku disini saja aku diurus sama Bapak dan Ibu. Mas saja nggak pernah memberi aku uang. Lhah ini malah ibunya Mas yang minta ke aku. Kenapa bukan Mas saja yang memberi uang pada ibunya Mas?" tanyaku mulai geram."Mas kan belum kerja, Yang! Nanti Mas ganti kalau Mas sudah dapat kerjaan!" jawab mas Gandung dengan percaya diri."Kapan Mas bisa dapat kerjaan? Mas aja selama ini nggak pernah mau cari kerja!" sahutku kesal. Mas Gandung selalu memilih-milih pekerjaan.
Untung saja mobil yang sekarang ada aku dan Geri didalamnya sudah memasuki pelataran rumah om Johan. Halaman rumah om Johan memang sangat luas karena punya usaha mebel yang sangat besar. Jadi mobil-mobil truk maupun pick up sering lalu lalang di situ."Yaaahh!" Geri mendesah. Seperti kecewa."Kenapa?" tanyaku. Walaupun aku sudah tahu dia sebenarnya tak ingin mobil ini sampai ke rumah om Johan seperti yang dia bilang. Kumatikan mesin mobil dan berniat keluar. Namun urung kulakukan karena kulihat tak ada pergerakan dari Geri untuk keluar dari mobil."Kok nggak turun?" tanyaku menoleh ke arahnya. Geri malah menyandarkan badannya ke jok mobil. Matanya terpejam. "Ger?!" panggilku sambil menepuk lengnnya.Geri membuka matanya. Sesaat mata kami bertemu. Dan meski hanya sesaat, hal itu membuat aku sedikit gugup. Sejurus kemudian aku lihat senyum terkembang dari wajah tampan milik Geri."Aku turun!" kata Geri masih dengan senyumannya. Menarik handle pintu mobil dan membukanya. Keluar dari mob
"Apa Mbak Mayang beneran mau jadi istri saya?"Hah! Pertanyaan Geri membuat aku terperangah. Ini orang ya? Apa segitunya ingin menikah denganku?"Yang ada sepertinya malah kamu lho yang pingin banget jadi suami aku!" jawabku setengah tertawa. Entah tertawa bahagia karena keGRan atau tertawa kebingungan karena tak tahu harus menjawab bagaimana. "Itu sih jelas banget Mbak Mayang. Tapi kan saya pingin tahu juga perasaan Mbak Mayang. Jangan sampai rasa cinta saya bertepuk sebelah tangan," sahut Geri.Aku tertawa lagi. Jadi teringat lagu Dewa "Pupus" saat Geri berkata tentang cinta bertepuk sebelah tangan."Menurutmu gimana?" pancingku."Menurut saya sih Mbak Mayang nggak keberatan," jawab Geri penuh percaya diri. Alamak! Haruskah aku bahagia ataukah harus protes karena terus menerus terkaget-kaget mendengar ungkapan cinta Geri selama seharian ini."Benar kan, Mbak?" tanya Geri setengah mendesakku. Aku tersenyum kecut. Kalau pertanyaannya sudah seperti aku harus jawab apa coba? "Diam, b
Dengan perlahan aku menurunkan lengan Geri yang tadi aku angkat. Aku jadi merasa sedikit malu karena Geri memergoki aku tengah memberi perhatian padanya. Sedikit sih.Mata hitam Geri menatapku lekat-lekat. Bukannya tadi Geri sedang tidur? Mengapa cepat sekali dia terbangun?"Mbak Mayang ngapain?" tanya Geri masih menatapku. Aku tersenyum setengah malu."Itu... selang infusnya tertindih lengan kamu, jadi aku benerin. Maaf ya kalau kamu lalu jadi terbangun!" jawabku. Jujur sih. Karena apa yang aku lakukan tadi memang tulus tanpa modus apapun.Geri tersenyum mendengar jawabanku. Mungkin bahagia karena mendapat perhatian dari calon ibu dari anak-anaknya. Yaelah! Ini sih virus Geri dah mulai mengkontaminasi otakku, batinku. Mungkin juga setengah halu.Rasanya aku sudah berjam-jam nungguin di rumah sakit. Namun om Johan maupun bapak tak juga muncul. Apa belum selesai juga urusan kecelakaan tadi? Batinku."Mbak Mayang nggak lapar?" tanya Geri padaku.Aku tertawa. Bukannya aku yang seharusn
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments