Home / Romansa / FWB (Friend with Bonus) / Bab 00 - Kisah Dua Sahabat

Share

Bab 00 - Kisah Dua Sahabat

Author: Nanasshi
last update Last Updated: 2025-07-18 17:46:58

00 - Kisah Dua Sahabat

"Meski gue suka tidur dengan banyak perempuan, anehnya gue menawarkan kehidupan tanpa itu semua demi Giva."

-Juan Dirangga Moelya-

*****

"Juan berengsek! Ini kondom bekas lo kenapa nggak lo buang, sialan?!"

"Ini juga, eeewwwhh, g-string cewek mana ini yang ketinggalan di kolong ranjang?"

"Juan Dirangga Moelya yang terhormat, please beli gedung OYO sana! Jangan bawa cewek ke apartemen gue pas gue sibuk di kantor!"

Dari seberang telepon, suara perempuan itu memekik keras. Membuat Juan yang saat itu masih mengucek-ucek mata; baru bangun tidur, hanya bisa terkikik geli. Membayangkan wajah berang Giva saja sudah membuat pagi hari Juan jadi menyenangkan.

"Kemarin nggak sempat booking hotel, Giva sayang. Jadi tempat terdekat ya apartemen lo."

Juan bangkit. Bergegas ia menuju lemari es dan diteguknya sampai tandas setengah air mineral itu. Berlama-lama memandangi isi lemari esnya yang kosong, Juan akhirnya menghela napas.

"Temenin belanja bulanan yuk, kulkas gue kosong."

Di seberang telepon, perempuan bernama Giva itu terdengar seperti membanting sesuatu. Membuat Juan terhenyak dan tanpa sadar sedikit mundur. Ia bisa memastikan andai ia yang berdiri di depan Giva saat ini, Juan harus berlari ke rumah sakit tempat Nissa atau Noura atau Ninda ... ah pokoknya teman kencannya minggu lalu yang berprofesi sebagai dokter UGD.

"Gue masih membereskan kekacauan lo ya Juan yang agung. Lo sekebelet apa sih sampai harus ngacak-ngacak apartemen gue buat zina?"

"Gue nggak main ya di sana," elak Juan.

"Terus ini kondom siapa, anjir?"

"Punya lo, kali."

"Sialan, gini-gini gue masih perawan ting-ting ya. Gue anti zina kaya lo."

Juan tertawa. Kembali lagi, kepalanya bisa membayangkan bagaimana Giva meledak-ledak di kejauhan sana. Wajahnya mungkin sudah memerah murka, tangannya berkacak pinggang dan mulutnya monyong sempurna.

Lucu banget!

"Lo lihat nggak, Jisoo nenteng tas baru? Dior kayaknya baru release."

Terdengar helaan napas panjang di seberang telepon, Giva nampak mencoba meredam amarahnya setelah Juan membicarakan tas keluaran terbaru dari Dior yang dipakai member blackpink itu di event belum lama ini.

"Jam berapa gue harus standby?"

Juan terkekeh. Suara Giva jelas berubah jadi lebih manis dibandingkan sebelumnya. Terdengar dibuat manja-manja buatan. Sogokannya selalu berhasil membuat Giva yang siap menghancurkan bumi beserta isinya itu berubah menjadi sejinak kucing anggora. Kurang dielus sedikit aja, batin Juan.

"Jam makan siang gue jemput ya. Sekarang mau siap-siap dulu. Dandan yang cantik ya, jangan malu-maluin gue."

Setelah mengatakan hal tersebut, Juan buru-buru mematikan panggilan teleponnya. Ia bisa memastikan satu hal. Giva akan mengomel panjang lebar lagi setelah mendengar ejekannya. Dengan begitu, sogokan yang harus diberikannya akan bertambah beberapa kali lipat.

Namun anehnya, Juan suka membuat Giva marah-marah.

****

Acara belanja bulanan yang dijadwalkan Juan siang itu berakhir kacau. Beberapa sayuran yang tadi Giva pilih sendiri dan masuk ke dalam troli sudah berpindah ke wajah Adrian. Termasuk amisnya telur yang pecah di kepala laki-laki malang tersebut.

"Lo selingkuh lagi sama nih perek? Kurang apa gue selama ini, laki-laki mokondo! Lo lupa, gue yang biayain hidup lo, jam tangan mahal lo, sepatu sampai kolor lo aja belinya pakai duit gue!"

Suara Giva jelas mencuri atensi seluruh pengunjung supermarket. Mereka menonton bagaimana Giva yang murka melempari Adrian dan perempuan yang dipanggil Giva perek tadi dengan berbagai hal yang ada di keranjang belanjanya. Tanpa peduli, tatapan khawatir pegawai supermarket yang takut harus terkena getahnya.

Juan sih santai saja sambil setengah badannya bertumpu pada troli belanja mereka. Menonton aksi Giva melabrak pacarnya yang asik berbelanja dengan perempuan lain sambil cium-cium di pojokan. Bahkan saat pegawai supermarket berniat melerai, Juan justru dengan entengnya bilang bahwa ia akan membayar semua barang yang Giva hancurkan plus tip untuk mereka. Jadilah mereka juga ikut menonton.

"Aku bisa jelasin, sayang," cicit Adrian. Tangannya jelas tak lagi mengait sempurna ke lengan perempuan di sebelahnya. Si perempuan yang malu karena jadi tontonan tiba-tiba jadi menjaga jarak.

"Jelasin apa lagi? Kali ini, kamu mau kenalin dia sebagai siapa? Adik kamu? Sepupu? Atau siapa lagi, berengsek?"

Giva yang meledak seperti bom itu terus merangsek tanpa memedulikan Adrian yang menjadi kerdil. Laki-laki itu gelagapan, ia bahkan sampai terhuyung karena terus mundur namun terantuk troli belanjanya sendiri.

"Mbak, kamu jangan mau sama dia. Dia itu laki-laki paling nggak modal," ujar Giva seraya menatap perempuan di sebelah Adrian.

Perempuan itu diam. Ia sudah terlalu malu sekarang. Tidak berniat untuk membantah, sebab ia sendiri pun tahu, Adrian terkenal memiliki pawang galak bernama Givanya. Kesalahannya jelas karena nekat melakukannya di tempat umum yang potensi ketahuan oleh yang bersangkutan cukup besar.

"Gue nggak akan marah sama lo, Mbak. Siapa tahu lo nggak tahu kalau laki-laki buaya buntung ini ngadalin lo. Sekarang lo mending pergi deh," usir Giva berbaik hati.

Oh tentu saja, perempuan itu memilih lari. Meninggalkan Adrian yang hopeless apakah masih bisa hidup atau tidak.

"Maaf Mbak, dilarang membuat keributan ya. Anda mengganggu pengunjung lain."

Dua orang security akhirnya datang untuk menjadi pahlawan Adrian. Giva sih jelas belum puas untuk mempermalukan Adrian, namun diseret oleh dua security juga jelas bisa mempermalukan dirinya.

"Saya sudah selesai kok. Saya akan tanggung jawab semua barang yang rusak ini."

Giva memilih mendekat ke arah trolinya, tempat Juan sedang berdiri dan menahan tawa. Sialnya, Giva sudah kehabisan daya bahkan untuk sekedar memukul kepala laki-laki itu yang dengan teganya meledek nasib cintanya yang nahas. Namun langkah Giva menuju kasir terhenti oleh sebuah kalimat Adrian. Kalimat yang membuat, baik Giva maupun Juan mengernyit.

"Lo sendiri gimana, Va? Lo selalu menduakan gue dengan Juan, 'kan? Sampai gue bingung yang jadi pacar lo itu, gue atau Juan?" Adrian mendekat pada Giva dan Juan. Ditatapnya dua orang itu bergantian dengan perasaan tidak terima. "Gue akui, gue hidup pakai duit lo dan malah selingkuh, how bad I am. Tapi Va, lo harusnya berkaca. Lo sama Juan bahkan sama berengseknya. Lo selalu mengutamakan Juan, begitu pula Lo yang selalu utamain apapun soal Giva. Jadi kalau lo mau tahu salah lo dimana, kurang lo di mana, pikirkan kata-kata gue."

Juan sudah bersiap meraih kerah Adrian. Bagaimanapun laki-laki itu sudah jelas menyakiti Giva dengan berselingkuh. Perselingkuhan yang Juan tahu, itu berkali-kali. Namun tindakannya saat ini, yang mencoba memutarbalikkan fakta dengan mengatakan bahwa Giva yang bersalah jelas sekali tindakan pengecut.

Oh Juan ingin meninju wajahnya sekarang juga!

Tapi jemari Giva menarik ujung kemeja Juan. Menahan langkah laki-laki itu dengan seketika. Ditatapnya Giva untuk mengonfirmasi, namun hanya gelengan kepala yang Juan terima. Ia jadi tidak bisa berbuat apa-apa. Bertingkah sok keren, misalnya. Kebetulan banyak pasang mata –perempuan cantik lebih tepatnya– yang sedang menonton pertunjukkan mereka. Padahal 'kan lumayan untuk pencitraan.

"Oke, gue minta maaf untuk semua hal yang akhirnya mendorong lo menjadi berengsek. Merasa perhatian gue justru buat Juan, merasa khawatir gue buat Juan, merasa apapun tentang gue adalah soal Juan, gue minta maaf. Tanpa sadar, persahabatan gue dan Juan mengganggu lo. Tapi sekali aja, lo nggak pernah bilang sama gue, Dri. Lo nggak memberikan kritik dan saran apapun sehingga gue merasa, everything's fine. Kita baik-baik aja."

Giva menghela napasnya berat. Perasaannya untuk Adrian bukanlah main-main apalagi bohongan sekalipun Giva selalu ditolol-tololin Juan. Makanya setiap kali Adrian berselingkuh, Giva masih selalu memberikan maaf. Tapi perkataan Adrian kali ini jelas menamparnya. Ia tidak bisa memaafkan lagi laki-laki itu.

"Kalau begitu lebih –"

"Dan lo orang terkolot diera ini, Va. How can you make me wait so long for sex? Just make love dan kamu nggak mau. Jadi itu juga kurangnya kamu selama ini, Givanya."

Maka hari itu, penutup dari panjangnya ocehan omong kosong Adrian bukanlah tamparan Givanya. Bukan pula deheman dua security yang tiba-tiba jadi tak enak karena mendengar urusan dapur orang lain. Tapi sebuah tinjuan tepat bersarang di hidung Adrian dari tangan kekar milik Juan.

Bisa jadi hidung Adrian patah.

Bisa jadi mungkin gegar otak.

Givanya syukurnya tak peduli.

Melangkah kaki si perempuan meninggalkan keributan tanpa peduli pada Juan yang memanggil-manggil. Juga pada sisa kekacauannya yang harus dibayar di kasir.

Givanya betul-betul tak peduli.

Ia hanya terus melangkah meninggalkan keributan yang terasa riuh di kupingnya. Keributan yang sialnya ia akui, hanya ada di dalam kepalanya setiap kali ia mendengar orang menuntut soal sex dalam kehidupan percintaannya.

Making love.

Yang ia akui sebagai momok menakutkan.

*****

to be continued

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 85 : Extra Part 3

    Lalu setelah puas memandang, mereka kembali menyatukan ciuman. Ciuman itu adalah perpaduan dari kecup dan pagut. Seolah belum cukup, sibuk menari-nari di dalam sana, lidah saling membelit. Juan menahan bobot tubuhnya dengan sebelah tangan agar membuat Giva nyaman. Lalu satu tangan lainnya, nakal sekali berlarian ke sana kemari. Awalnya di pipi Giva. Berpindah membelai rambut perempuan itu. Turun sebentar ke leher dan tulang selangka. Sesaat kemudian membelai lengan Giva, turun ke pinggang perempuan itu, menjalar ke pinggul dan meremas lembut sintal kepunyaan perempuan itu lama. Itu semua dilakukan Juan ketika bibirnya masih sibuk menginvasi setiap sudut bibir sang istri. Seperti musafir yang kehausan, Jujur saja, Juan jadi manusia yang sedikit serakah sekarang, tak puas-puas. Bahkan ketika Giva akhirnya memundurkan kepalanya, memutuskan ciuman mereka karena kehabisan napas, Juan masih terus menginginkannya lagi dan lagi. Ciuman itu. Rasa manis itu. "Sebentar," tahan Giva. "

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 84 : Extra Part 2

    Juan menatap pada bayi kecil cantik itu tanpa jeda. Padahal yang sibuk ditatap justru asik saja terlelap. Mengabaikan pandangan kagum, memuja, bersyukur dan penuh cinta dari sepasang mata yang mulai berkaca-kaca. Dalam gumaman yang pelan -karena takut membuat Daisy bangun- Juan berkali-kali mengucap terima kasih pada sang putri karena telah tumbuh dengan sehat dan kuat. Meski jauh dari dirinya. Sang ayah yang buruk. "Mau dilihatin sampai kapan anaknya, pak?" Giva yang baru selesai mandi mendapati Juan masih duduk di dekat box tidur Daisy. Memandang lekat dengan senyuman terpatri. "Loh ... loh ... kok nangis, pak?" Juan mencebik karena ejekan Giva. "I'm just feeling so grateful to Daisy." "Kenapa?" "Because she grew up cool even though she was far away from me." Juan kembali menatap Daisy. "Terima kasih karena dia mau menjadi anakku, Juan yang nggak ada keren-kerennya ini." Giva yang sedang sibuk mengeringkan rambut terkekeh. Ia meletakkan pengering rambutnya. "Kemana jiwa narsi

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 83 : Ektra Part 1

    Extra Chapter : Giva-Juan's Life After Not Getting Divorced Itu seperti sebuah keajaiban. Tatkala jantungnya kembali berdetak, menyapu bersih kekhawatiran dan duka yang menggelembung. Riuh tangis dan ketakutan berganti helaan napas lega dengan tubuh yang ambruk karena kehilangan daya. Tidak hanya satu manusia berama Givanya Nantika Soekma yang notabene jelas sedang dirongrong penyesalan. Para dokter yang berjibaku dengan lelehan keringat, pun para perawat yang sejatinya tak pernah mengenal secara personal sang pasien, hari itu, mereka semua, merasa sangat lega bersama-sama. Juan tidak jadi pergi. Juan masih bersama mereka. Seperti mendapatkan jackpot karena ia selamat setelah sekarat. "Giva." Gumaman pertama yang terdengar itu, menyadarkan lamunan Giva. Kini, mereka sudah berada di ruang inap biasa sekalipun sebenarnya Juan belum sadar pasca kejadian tadi. Walau begitu, masa kritisnya sudah lewat, progresnya sangat baik. Jadilah Giva dibolehkan untuk menunggu Juan di sisin

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 82 : Tempat Terakhir (02)

    "Juan, please ...," lirih Giva, di sudut ruangan, merintih dengan air mata luruh yang riuh. Ia menatap Juan yang sedang mendapatkan pertolongan karena tiba-tiba saja mengalami masa kritis lagi. "Juan ... maaf, karena aku terus keras kepala dan hanya ingin peduli pada diriku sendiri. Juan maaf ... karena nggak pernah memberikan kamu kesempatan. Juan ... aku sayang sama kamu, please, come back to us. Kita semua sayang kamu, aku juga, aku juga sayang kamu. Jangan tinggalin aku, Juan." Kata-kata itu membuat siapapun yang ada di ruangan -termasuk dokter dan perawat- merasa ikut sakit mendengarnya. Melolong memohon pada takdir, seorang Givanya Nantika Soekma, agar berkenan menghentikan mati merenggut suaminya. Ketika ia belum berbaikan. Ketika ia belum mengatakan cinta. Ketika ia belum meminta maaf. "Kata kamu, satu permintaan sebagai ganti permen itu, akan kamu gunakan suatu saat nanti. Jadi bangun, apapun yang kamu minta, aku akan kabulin semuanya, Juan, ayo ... bangun. Ayo kita hid

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 81 : Tempat Terakhir (01)

    "Sejak dulu, aku benci melihat bendera kuning di depan rumah-rumah orang. Sebab biasanya, itu tanda bahwa dunia seseorang sedang hancur di sana. Tapi ... aku kadang lupa diri. Bahwasanya, bendera kuning mungkin bukan hanya kepunyaan mereka dan keluarganya, tapi bisa menghampiri aku dan keluargaku kapan saja." -Givanya Nantika Soekma- **** Seseorang mengatakan bahwa regretting the past is like chasing after the wind. Hal itu berarti bahwa segala yang sudah terlewat sangat tidak mungkin diulang sehingga menyesalinya hanya akan menjadi kesia-siaan. Giva sadar itu. Ia dan penyesalannya kini adalah menyatu dengan diri. Dalam pandangan mata yang nanar di balik kaca yang memisahkan itu, hasil dari keras kepalanya ada di sana. Juan terkapar tak berdaya. Ibu Juan bilang bahwa itu bukan salah Giva. Tapi bagi Giva, ada andil dirinya di sana. Giva mengusap air matanya yang luruh. Merutuk dalam hati perihal ia yang sudah berkepala batu. Ketika Juan sudah berulang-ulang menjelaskan tentang k

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 80 : Jangan Tinggalkan Aku (02)

    "Tapi kamu eruh toh lek Juan ki dijebak Alysa?" Giva mengangguk. "Lah kenapa masih belum bisa maafin Juan?" "Seandainya dia ngabarin aku kalau mau ketemu Alysa, seandainya dia nggak matiin ponsel, seandainya dia nggak diam-diam buat ketemu perempuan itu ... nggak akan ada celah bagi Alysa untuk bikin semua kebohongan ini, bu." Ibu Giva menghela napas panjang. Ia tidak bisa menyalahkan rasa sakit putrinya akibat kelalaian dan kebohongan Juan. Namun melihat sang menantu sama hancurnya, ibu Giva jadi sama dilanda sedih juga. Tak perlu diragukan lagi, setelah usahanya untuk menemukan Giva di Belanda dengan kakinya sendiri tanpa bantuan siapapun, rasa cinta Juan tentu dipenuhi kesungguhan. "Jadi Juan setuju untuk berpisah, nduk?" Giva mengangguk. Ia tak sanggup menjawab dengan suaranya. Terlalu menyakitkan untuk melangkah menuju rangan hijau dan mengakhiri pernikahan. Tapi ... rasa sakit di hatinya juga masih terasa basah untuk ia memilih lupa dan melanjutkan pernikahannya. "Rencan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status