Share

5. Perkenalan

Ini hari yang paling ditunggu-tunggu untuk anak remaja sepertiku. Sekolah baru, suasana baru, teman baru, guru baru dan gebetan baru, hehehe.

 

Ini hari pertamaku masuk sekolah dengan memakai atribut SMA Bakti Airlangga. Semalam sudah kupersiapkan semua perlengkapan sekolahku. Jam wekerku juga sudah ku-setting dua jam sebelum jadwal bangun biasanya.

 

Sekarang aku di depan gerbang sekolah, tersenyum ceria dan merentangkan tanganku lebar-lebar sambil menatap logo SMA Bakti Airlangga. Tak kuhiraukan tatapan aneh dari setiap murid yang melewatiku. Aku hanya ingin menikmati rasa bangga dan bahagia ini.

 

Aku berjalan memasuki gerbang dan menyapa Pak Satpam penjaga gerbang yang bertubuh tinggi besar dan memiliki kumis mungil tersembul lucu dari atas bibirnya.

 

"Selamat pagi, Pak...," sapaku Ceria.

 

"Selamat pagi, Nona," kata Pak Satpam sambil tersenyum ramah.

 

Kulangkahkan kaki ini dengan ringan ke dalam bangunan sekolah dan bersenandung kecil. Sayup-sayup kudengar suara langkah orang berlarian. 

 

Kupikir, orang aneh mana yang berlarian pagi-pagi seperti ini di sekolah? Jam masuk sekolah pun masih kurang setengah jam lagi.

 

Kuperlambat langkahku setelah kurasa langkah itu semakin mendekat. Aku terkejut begitu mendengar sebuah suara teriakan yang nyaring memanggil namaku dari arah belakang. 

 

"Freeeeelll...!" Belum sempurna kutolehkan kepala, tubuhku sudah diterjang oleh tubuh lain dengan antusiasme yang terlalu tinggi.

 

Astaga, DARA...!

 

Dara meringis lebar. "Peace, Frel." Belum sempat aku menyampaikan rasa kagetku, Dara sudah membombardir dengan beraneka pertanyaan. "Kemarin gimana, Frel? Lo diantar Kenn, ya? Lo diajak ke mana aja pakai motornya? Terus dia baik kan, orangnya? Eh, Frel, lo tau nggak, lo itu beruntung banget loh bisa diboncengin Kenn. Gue juga mau dooong."

 

Ya, Tuhan, tolong sembuhkanlah sahabatku ini. Otaknya benar-benar nggak waras, Tuhan....

 

Kuputar bola mataku. Makin hari makin parah penyakit lebaynya. Pasti gara-gara Kenn!

 

"Baik apaan?! Dia itu cowoknya sengak nggak ketulungan. Udah gitu kalo ngomong, tuh mulut rasanya pengin gue gampar."

 

"Terus, terus?"

Dan terpaksa mau tidak mau, kuceritakan semua kejadian yang kualami kemarin sambil berjalan menuju ruang kelas. Tanpa terkecuali. Karena jika tidak, sampai ke ujung dunia pun, anak satu ini pasti akan menemukanku dan meminta jawaban atas semua pertanyaannya.

Bahkan saat setelah kejadian pohon tumbang dan menghalangi motor Kenn, ia menuntut, meminta jawabanku yang sejelas-jelasnya.

"Ya, udah, kami lewat jalan memutar aja. Meski jauh, ya ... mau gimana lagi."

 

"Wow, keren!" ucap Dara dengan antusiasnya.

 

Aku melotot tak percaya. Keren apaan?

 

Wah, ini anak benar-benar stres. Nggak nyambung. Orang kena apes malah dibilang keren.

 

Aku menepuk jidatku, nggak habis pikir dengan otak lemotnya yang tetap dipelihara sampai sekarang.

 

Setelah sampai rumah, sengaja HP nggak aku aktifkan kembali karena aku tahu bakal kayak gini jadinya.

 

"Kenn nganternya sampai depan rumah lo, Frel?" tanya Dara dengan wajah polos.

 

"Ya, iyalah ... masa di depan rumah Pak Lurah," jawabku jengkel, sementara Dara hanya manggut-manggut.

 

"Terus, terus, lo suruh masuk nggak?" tanya Dara, lagi.

 

"Nggak mungkinlah, Ra. Lo kira gue bego, apa? Gue tutup pintu rumah gue, sebelum nenek tau siapa yang datang." Seketika kami tergelak bersama. 

Kami berdua memang sudah tahu bagaimana sikap nenek jika bertemu cowok keren sedikit aja. Biasanya Tomi yang sering jadi korbannya jika nenek di rumah, maksudnya bahan rayuannya hehehe....

 

***

 

Kalau di kegiatan MOS, anggota OSIS yang menentukan tempat duduk kita. Tapi kalau sekarang, kita bebas memilih di tempat mana dan dengan siapa kita duduk.

 

Bunyi bel masih kurang dua puluh menit, tapi tempat duduk sudah hampir terisi penuh.

 

Aku dan dara celangak-celinguk mencari bangku kosong. Tomi berdiri, melambaikan tangan ke arah kami dan tak lupa di sekelilingnya terdapat banyak cewek berlomba merebut perhatiannya.

 

Aku dan Dara sudah terbiasa melihat kejadian seperti ini di sekolah sebelumnya, jadi kami nggak mau ambil pusing.

 

Tampak Tomi mengatakan sesuatu kepada mereka sambil tersenyum manis, setelah itu para cewek tersebut langsung bubar menuju bangkunya masing-masing.

 

Dasar playboy tengik!

 

Kami diseret Tomi menuju bangku nomor dua dari belakang, dekat jendela. Katanya ini bangku sudah ada banyak cewek yang mau menempati, tapi ia tolak mentah-mentah demi kami. Dara menanggapi ucapan Tomi dengan angkat dua jempol sambil tertawa ngakak.

 

Bilang aja biar gampang nyonteknya. Dikira aku nggak tahu apa, otak licik mereka!

 

Yeah ..., mereka ini memang kompak banget kalau urusan contek-mencontek.

 

Khusus bangku terakhir persis di belakang kami, siapa lagi kalau bukan bangkunya Tomi. Ia dari dulu memang paling jitu soal cari tempat terselubung dan aman.

 

Tapi ada yang aneh.

 

Kenapa kursi di sebelah Tomi kosong, ya? Orangnya mana?

 

Keningku berkerut, saat aku ingin menanyakan secara langsung, kelas yang awalnya ramai mendadak sepi dalam sekejap.

 

Aku merasa déjà vu. Suasana kayak gini pernah terjadi. Sempat kulirik Dara yang mematung dengan mulut menganga lebar. Posisi kepala dan badanku masih dalam kondisi melihat kursi Tomi yang kosong. Tiba-tiba timbul perasaan tak enak. Aku berharap semoga pikiranku salah.

 

Perlahan kutolehkan kepalaku ke belakang walaupun leherku terasa berat. Mataku membulat saat melihat cowok yang baru memasuki kelas sedang berjalan santai dan penuh percaya diri, sekarang menuju ke arah kami lalu duduk tepat di sebelah Tomi.

 

Aduuuh ... mampus!

 

Cowok itu adalah Kenn.

 

Hari yang seharusnya aku anggap sebagai hari yang menggembirakan kini pupus sudah, setelah melihat cowok sialan itu duduk tepat di belakangku yang berdekatan dengan jendela.

 

Aku melihat Tomi dan Kenn sempat melakukan tos berdua. Kemungkinan mereka sudah saling kenal dan hebatnya lagi Tomi tak pernah cerita apa pun kepadaku maupun Dara.

 

Kulipat kedua tanganku di depan dada dan menatap tajam ke arah Tomi.

 

"Wuidih ... serem, Bu. Udahan, ya, marahnya," goda Tomi sambil terkekeh. "Oke, Kenn kenalin dua sahabat gue. Ini Dara, dan ini Frel," lanjut Tomi memperkenalkan kami.

 

"Nggak ada kenalan-kenalan. Gue udah tau," kataku jutek tanpa membalas jabatan tangannya.

 

Kenn mengepalkan tangan sesaat, menahan amarah, kemudian melepasnya lagi. 

 

Argh! Andaikan aku tahu dari awal,  nggak bakalan aku setuju duduk di sini.

Dara yang masa bodoh akan situasi yang mulai panas di antara kami, langsung menyergap tangan kanan Kenn yang masih berada di udara dengan kedua tangannya. 

Ternyata, ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan langka ini.

"Kenalin, gue Adara Salsabila. Lo bisa panggil gue Dara," ucap Dara dengan intonasi yang begitu menggebu-gebu dan wajah berbinar-binar.

 

Saking semangatnya, ia sampai lupa bagaimana cara melepas genggamannya. Hingga akhirnya ada suara dehaman dari si pemilik tangan.

 

"Eh, m-m-maaf, maaf," Dara salah tingkah sambil senyam-senyum sendiri.

 

Aku memutar bola mataku jengah.

 

Kelakuan Dara sebenarnya sama kayak kelakuanku ketika sedang berkenalan dengan cowok keren. Tapi bagiku, terkecuali untuk cowok belagu seperti Kenn. Sedangkan Tomi, ia hanya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Dara. 

 

"Kalian emang udah tau nama Kenn, tapi ada satu hal yang belum kalian ketahui. Kenn sebenarnya ...," Tomi tersenyum misterius, "saudara sepupu gue!" tambah Tomi, membuat kami syok.

 

***

 

Hari pertama diisi beberapa penjelasan guru yang sangat santai, tanpa ada tugas apa pun. Bahkan ada yang hanya diisi untuk mengabsen para murid satu per satu dan sisanya kami dibebaskan bercanda bersama.

 

Seperti sekarang. Pelajaran sejarah tapi diisi perkenalan antara guru dan murid. Kata Pak Joko selaku guru sejarah, perkenalan ini juga bisa dikategorikan sejarah di masa yang akan datang, dengan syarat peristiwa tersebut merupakan peristiwa penting untuk kita, peristiwa itu besar pengaruhnya pada masa sekarang dan masa berikutnya, peristiwa tersebut abadi dan unik.

 

Setiap murid maju ke depan satu per satu untuk memperkenalkan diri masing-masing.

 

Ada yang sok cantik, sok kecakepan, sok kaya, sok ke-PD-an, sok imut.

 

Ada yang gaya bicaranya meledak-ledak, ada yang dibuat seanggun mungkin, ada yang irit ngomong, apa adanya, si culun juga ada, sombong, ada yang pemalu, ada juga yang malu-maluin.

 

Ada yang bikin ngiri, bikin mata perih, bikin pengen nabok tuh orang, bikin melongo, bikin jengkel, ada juga yang bikin ngakak.

 

Contohnya, nih:

 

"Kenalin nama gue Maya. Kalo mau kalian bisa kok nambahin Estianty di belakang nama gue." Ehm! Ini cewek kayaknya ngarep banget jadi artis. "Hobi gue shopping. Kata mami, gue harus habisin uang yang cuma sepuluh juta per hari, kalo nggak habis disuruh nginep di hotel."

 

Hellooo ... cuma katanya? Sepuluh juta dibilang cuma? Itu mah super banyak, woy!

 

"Nama saya Santi Safitri. Saya mau terus belajar biar bisa jadi dokter seperti ayah saya."

 

Wah, ada juga ya di sini anak yang baik-baik dan patuh.

 

"Nama gua Adam. Gua anak tunggal. Gua orangnya nggak sombong, kok." Halah, preet. "Gua punya banyak mobil dan rumah, perusahaan nyokap bokap juga tersebar di beberapa kota." Nggak sombong, kepalamu! "Gua nggak butuh cita-cita, hidup gua udah perfect."

 

Sekali lagi, itu namanya apa kalau bukan sombong??

 

"Nama gue Udin. Bukan Udin yang lagi di jalan maupun di kamar, apalagi Udin Sedunia. Nama gue Sabarudin yaitu Udin yang nggak suka marah." Oke, ini Udin yang penyabar. "Cita-cita gue ingin mondok di pesantren dan berkhotbah di hadapan kalian semua supaya insyaf. Wahai ... teman-temanku yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa!"

 

Eh, kok malah khotbah puasa?

 

Semua cengo.

 

"Kenalin nama gue Dwi Andika, bisa dipanggil Andika, atau nggak usah dipanggil juga nggak apa-apa." Ya, ya, ya ... terserah kamulah."Gue bukan Andika Kangen Band, tapi gue mungkin berharap bisa dapat cewek cantik kayak nasib Bang Andika, hehehe."

 

Hmm, boleh-boleh, entar aku bantu doa, Dik. Hahaha....

 

Dan sekarang giliranku maju ke depan.

 

"Nama gue Frel. Cita-cita gue ... entah, sampai saat ini gue hanya ingin jadi diri gue sendiri. Gue—"

 

"Siapa nama kamu?" potong Pak Joko.

 

"Nama saya Frel, Pak."

 

Pak Joko menatap buku absen sekali lagi. Ia betulkan kacamata yang sempat melorot dan mencoba membacanya. "Di sini nama kamu Frela Lidiana Putri," ujar Pak Joko, meyakinkan.

 

"Bukan, Pak," jawabku mantap.

 

"Lho, jika ini bukan nama kamu, terus nama siapa? Di sini apa ada yang namanya Frela Lidiana Putri?" Semua hanya diam. "Kamu tetap nggak  mau mengaku?"

 

Aku masih diam. Kukepalkan tanganku erat-erat. Setiap mendengar nama itu rasanya susah sekali untuk bernapas, emosiku selalu muncul ke permukaan.

 

"Saya nggak suka nama itu, Pak," jawabku akhirnya. Kudengar beberapa anak ada yang berbisik-bisik membicarakanku.

 

"Tenang, tenang!" Setelah kelas tenang kembali, Pak Joko melanjutkan, "Kamu yakin? Namamu bagus lho. Kamu nggak takut orangtuamu marah melihatmu begini?"

 

"Biarin aja, Pak, entar singa betinanya ngamuk malah berabe," sela Tomi sambil nyengir kuda, sementara murid lain mulai gaduh.

 

"Kamu kenapa nggak suka nama dari orangtuamu sendiri?" tanya Pak Joko lagi.

 

"Oh, ya, Pak Joko suka soto atau bakso? Atau mungkin sayur sop?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

 

Terlihat Pak Joko mengernyitkan dahinya, kemudian beliau tersenyum lalu berkata, "Saya suka soto, apalagi kalau Soto Lamongan, enak sekali itu. Mantap!" jawab Pak Joko tanpa sadar.

 

Seketika semua murid tertawa.

 

Ketika sadar, beliau melotot ke arahku dan berteriak, "Maksud kamu apa??!"

 

"Tenang, tenang, Pak. Saya nggak bermaksud apa-apa, kok. Saya tanya seperti itu karena ada hubungannya dengan pertanyaan Bapak." Pak Joko menatapku bingung. "Jadi begini, ibarat bapak yang nggak suka bakso maupun sayur sop, tapi lebih suka Soto Lamongan. Nah, saya juga begitu, Pak, saya lebih suka nama dan panggilan Frel. Bukan yang bapak sebutkan tadi," ujarku menjelaskan.

 

"Tapi itu kan bed—"

 

"Suruh aja dia ngurus akta kelahiran baru, Pak! Makin bagus kalo ditambah kacang atom di belakangnya," celetuk Kenn santai.

 

Brengsek! Cari gara-gara terus nih, cowok.

 

"Kali aja dengan ganti nama, monyet di tubuhnya keluar, Pak."

 

Kontan semua tertawa ngakak, tak terkecuali Tomi dan Dara. Pak Joko hanya menghela napas dan geleng-geleng kepala.

 

Siiiaaaalll. Kenn bedebah, brengsek!

 

Kemarahanku sudah sampai di ubun-ubun kepala. Aku langsung berjalan ke arah Kenn dengan menggebrak mejanya, aku nggak peduli rasa sakit yang menjalar di tanganku, aku juga nggak peduli berapa pasang mata yang melihatku sekarang. Lama-lama kulakban mulutnya.

 

"LO MAU GUE BUNUH, HAH!!" Aku berteriak kalap, sedangkan cowok brengsek itu malah tertawa terbahak-bahak.

 

Oh, Tuhan, aku benar-benar malu sekarang. Rasanya ingin sekali menghilang dari muka bumi.

 

Ya, benar kata Pak Joko. Peristiwa ini bisa aja di kemudian hari akan menjadi sejarah yang tak terlupakan bagi kami. Terutama buatku.

 

Sejarah yang sangat memalukan!

 

Ternyata, Kenn dan Tomi benar-benar sama gilanya. Dua saudara yang sama stresnya.

 

Satu kelas juga sama-sama SARAP!

........................***.............................

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tami Andriani
baguuuuussss
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status