Share

Bab 4 - Flashback 2

Flasback 2

Juna masih sibuk mewawancarai dirinya sendiri. Antara sang kakek dan egonya, mana yang akan ia pilih. 

Baskara beranjak dari tempat duduknya, ia menatap ke arah Juna lalu berbicara sesuatu yang membuat Juna merasa kesal bukan main.

"Karena aku adalah anak nomor dua, berarti kewajiban kakaklah untuk mengikuti keinginan kakek. Jangan sampai gadis pilihan kakek ditumbuhi lumut saking lamanya menunggu jawaban kakak atas permintaan terakhir kakek," ujar Baskara lalu meninggalkan ruangan itu.

Adik durhaka. Dasar tak tahu terimakasih. Bila bukan dirinya yang mengorbankan diri untuk menggantikan sang papa mengelola perusahaan jasa konstruksi yang sudah dirintis sejak papanya masih muda, tentu Baskara tidak bisa sesantai ini. Tatapannya memandang nanar pintu yang baru saja dilalui Baskara.

Setelah berpikir sekian lama, akhirnya ia memutuskan untuk melihat dulu seperti apa gadis yang hendak dinikahkan dengannya. 

"Oke, Ma. Juna ingin melihat dulu foto gadis pilihan kakek itu." Juna menatap serius kedua orangtuanya.

"Kamu memang putra mama yang sangat Mama banggakan, tapi sayang, yang tahu seperti apa gadis itu, hanya kakek seorang," jawab mamanya jujur.

Hah! Juna dibuat terbengong mendengar perkataan sang mama. Lalu, bagaimana ia bisa menyelidiki latar belakang calon istrinya itu. Otaknya mendadak buntu. 

Tiba-tiba terdengar suara batuk-batuk dari dalam kamar tamu. Juna dan kedua orangtuanya bergegas masuk ke kamar tersebut.

" Hei, kau, cucu yang tidak berbakti. Aku tidak mau melihatmu lagi. Pergi sana. Jangan sampai aku melihatmu lagi. Sana, pergi jauuh dari mataku!" Sang kakek kumat lagi.

Juna menarik nafas, lalu berjalan mendekati sang kakek. Ia duduk di samping tempat tidur kakeknya itu dan berkata, " Juna akan memenuhi permintaan kakek," jawabnya dengan nada pasrah.

Raut wajah laki-laki tua itu langsung berubah menjadi sumringah, seperti layaknya anak kecil yang diperbolehkan makan es krim oleh kedua orangtuanya. Juna menjadi terharu. Mungkin ini saat yang tepat, dirinya menjadi cucu yang berbakti pada kakeknya.

"Nah, begitu kan bagus. Akan ada seseorang yang akan membuatmu merasa nyaman dan menghilangkan rasa capek dan penatmu," ucap sang kakek bahagia.

"Besok kakek akan meminta fotonya. Percaya pada kakek, Baskara pasti akan menyesal," ujar kakek. Juna menganggukkan kepalanya pasrah, bangkit dari duduknya dan  melangkah meninggalkan kamar itu menuju  kamar pribadinya. Rasa lengket membuat Juna  ingin segera mengguyur badannya  dengan air pancuran.

"Kalian harus mendukungku. Awas, kalau kalian berani melawanku," ujar orangtua itu pada anak dan menantunya. Rahman dan Yuliani hanya berani menganggukkan kepala mereka dengan pasrah, sama seperti anaknya.

Juna kini terbaring di atas kasur king sizenya. Ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia telah melakukan hal yang benar. Yang jadi masalah sekarang, bagaimana caranya ia bisa tahu seperti apa gadis pilihan kakeknya itu. 

Juna merasa takut dan tidak tahu bagaimana nanti bersikap bila saatnya tiba untuk bertemu dengan gadis itu. Ia belum pernah dekat dengan seorang gadis meski hanya sekedar bertegur sapa . Baginya, seorang gadis atau seorang wanita adalah makhluk yang paling rumit, dan Juna tidak suka kerumitan diluar urusan pekerjaan. 

Dua minggu kemudian ia mendapat telpon dari sang papa saat ia sedang berada di luar kota. Rahman  menyuruh putranya untuk melihat rekaman cctv yang dikirimnya.

Merasa penasaran, Juna langsung mengecek emailnya dan membuka kiriman video yang dimaksudkan papanya. Tampak seorang gadis menangis sesenggukan seorang diri di kursi tunggu yang berada tepat di depan ruang ICU sebuah rumah sakit.

Tak berapa lama, tampaklah mama, asisten papanya dan sepupunya Ines, menghampiri sang gadis. Gadis itu tak hentinya menangis, bukan lagi menangis sesenggukan melainkan menangis tersedu-sedu sambil berulang kali membungkuk-bungkukkan tubuh dan kepalanya ke hadapan sang nenek dan orangtuanya. Mereka lalu terlibat pembicaraan yang Juna tidak bisa mendengar pembicaraan apa. Gadis itu memiliki rambut panjang sebahu. Namun Juna tidak bisa melihat seperti apa wajah gadis itu.

Ponselnya berdering. Terdengar suara papanya diujung sana.

"Itu gadis yang akan menikah denganmu besok. Saat ini dokumen dan semua sudah disiapkan Burhan. Persiapkan dirimu," ujar papanya lalu mematikan sambungan telpon itu secara sepihak. Juna berusaha menghubungi papanya kembali.

"Halo..., Pa.. Urusan Juna disini belum selesai. Baru satu tender yang bisa Juna selesaikan, masih ada 2 meeting lagi, yang nilai tendernya lebih besar," terangnya, berusaha meminta waktu paling tidak sehari, untuk menyelesaikan pekerjaannya.

"Kakekmu sekarang sedang kritis. Apa kamu ingin kakekmu meninggal hanya karena menunggumu menyelesaikan urusanmu?" jawab papanya dingin dan ketus.

Juna duduk terhenyak di sofa kamarnya menginap. Masih ada beberapa tender yang harus ia menangkan kali ini, paling tidak 2 tender lagi. Ia baru mengetahui sakitnya sang kakek dari telpon papanya barusan. Itulah sebabnya, ia tidak  berada di rumah sakit saat sang kakek terbaring sakit akibat kekeras-kepalaannya sendiri, hanya agar gadis muda bernama Lily itu bersedia menikah dengan salah satu cucunya, dirinya atau Baskara. Ia dengan sangat terpaksa meminta penjadwalan ulang kepada calon rekanannya. 

Juna langsung menghubungi agen perjalanan langganannya untuk memesankan satu tiket penerbangan pulang hari ini juga. 

-0- 

Acara ijab kabul berjalan lancar. Kini, Juna dan Lily sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Ini adalah kali pertama dirinya bertemu dengan gadis itu. Gadis itu baru saja dipertemukan dengannya setelah prosesi ijab kabul selesai. Mereka berjalan bersama menuju ke pelaminan untuk mengikuti rangkaian acara selanjutnya.

Tidak ada sepatah katapun yang terucap di antara keduanya. Mereka saling bungkam, tanpa menyapa satu sama lain. Bukti bila mereka sama-sama terpaksa menjalani  pernikahan ini. Juna tampak pintar dalam memainkan perannya sebagai pengantin pria yang berbahagia dengan pernikahannya, berbeda dengan Lily. Gadis itu hanya menampakkan wajah datarnya. 

Juna melirik gadis di sampingnya, lalu membisikkan sesuatu yang langsung membuat Lily gelagapan. Lily langsung berusaha semaksimal mungkin, menampakkan wajah bahagianya. Terus tersenyum tanpa mengucapkan kata-kata apapun. Bukan tanpa alasan Lily bersikap seperti itu. Dirinya masih belum menerima semua ini dengan ikhlas. Alasan apa yang membuat  si kakek tua menjodohkan cucu laki-lakinya dengan Lily, masih menjadi misteri dan sangat menganggu pikiran gadis itu. 

Ketika ia melihat kehadiran kedua orang tuanya, Lily secara spontan berdiri dari duduknya dan langsung melangkahkan kakinya, hendak menghampiri keduanya. Namun, Juna langsung menarik tangan Lily hingga gadis itu urung melanjutkan langkahnya.

"Mau kemana? Masih banyak tamu yang ingin memberi ucapan. Kembali ke tempatmu semula!" Juna memberi perintah tegas pada Lily. 

Lily menatap kesal lelaki itu. Dengan mendengus, ia kembali duduk di tempatnya semula. Aku akan membuat perjanjian kontrak dengan pria ini. Ia tampaknya sama sepertiku, sama-sama terpaksa menjalankan ini semua. Jadi, perjanjian hitam di atas putih bisa menjadi solusi diriku agar bisa segera lepas dari pernikahan palsu ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status