Home / Romansa / FWB (Friend with Bonus) / Bab 06 - Kejutan Demi Kejutan

Share

Bab 06 - Kejutan Demi Kejutan

Author: Nanasshi
last update Last Updated: 2025-08-01 08:40:40

"Menikahi Giva bukan lagi sesuatu yang harus diperdebatkan. Sekalipun berisik, dia cukup cantik untuk diajak kondangan, cukup pintar untuk diajak meeting dengan klien, cukup santun dan menyenangkan untuk jadi menantu ibu dan dibawa-bawa arisan."

-Juan Dirangga Moelya-

*****

"Hamil?"

Satu kata dari mulut sang calon besan yang mengudara itu menimbulkan sunyi yang tiba-tiba. Ruangan yang sebelumnya riuh dengan kehangatan saling sapa dua keluarga, mendadak bergeming dengan penuh tanya. Pandangan jelas terhunus pada perut Giva, laki-laki bernama Juan yang bermulut lancang, juga si calon tunangan yang malam itu sudah berdandan rapi dengan kacamata tebal.

"Koe hamil toh nduk?"

Pertanyaan yang sama akhirnya terlontar dari mulut sang ibu. Dibanding rasa marah, di balik tanya tersebut, justru terselip harap bahwa yang didengarnya adalah kesungguhan. Satu pertanda bahwa mungkin trauma anaknya sudah benar-benar menghilang.

Giva bingung. Ia menatap Juan, ibunya, ayahnya, bahkan wajah-wajah asing di depan sana berganti-gantian.

"Hamil?" ulang Giva sendiri bingung.

"Iya, gue mau tanggung jawab, Giva. Anak itu, anak kita, kita bisa besarkan sama-sama." Di sana, seorang Juan Dirangga Moelya, bergerak pelan mendekat pada Giva. Meraih jemari perempuan itu, meremasnya lembut seolah memberi kekuatan. "Lo nggak harus menanggung semuanya ini sendiri, Giva. Lo seharusnya bilang sama gue dari awal."

Juan itu memiliki jabatan Direktur bukan hanya karena ayahnya pemilik perusahaan, melainkan karena otaknya yang memang cemerlang. Sialnya, bukan cuma urusan bisnis dan perempuan saja Juan jago, soal acting pun ia mumpuni. Itulah sebabnya banyak perempuan jadi korban piawainya ia dalam berlakon.

Malam ini, Giva akhirnya sadar akan hal itu.

Lihatlah!

Wajah ibu Giva yang berbinar, ayahnya yang tak tahu harus berbuat apa, hingga keluarga si calon tunangan yang murka dan laki-laki berkacamata yang nampak kecewa.

Juan si orang gila!

"Nggak bu, aku nggak hamil." Giva melepaskan tautan jemari Juan dan mendekat pada ibunya. Berupaya ia menjelaskan kesalahpahaman tersebut.

"Kamu nggak perlu malu, Giva." Juan masih saja berupaya. Ia mendekat pada Giva dan ibunya lantas melakukan hal yang mengejutkan kemudian.

Juan berlutut!

Di hadapan ibu Giva, Juan memasang wajah menyesal. Kedua tangannya yang pasrah bertumpu pada kedua paha, juga kepalanya yang menunduk lemah, menjadikan Juan layaknya orang paling menderita sedunia.

Duh!

Andai di sana, tak banyak pasang mata memandang mereka sekarang, sudah dipastikan Giva sudah memukul Juan hingga babak belur.

"Saya minta maaf, bu, karena menutupi hal ini. Saya salah bu, oleh karena itu beri saya kesempatan satu kali lagi."

Sejatinya malam itu, Giva sudah berusaha menjelaskan pada ibunya soal kesalahpahaman ini, namun anehnya tak ada yang menggubris. Ibu dan ayahnya justru sibuk bergegas menuju keluarga calon tunangan Giva. Menjelaskan situasinya dan meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Walau jelas ada perdebatan di sana, namun pada akhirnya keluarga calon besan itu memilih pergi dari rumah Giva dengan wajah kecewa.

Giva jelas memijit dahinya; pening. Tidak bisa dipercaya bahwa seorang Juan sukses menggagalkan acara perjodohannya. Entah apa maksudnya, tapi yang jelas Giva benar-benar marah sekarang.

Sialnya, ia tidak punya kesempatan untuk marah.

"Kalau kamu begitu menyesal, Juan, panggil orang tuamu malam ini juga dan mari kita bicarakan."

Semuanya terasa begitu cepat dalam perspektif Giva. Tahu-tahu Juan sudah menghubungi keluarganya dan menjelaskan situasinya. Tahu-tahu keluarga laki-laki itu datang dengan persiapan yang luar biasa cepat. Tahu-tahu kini ... mereka semua –dua keluarga– saling duduk berhadapan dengan sajian makan malam.

Gila!

Dalam satu malam, perjodohan Givanya berubah dari laki-laki berkacamata menjadi si Juan laki-laki buaya rawa.

"Saya sudah dengar garis besarnya dari Juan, Jeng. Saya sebagai ibunya Juan, benar-benar meminta maaf. Tapi mari ... kita anggap ini sebagai anugerah saja, ya Jeng. Bayi yang ada di perut Giva jelas tidak memiliki kesalahan apapun."

Ibu Juan mengambil inisiatif pertama untuk memecah sunyi. Semuanya nampak manggut-manggut setuju kecuali satu orang.

Givanya.

Ia lebih memilih sibuk mencubit lengan Juan sejak tadi, di bawah meja, karena kebetulan laki-laki itu duduk di sampingnya. Ia benar-benar akan menghabisi Juan setelah acara formal dadakan ini berakhir.

Juan akan benar-benar mati!

"Saya juga setuju, Jeng. Bagaimanapun, dibandingkan laki-laki lain, Juan pastilah yang paling mengenal Giva. Begitu pula sebaliknya, Giva yang paling mengenal Juan."

"Betul. Saya rasa Giva sangat cocok jadi menantu dari Moelya Group." Ayah Juan ikut bergabung dalam percakapan. Menambah pusing di kepala Giva karena perkataan Juan yang asal-asalan itu, para orang tua terlihat bahagia dan menaruh harapan besar. Juga menjadikannya berada disituasi yang tidak hanya pelik, namun juga menyebalkan.

Giva sudah tekankan bahwa ia tidak mau menikahi Juan.

Lalu dijebak seperti ini dan tidak bisa menolek, jelas menjadi sebuah situasi yang menyebalkan bagi Giva. Terlebih bila ia dan Juan saling beradu pandang, lantas laki-laki itu cengar-cengir seolah mengejek, duh! Giva benar-benar naik pitam.

"Kalau begitu, acara resminya akan dilangsungkan kapan?" tanya ayah Giva.

Ibu Juan sejenak berpikir. "Kita bisa tanya sama eyangnya Juan dulu soal hari baiknya." Tentu saja hari baik yang dimaksud adalah berdasarkan hitung-hitungan dalam versi orang jawa. Jangan lupa, ibu Juan lebih njawani lagi dibanding ibu Giva.

Maka malam itu berakhir setelah kedua keluarga tersebut makan malam dengan hangat seolah tanpa beban. Tidak lupa juga isi pembicaraan soal beberapa vendor yang akan digunakan dalam prosesi tunangan hingga pernikahan.

Sibuk.

Semuanya sibuk.

Kecuali Giva dan isi kepalanya yang rumit.

Namun dibandingkan mendebat, Giva lebih banyak terdiam. Boleh jadi ia marah sekali pada Juan, namun melunturkan senyum ayah dan ibunya ... pun Giva jelas tak tega. Oleh karena itu, dalam hatinya, Giva memilih tabah. Menerima pernikahan ini sebagai bentuk mengalah.

^^^^

to be continued

follow *nstgrm author yuk @nana.sshi_

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
aswin.sidiq11
sukaaa bagt tulisan iniiii. ayo kak up yang buanyakkkk
goodnovel comment avatar
wafiqas
ya ampun Givvvv
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 85 : Extra Part 3

    Lalu setelah puas memandang, mereka kembali menyatukan ciuman. Ciuman itu adalah perpaduan dari kecup dan pagut. Seolah belum cukup, sibuk menari-nari di dalam sana, lidah saling membelit. Juan menahan bobot tubuhnya dengan sebelah tangan agar membuat Giva nyaman. Lalu satu tangan lainnya, nakal sekali berlarian ke sana kemari. Awalnya di pipi Giva. Berpindah membelai rambut perempuan itu. Turun sebentar ke leher dan tulang selangka. Sesaat kemudian membelai lengan Giva, turun ke pinggang perempuan itu, menjalar ke pinggul dan meremas lembut sintal kepunyaan perempuan itu lama. Itu semua dilakukan Juan ketika bibirnya masih sibuk menginvasi setiap sudut bibir sang istri. Seperti musafir yang kehausan, Jujur saja, Juan jadi manusia yang sedikit serakah sekarang, tak puas-puas. Bahkan ketika Giva akhirnya memundurkan kepalanya, memutuskan ciuman mereka karena kehabisan napas, Juan masih terus menginginkannya lagi dan lagi. Ciuman itu. Rasa manis itu. "Sebentar," tahan Giva. "

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 84 : Extra Part 2

    Juan menatap pada bayi kecil cantik itu tanpa jeda. Padahal yang sibuk ditatap justru asik saja terlelap. Mengabaikan pandangan kagum, memuja, bersyukur dan penuh cinta dari sepasang mata yang mulai berkaca-kaca. Dalam gumaman yang pelan -karena takut membuat Daisy bangun- Juan berkali-kali mengucap terima kasih pada sang putri karena telah tumbuh dengan sehat dan kuat. Meski jauh dari dirinya. Sang ayah yang buruk. "Mau dilihatin sampai kapan anaknya, pak?" Giva yang baru selesai mandi mendapati Juan masih duduk di dekat box tidur Daisy. Memandang lekat dengan senyuman terpatri. "Loh ... loh ... kok nangis, pak?" Juan mencebik karena ejekan Giva. "I'm just feeling so grateful to Daisy." "Kenapa?" "Because she grew up cool even though she was far away from me." Juan kembali menatap Daisy. "Terima kasih karena dia mau menjadi anakku, Juan yang nggak ada keren-kerennya ini." Giva yang sedang sibuk mengeringkan rambut terkekeh. Ia meletakkan pengering rambutnya. "Kemana jiwa narsi

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 83 : Ektra Part 1

    Extra Chapter : Giva-Juan's Life After Not Getting Divorced Itu seperti sebuah keajaiban. Tatkala jantungnya kembali berdetak, menyapu bersih kekhawatiran dan duka yang menggelembung. Riuh tangis dan ketakutan berganti helaan napas lega dengan tubuh yang ambruk karena kehilangan daya. Tidak hanya satu manusia berama Givanya Nantika Soekma yang notabene jelas sedang dirongrong penyesalan. Para dokter yang berjibaku dengan lelehan keringat, pun para perawat yang sejatinya tak pernah mengenal secara personal sang pasien, hari itu, mereka semua, merasa sangat lega bersama-sama. Juan tidak jadi pergi. Juan masih bersama mereka. Seperti mendapatkan jackpot karena ia selamat setelah sekarat. "Giva." Gumaman pertama yang terdengar itu, menyadarkan lamunan Giva. Kini, mereka sudah berada di ruang inap biasa sekalipun sebenarnya Juan belum sadar pasca kejadian tadi. Walau begitu, masa kritisnya sudah lewat, progresnya sangat baik. Jadilah Giva dibolehkan untuk menunggu Juan di sisin

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 82 : Tempat Terakhir (02)

    "Juan, please ...," lirih Giva, di sudut ruangan, merintih dengan air mata luruh yang riuh. Ia menatap Juan yang sedang mendapatkan pertolongan karena tiba-tiba saja mengalami masa kritis lagi. "Juan ... maaf, karena aku terus keras kepala dan hanya ingin peduli pada diriku sendiri. Juan maaf ... karena nggak pernah memberikan kamu kesempatan. Juan ... aku sayang sama kamu, please, come back to us. Kita semua sayang kamu, aku juga, aku juga sayang kamu. Jangan tinggalin aku, Juan." Kata-kata itu membuat siapapun yang ada di ruangan -termasuk dokter dan perawat- merasa ikut sakit mendengarnya. Melolong memohon pada takdir, seorang Givanya Nantika Soekma, agar berkenan menghentikan mati merenggut suaminya. Ketika ia belum berbaikan. Ketika ia belum mengatakan cinta. Ketika ia belum meminta maaf. "Kata kamu, satu permintaan sebagai ganti permen itu, akan kamu gunakan suatu saat nanti. Jadi bangun, apapun yang kamu minta, aku akan kabulin semuanya, Juan, ayo ... bangun. Ayo kita hid

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 81 : Tempat Terakhir (01)

    "Sejak dulu, aku benci melihat bendera kuning di depan rumah-rumah orang. Sebab biasanya, itu tanda bahwa dunia seseorang sedang hancur di sana. Tapi ... aku kadang lupa diri. Bahwasanya, bendera kuning mungkin bukan hanya kepunyaan mereka dan keluarganya, tapi bisa menghampiri aku dan keluargaku kapan saja." -Givanya Nantika Soekma- **** Seseorang mengatakan bahwa regretting the past is like chasing after the wind. Hal itu berarti bahwa segala yang sudah terlewat sangat tidak mungkin diulang sehingga menyesalinya hanya akan menjadi kesia-siaan. Giva sadar itu. Ia dan penyesalannya kini adalah menyatu dengan diri. Dalam pandangan mata yang nanar di balik kaca yang memisahkan itu, hasil dari keras kepalanya ada di sana. Juan terkapar tak berdaya. Ibu Juan bilang bahwa itu bukan salah Giva. Tapi bagi Giva, ada andil dirinya di sana. Giva mengusap air matanya yang luruh. Merutuk dalam hati perihal ia yang sudah berkepala batu. Ketika Juan sudah berulang-ulang menjelaskan tentang k

  • FWB (Friend with Bonus)   Bab 80 : Jangan Tinggalkan Aku (02)

    "Tapi kamu eruh toh lek Juan ki dijebak Alysa?" Giva mengangguk. "Lah kenapa masih belum bisa maafin Juan?" "Seandainya dia ngabarin aku kalau mau ketemu Alysa, seandainya dia nggak matiin ponsel, seandainya dia nggak diam-diam buat ketemu perempuan itu ... nggak akan ada celah bagi Alysa untuk bikin semua kebohongan ini, bu." Ibu Giva menghela napas panjang. Ia tidak bisa menyalahkan rasa sakit putrinya akibat kelalaian dan kebohongan Juan. Namun melihat sang menantu sama hancurnya, ibu Giva jadi sama dilanda sedih juga. Tak perlu diragukan lagi, setelah usahanya untuk menemukan Giva di Belanda dengan kakinya sendiri tanpa bantuan siapapun, rasa cinta Juan tentu dipenuhi kesungguhan. "Jadi Juan setuju untuk berpisah, nduk?" Giva mengangguk. Ia tak sanggup menjawab dengan suaranya. Terlalu menyakitkan untuk melangkah menuju rangan hijau dan mengakhiri pernikahan. Tapi ... rasa sakit di hatinya juga masih terasa basah untuk ia memilih lupa dan melanjutkan pernikahannya. "Rencan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status