Share

Makhluk Mitologi

Beberapa menit sebelumnya, Shin sedang asik menghayati siluiet yang hadir karena cahaya. Terekam dalam bentuk jasmani. Namun, tidak padat atau tidak cair.

Makin lama di amati bayangan itu memunculkan sesosok yang menyerupai manusia dengan bentuk perawakan berbeda. Ternyata itu bukanlah pantulan tubuh Shin. Melainkan sesosok wanita bersayap. Bersetelan serba putih minimalis. Yakni, sehelai kain penutup pusar menjadi penghubung antara kemban dan bawahan yang terurai menjadi beberapa bagian. Penampilan simple tapi oversexed damagenya. Gadis itu mampu menyihir Shin dengan paras natural bak hawa yang di buang dari surga. Shin diam tertakluk untuk beberapa detik. Seumur hidup Shin belum pernah rasanya, bertemu dengan seorang yang nyaris sempurna seperti itu. Bahkan pesona gadis itu mampu mengalahkan kecantikan wajah dingin Helen.

Makhluk apa itu?

Shin  mengernyit heran. Membatinkan tanya dalam nurani. Keraguan bergelayut. Berbagai spekulasi makin lama semakin bercabang.

Manusia? Bukan. Shin merasa hanya dirinya manusia yang memiliki sayap.

Malaikat? Hmm. Mana ada malaikat berpostur tubuh wanita seksi.

Lambat laun gadis itu menengok kekiri dan kekanan. Menunduk atau menghadap kebelakang. Menampakan wajah gusar yang putih pucat bersinar. Sehingga menambah aura kecantikannya. Memanjakan mata bagi yang melihat. Kendati demikin gadis itu bersikap acuh tak acuh. Berpura-pura tak melihat Shin. 

Awalnya Shin mengangkat lengan. Niatnya, ingin menyapa gadis tersebut. Akan tetapi lindahnya tak mampu berucap. Sebab bingung hendak berkata apa.  Shin jadi salah tingkah. Dirinya terpaku, dengan keadaan melambaikan tangan.

Walaupun gadis itu sadar, Shin sedang mengamati tiap belahan auratnya. Dirinya tak marah atau risih. Malah sesekali gadis itu mencuri-curi pandang. Melirik Shin dari tepi kelopak mata.

Saat tengah menganalisa. Ada yang berbeda pada bagian tubuh gadis tersebut. Yakni kuping lancip memanjang. Ciri fisik tersebut bukanlah gambaran yang di miliki oleh manusia atau malaikat. Seketika Shin menyadari sesuatu. Dirinya lantas menebak, 

"Bidadari! Bukan itu manusia yang menjelma menjadi peri." Ungkap Shin yakin dengan teori gila. Dirinya tersenyum tipis, merasa senang. Bagaimana tidak, selama ini keberadaan peri hanya sekedar mitos yang di kisahkan dalam sebuah buku ataupun film. Kini ada tak jauh dari hadapannya.

"Penderitaan atas peperangan menyebabkan manusia lemah berevolusi menjadi peri seperti halnya kempompong mengubah ulat menjadi kupu-kupu. Sehingga manusia modern telah mencapai tingkat yang lebih tinggi." ujar Shin tercengang. Matanya melotot seperti akan keluar.

Tetapi berdasarkan skeptisme ilmu pengatahuan, peri itu adalah jenis makhluk dalam mitologi. Dimana kebenarannya tak bisa di buktikan secara ilmiah.

Shin tidak bisa menyimpulkan secepat itu. Kebingunan menyeruak. Shin berfikir keras. Mencoba menghubungkan antara teori sains dan fakta yang terlihat. Namun hasilnya nol. Sebab hanya ada satu peri yang muncul. Pasalnya selama ini ada jutaan jiwa manusia yang tertindas oleh peperangan. Lagi pula untuk memberikan bukti fisik pernyataannya, Shin perlu meneliti tiap organ dalam gadis tersebut. Apakah memiliki sel yang sama dengan manusia? Shin pasti tak mau. Dirinya bukanlah tipe ilmuwan yang keji.

Mungkin gadis itu adalah delusi fatamorgana. Sehingga dirinya mengalami halusinasi, pikir Shin.

Kemudian Shin megucek mata. Gunanya untuk memecahkan teka-teki obyek abstrak tersebut. Alhasil penglihatannya memudar. Kemudian Ia memfokuskan pandangan.  Benar saja. Gadis itu masih ada, dengan ekspresi tatapan masih kosong.

"Rupanya peri itu bukanlah imajinasi atau legenda. Melainkan makhluk mitologi yang nyata adanya. Lebih menariknya, hanya dapat di jumpai oleh orang yang beruntung. Dan manusia terpilih itu adalah aku, Shin Aikins." ujar Shin tersenyum sumringan. Dirinya merasa menjadi manusia paling istimewa.

Gadis itu mengepakkan sayapnya. Di lanjutkan dengan memutar tubuh membelakangi Shin. Dengan cepat gadis itu melesat pergi. Terbang mininggalkan Shin.

Mau kemana gadis itu?

Sontak Shin menjadi gelagapan. Bingung. Bagaimana cara menghentikan gadis tersebut. Lantas Shin memberanikan diri untuk berseru,

"Hey tunggu! Kau mau kemana?" 

Meskipun suara intonasi Shin terdengar keras. Gadis itu tak menjawab, seolah tak mendengar.

Merasa di abaikan. Spontan Shin tergiur untuk mengejar. Dirinya mengambil ancang-ancang. Selanjutnya Shin menekan tombol merah. Mirisnya, tombol navigasi tersebut kembali rusak. Walau telah di tekan dengn tenaga ekstra. Alhasil tiba-tiba saja sabuknya mengeluarkan asap berbau pengap. Serta percikan api.  Lantas ekspresi Shin berubah menjadi panik. Dalam sekejap Shin kehilangan taji. Keberaniannya tergoyahkan oleh keadaan mengerikan. Lantas Shin berubah pikiran. Dirinya tak tertarik lagi pada peri tersebut. Sebab Shin ingin menyelamatkan bagian terpenting dalam tubuhnya, walau ia harus mati.

"Lepaslah sayap! Aku sudah tidak peduli dengan peri itu, yang terpenting aku bisa menyelamatkan otakku. Jadi kumohon dewa kematian cabutlah nyawaku di hamparan tanah Zealandia bukan di luar angkasa."

Menurut Shin, walaupun sekujur tubuhnya patah karena terjatuh dari langit. Setidaknya, Shin ingin menyelamatkan kepalanya. Dengan harapan, para ilmuwan akan meneliti struktur jaringan pada otaknya. Shin membayangkan para ilmuwan sedang tercengang. Sebab melihat jumlah sel Glial milik Shin lebih banyak dari pada manusia biasa. Yakni sel Neuroglia yang berfungsi sebagai pendukung kerja sel saraf pada otak. Kemudian Shin juga berkeinginan otaknya akan di awetkan ke dalam mesium. Berdampingan dengan otak ayahnya. Tujuannya untuk memamerkan bentuk otak ilmuwan paling jenius di Zealandia.

Jadi begitulah mengapa keadaan belum juga tenang.

Di sisi lain, Jansen mendengar suara teriakan tak asing. Dirinya langsung terbang ke puncak gunung Rahtawu. 

Sesampainya, gurat cemas dan khawatir yang tergambar pada wajah Jansen seketika hilang, berganti ekspresi amarah. Terkait denga manik mata biru Helen yang bersinar. Seolah mata itu memberi tamparan keras baginya.

Kemudian Jansen melayang di hadapan Helen. Tubuh besar Jansen, seakan menjadi dinding yang menutupi penglihatan Helen. Dengan posisi berdiri tegap sembari menyilangkan lengan di dada. Serta sorot mata tajam, yang menyiratkan kebencian.

"Apa yang kau lakukan Helen? Kau sudah gila ya?" tanya Jansen menekan nada bicaranya.

"Minggir Jansen!" sentak Helen kesal, "Kau menghalangiku!"

"Non aktifkan Trilachonaya mu Helen!" ucap Jansen kembali menekan dengan lantang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status