Share

Bab 5 - Pertanyaan Baskara Yang Mengejutkan

Pertanyaan Baskara Yang Mengejutkan

Hari sudah menjelang petang, beberapa jam ke depan, sholat taraweh sudah akan dimulai. Pernikahan antara Lily dan Juna memang dilaksanakan satu hari sebelum memasuki bulan ramadan, dan saat ini, Lily sedang bersiap mengambil wudlu untuk melaksanakan sholat maghrib. Sekeluarnya dari kamar mandi, ia mengambil sajadah lalu dibentangkannya sajadah itu dan mulai bersiap untuk sholat. 

Suara dehaman membuatnya urung mengangkat tangan untuk takbiratul ikram.

"Sudah bersuami itu ya harusnya sholat berjamaah bersama dengan suaminya, bukan malah sholat sendiri," ujar Juna, pria yang kini resmi menjadi suami Lily.

Lily tertunduk. Bukan tertunduk malu melainkan tertunduk kesal, karena sindiran yang diucapkan Juna. Ia segera mengambil sajadah lagi untuk sang suami, ketimbang dirinya nanti  kena sindir lagi. 

Juna yang baru saja selesai mengambil wudlu, segera mengenakan baju koko dan sarungnya. Tak lama kemudian, mereka melaksanakan sholat maghrib secara berjama'ah. 

Setelah selesai sholat sunah ba'da maghrib, Lily mengambil mushaf Alqur'an dan mulai membacanya. Juna yang hendak mengganti kemeja kokonya mengurungkan niatnya. Ia memilih duduk di sofa yang berada di samping tempat tidurnya sambil memegang ponselnya berpura-pura membaca email-email  yang masuk hari ini, padahal sebenarnya ia ingin mendengar lagi suara sang istri melantunkan ayat-ayat suci seperti tadi.

Juna tertegun sejenak. What! Dia tadi sudah mengakui Lily sebagai istrinya???! gumamnya sendiri dalam hati.  

Padahal dia sebenarnya sama sekali tidak tertarik pada sosok Lily, gadis berambut lurus sebahu, dengan dua lesung pipi di kedua pipinya yang terlihat samar saat ia tersenyum. Tidak ada nilai lebih pada diri Lily yang bisa membuat dadanya berdesir. 

Alasan dirinya mau melakukan pernikahan ini hanya karena ancaman sang kakek yang akan harakiri bila ia tidak menyetujui permintaan sang kakek. Alasan yang sama dengan yang dilakukan pria tua itu pada Lily.

Juna kembali tersadar dari lamunannya. Ia diam-diam ikut mendengarkan lantunan ayat-ayat suci yang dibaca oleh Lily. Suara gadis itu terdengar begitu sejuk, pelan dan jelas. Juna suka irama lagu bacaan Lily.

Lily yang begitu fokus pada Alquran yang ada di hadapannya tidak tahu bila ia sedang disimak oleh Juna. 

Merasa sudah cukup banyak yang sudah ia baca, Lily kemudian mengakhiri bacaannya. 

Ia beranjak meninggalkan kamar itu. Lily lupa bila ia sudah menikah, sudah memiliki suami meski tanpa ada cinta diantara mereka. Seharusnya ia meminta ijin Juna selaku suaminya sekarang, untuk mengikuti sholat taraweh di masjid dekat rumahnya.

Lily keluar dari kamar dengan diikuti tatapan tajam Juna yang sama sekali tidak disadarinya.  Ia melangkah menuruni anak tangga satu persatu, hingga akhirnya dirinya sampai juga  di ruang keluarga. 

"Ehm, hebat ya... baru juga tadi pagi nikah, tapi kok masih aja mau keluyuran tanpa ijin suami." Tiba-tiba dirinya kembali mendengar sindiran tajam dari suara bariton yang sama yang ia dengar tadi saat hendak sholat maghrib sendirian. 

Lily menghentikan langkah kakinya lalu membalikkan tubuhnya ke asal suara. Tampak di belakangnya Juna yang duduk dengan memasang wajah angker.

Lily lantas menghela nafas kesal. Sebenarnya orang ini kenapa sih, batinnya mulai merasa risih. Siapa yang membangkang coba? Dirinya juga tidak terlibat percakapan yang berujung pada perdebatan dengan pria itu.

Tak lama Lily baru menyadari sesuatu. Kesalahan yang membuat dirinya mendapatkan dua kali sindiran gaje dari sang suami. Ia merutuki kebodohanmya sendiri. 

Dengan kepala tertunduk, menatap lantai, Lily berjalan mendekati Juna yang masih menatapnya tajam.

"Mmm... maaf," ucapnya lirih, nyaris tak terdengar, tanpa menatap Juna. 

Dirinya benar-benar lupa bila sudah menikah dan memiliki suami yang harus ia mintai ijin terlebih dulu bila hendak keluar rumah atau melakukan sesuatu.

"Ingat, kamu itu sudah menikah. Statusmu sekarang itu adalah istri seorang Juna. Meski kita menikah tanpa perasaan apa-apa, hukumnya tetap wajib bila kamu meminta ijin dari saya bila hendak keluar rumah atau melakukan sesuatu, apapun itu. Kecuali jika kau ingin menjadi istri yang durhaka, akan lain ceritanya nanti," ujar Juna sadis.

Lily seketika terkesiap. Perkataan Juna sungguh menyakiti perasaannya. Meski dirinya agak kelewatan, lupa bila telah menikah bukan berarti Juna bisa seenak mulutnya sendiri berbicara sekasar itu padanya.

Lumrahkan bila ia masih belum ingat  kalau sudah menikah mengingat bagaimana proses pernikahan ini terjadi. Semua serba mendadak. Dua hari yang lalu ia masih seorang gadis yang masih bebas dan masih bermanja-manja dengan sang mama. Kemudian hanya dalam hitungan jam, semua langsung berubah.

Lily masih berdiri mematung.  Dirinya masih sangat terkejut dengan ucapan Juna yang sangat melukai perasaannya. Menangis. Ya, Lily menangis dalam hati. Mengapa nasib menuntunnya memiliki pria bermulut pedas seperti ini sebagai suaminya?

Suara bariton memecah keheningan di antara pasangan pengantin baru itu.

"Kakak..." sapa laki-laki itu melangkah mendekat ke arah Juna sambil masih mengenakan tas ranselnya.

Juna mengalihkan pandangannya ke arah laki-laki itu , tersenyum senang lalu segera menghampiri adik semata wayangnya itu. 

"Mengapa baru datang sekarang?" Juna memeluk erat Baskara. Namun, Baskara tidak segera menjawab pertanyaan Juna karena perhatiannya tersita pada gadis yang berdiri tidak jauh darinya, yang saat itu juga sedang menatapnya. Baskara tertegun. Berulang kali ia mengerjap-kerjapkan matanya, tidak percaya dengan penglihatannya saat ini.

Apakah yang berdiri di depannya saat ini benar gadis itu? Gadis yang berhasil memaku hatinya yang membuat dirinya tidak bisa berpaling ke lain hati? Benarkah gadis itu Lily? Tanya-nya pada dirinya sendiri. Baskara perlahan melepaskan pelukannya dan mengangsur menjauh dari kakaknya, menatap bergantian dengan Lily.

"Siapa gadis itu?' tanya Baskara dengan harap-harap cemas.

"Makanya, jangan jadi anak bandel. Itu istri kakakmu. Kalau kau belum lupa tadi pagi kakakmu baru saja mengadakan ijab kabul sekalian resepsi, dan gadis di depanmu itu adalah istrinya, Lily. Namanya Lily." Kakek tiba-tiba saja sudah hadir di tengah-tengah mereka dengan kursi rodanya yang didorong oleh asistennya, Pak Yono.

"Cantikkan?! Menyesal kau sekarang. Salah sendiri menolak mentah-mentah permintaan kakek padahal belum melihat seperti apa orangnya. Rasakan kau sekarang." Kakek mengomel mengungkapkan kekesalannya yang kemarin ia pendam.

Baskara terkesiap. Ia mendadak merasa lemas, berusaha mencari pegangan untuk menopang dirinya. Wajahnya seketika pias dan tangannya mendadak dingin. Gadis yang lama ia incar dan ingin ia nikahi ternyata gadis yang kemarin ingin dijodohkan kakeknya untuk dirinya. Kepala Baskara mendadak berputar dan seketika pandangan matanya gelap. Juna dengan sigap menangkap tubuh limbung Baskara. Lily berteriak tertahan. Dibantu Pak Yono, Juna membopong tubuh Baskara masuk ke dalam kamar tamu.

Lily langsung berlari ke dapur mengambil air hangat untuk mengompres Baskara dan sebotol minyak kayu putih agar Baskara segera bangun dari pingsannya. Juna memandang Baskara heran.  Wajah adiknya itu begitu pucat. Habis pergi darimana anak ini, gumamnya disela-sela keheranannya. Pak Yono ke dapur untuk membuat teh panas. 

Lima belas menit berlalu, Baskara tidak kunjung sadar. Juna masih setia menunggu. Kali ini tidak hanya Lily, kakek dan pak Yono yang berada di kamar itu, tapi juga kedua orang tua mereka.

"Engg..." Baskara mengerang pelan. Dirinya perlahan berusaha membuka matanya. Juna segera mendekat ke samping tempat tidur Baskara. Dilapnya kening Baskara dengan kain kompres yang sebelumnya sudah disiapkan Lily.

"Minumlah dulu.." Juna mendekatkan bibir gelas yang berisi teh panas ke mulut Baskara. Baskara meminum sedikit demi sedikit teh panas itu.

Baskara menyudahi minumnya. Ia kini bersandar di headboard kasurnya. Ia terus menatap Lily yang kebetulan saat itu juga tengah menatap dirinya.

Ah, mata itu, gumam Baskara dalam hati. Bibir itu. Baskara menelan kembali salivanya. Ditatapnya intens wajah gadis di hadapannya itu. Betapa ia merindukan gadis itu. Selama dua tahun ia tidak bertemu. Kini, mereka bertemu dalam keadaan dan status yang sudah berbeda. 

Kemudian terucap beberapa kalimat dari bibir baskara yang mampu membuat semua orang di ruangan itu terhenyak dan terngaga lebar.

"Apakah pernikahan kalian bisa dibatalkan?" 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Lavender My Name
sholat maghrib sholat wajib, tapi sholat ba'da maghrib(sholat setelah sholat maghrib) sebanyak 2 rakaat itu termasuk sholat sunah.,,...
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Kok sunah ba'da Maghrib thor...bukanya shalat Maghrib itu shalat wajib
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status