Flasback 2
Juna masih sibuk mewawancarai dirinya sendiri. Antara sang kakek dan egonya, mana yang akan ia pilih.
Baskara beranjak dari tempat duduknya, ia menatap ke arah Juna lalu berbicara sesuatu yang membuat Juna merasa kesal bukan main."Karena aku adalah anak nomor dua, berarti kewajiban kakaklah untuk mengikuti keinginan kakek. Jangan sampai gadis pilihan kakek ditumbuhi lumut saking lamanya menunggu jawaban kakak atas permintaan terakhir kakek," ujar Baskara lalu meninggalkan ruangan itu.Adik durhaka. Dasar tak tahu terimakasih. Bila bukan dirinya yang mengorbankan diri untuk menggantikan sang papa mengelola perusahaan jasa konstruksi yang sudah dirintis sejak papanya masih muda, tentu Baskara tidak bisa sesantai ini. Tatapannya memandang nanar pintu yang baru saja dilalui Baskara.Setelah berpikir sekian lama, akhirnya ia memutuskan untuk melihat dulu seperti apa gadis yang hendak dinikahkan dengannya. "Oke, Ma. Juna ingin melihat dulu foto gadis pilihan kakek itu." Juna menatap serius kedua orangtuanya."Kamu memang putra mama yang sangat Mama banggakan, tapi sayang, yang tahu seperti apa gadis itu, hanya kakek seorang," jawab mamanya jujur.Hah! Juna dibuat terbengong mendengar perkataan sang mama. Lalu, bagaimana ia bisa menyelidiki latar belakang calon istrinya itu. Otaknya mendadak buntu. Tiba-tiba terdengar suara batuk-batuk dari dalam kamar tamu. Juna dan kedua orangtuanya bergegas masuk ke kamar tersebut." Hei, kau, cucu yang tidak berbakti. Aku tidak mau melihatmu lagi. Pergi sana. Jangan sampai aku melihatmu lagi. Sana, pergi jauuh dari mataku!" Sang kakek kumat lagi.Juna menarik nafas, lalu berjalan mendekati sang kakek. Ia duduk di samping tempat tidur kakeknya itu dan berkata, " Juna akan memenuhi permintaan kakek," jawabnya dengan nada pasrah.Raut wajah laki-laki tua itu langsung berubah menjadi sumringah, seperti layaknya anak kecil yang diperbolehkan makan es krim oleh kedua orangtuanya. Juna menjadi terharu. Mungkin ini saat yang tepat, dirinya menjadi cucu yang berbakti pada kakeknya."Nah, begitu kan bagus. Akan ada seseorang yang akan membuatmu merasa nyaman dan menghilangkan rasa capek dan penatmu," ucap sang kakek bahagia."Besok kakek akan meminta fotonya. Percaya pada kakek, Baskara pasti akan menyesal," ujar kakek. Juna menganggukkan kepalanya pasrah, bangkit dari duduknya dan melangkah meninggalkan kamar itu menuju kamar pribadinya. Rasa lengket membuat Juna ingin segera mengguyur badannya dengan air pancuran."Kalian harus mendukungku. Awas, kalau kalian berani melawanku," ujar orangtua itu pada anak dan menantunya. Rahman dan Yuliani hanya berani menganggukkan kepala mereka dengan pasrah, sama seperti anaknya.Juna kini terbaring di atas kasur king sizenya. Ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia telah melakukan hal yang benar. Yang jadi masalah sekarang, bagaimana caranya ia bisa tahu seperti apa gadis pilihan kakeknya itu. Juna merasa takut dan tidak tahu bagaimana nanti bersikap bila saatnya tiba untuk bertemu dengan gadis itu. Ia belum pernah dekat dengan seorang gadis meski hanya sekedar bertegur sapa . Baginya, seorang gadis atau seorang wanita adalah makhluk yang paling rumit, dan Juna tidak suka kerumitan diluar urusan pekerjaan. Dua minggu kemudian ia mendapat telpon dari sang papa saat ia sedang berada di luar kota. Rahman menyuruh putranya untuk melihat rekaman cctv yang dikirimnya.Merasa penasaran, Juna langsung mengecek emailnya dan membuka kiriman video yang dimaksudkan papanya. Tampak seorang gadis menangis sesenggukan seorang diri di kursi tunggu yang berada tepat di depan ruang ICU sebuah rumah sakit.Tak berapa lama, tampaklah mama, asisten papanya dan sepupunya Ines, menghampiri sang gadis. Gadis itu tak hentinya menangis, bukan lagi menangis sesenggukan melainkan menangis tersedu-sedu sambil berulang kali membungkuk-bungkukkan tubuh dan kepalanya ke hadapan sang nenek dan orangtuanya. Mereka lalu terlibat pembicaraan yang Juna tidak bisa mendengar pembicaraan apa. Gadis itu memiliki rambut panjang sebahu. Namun Juna tidak bisa melihat seperti apa wajah gadis itu.Ponselnya berdering. Terdengar suara papanya diujung sana."Itu gadis yang akan menikah denganmu besok. Saat ini dokumen dan semua sudah disiapkan Burhan. Persiapkan dirimu," ujar papanya lalu mematikan sambungan telpon itu secara sepihak. Juna berusaha menghubungi papanya kembali."Halo..., Pa.. Urusan Juna disini belum selesai. Baru satu tender yang bisa Juna selesaikan, masih ada 2 meeting lagi, yang nilai tendernya lebih besar," terangnya, berusaha meminta waktu paling tidak sehari, untuk menyelesaikan pekerjaannya.
"Kakekmu sekarang sedang kritis. Apa kamu ingin kakekmu meninggal hanya karena menunggumu menyelesaikan urusanmu?" jawab papanya dingin dan ketus.
Juna duduk terhenyak di sofa kamarnya menginap. Masih ada beberapa tender yang harus ia menangkan kali ini, paling tidak 2 tender lagi. Ia baru mengetahui sakitnya sang kakek dari telpon papanya barusan. Itulah sebabnya, ia tidak berada di rumah sakit saat sang kakek terbaring sakit akibat kekeras-kepalaannya sendiri, hanya agar gadis muda bernama Lily itu bersedia menikah dengan salah satu cucunya, dirinya atau Baskara. Ia dengan sangat terpaksa meminta penjadwalan ulang kepada calon rekanannya.Juna langsung menghubungi agen perjalanan langganannya untuk memesankan satu tiket penerbangan pulang hari ini juga.
-0-Acara ijab kabul berjalan lancar. Kini, Juna dan Lily sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Ini adalah kali pertama dirinya bertemu dengan gadis itu. Gadis itu baru saja dipertemukan dengannya setelah prosesi ijab kabul selesai. Mereka berjalan bersama menuju ke pelaminan untuk mengikuti rangkaian acara selanjutnya.
Tidak ada sepatah katapun yang terucap di antara keduanya. Mereka saling bungkam, tanpa menyapa satu sama lain. Bukti bila mereka sama-sama terpaksa menjalani pernikahan ini. Juna tampak pintar dalam memainkan perannya sebagai pengantin pria yang berbahagia dengan pernikahannya, berbeda dengan Lily. Gadis itu hanya menampakkan wajah datarnya.
Juna melirik gadis di sampingnya, lalu membisikkan sesuatu yang langsung membuat Lily gelagapan. Lily langsung berusaha semaksimal mungkin, menampakkan wajah bahagianya. Terus tersenyum tanpa mengucapkan kata-kata apapun. Bukan tanpa alasan Lily bersikap seperti itu. Dirinya masih belum menerima semua ini dengan ikhlas. Alasan apa yang membuat si kakek tua menjodohkan cucu laki-lakinya dengan Lily, masih menjadi misteri dan sangat menganggu pikiran gadis itu.
Ketika ia melihat kehadiran kedua orang tuanya, Lily secara spontan berdiri dari duduknya dan langsung melangkahkan kakinya, hendak menghampiri keduanya. Namun, Juna langsung menarik tangan Lily hingga gadis itu urung melanjutkan langkahnya.
"Mau kemana? Masih banyak tamu yang ingin memberi ucapan. Kembali ke tempatmu semula!" Juna memberi perintah tegas pada Lily.
Lily menatap kesal lelaki itu. Dengan mendengus, ia kembali duduk di tempatnya semula. Aku akan membuat perjanjian kontrak dengan pria ini. Ia tampaknya sama sepertiku, sama-sama terpaksa menjalankan ini semua. Jadi, perjanjian hitam di atas putih bisa menjadi solusi diriku agar bisa segera lepas dari pernikahan palsu ini.
Pertanyaan Baskara Yang Mengejutkan Hari sudah menjelang petang, beberapa jam ke depan, sholat taraweh sudah akan dimulai. Pernikahan antara Lily dan Juna memang dilaksanakan satu hari sebelum memasuki bulan ramadan, dan saat ini, Lily sedang bersiap mengambil wudlu untuk melaksanakan sholat maghrib. Sekeluarnya dari kamar mandi, ia mengambil sajadah lalu dibentangkannya sajadah itu dan mulai bersiap untuk sholat.Suara dehaman membuatnya urung mengangkat tangan untuk takbiratul ikram."Sudah bersuami itu ya harusnya sholat berjamaah bersama dengan suaminya, bukan malah sholat sendiri," ujar Juna, pria yang kini resmi menjadi suami Lily.Lily tertunduk. Bukan tertunduk malu melainkan tertunduk kesal, karena sindiran yang diucapkan Juna. Ia segera mengambil sajadah lagi untuk sang suami, ketimbang dirinya nanti kena sindir lagi.Juna yang baru saja selesai mengambil wudlu, segera mengenakan baju kok
Siapa Pria Itu? Semua yang berada di kamar itu terkejut. Terlebih Lily, ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Juna mengepalkan kedua tangannya. Ingin ia melayangkan bogem mentahnya ke wajah Baskara saat itu bila ia tidak ingat adiknya itu baru saja sadar dari pingsannya dan wajah itu masih terlihat lemah dan pucat. Mama Amelia yang tidak kalah terkejut dengan pertanyaan Baskara, berjalan mendekati Baskara dan duduk di pinggir kasur empuk itu. "Apakah kepalamu masih pusing? Belum makan sejak pagi?" Baskara terus di berondong Amelia terkait pertanyaan yang dianggap halusinasi Baskara sesaat karena dirinya baru saja sadar dari pingsannya. Pak Broto menghela nafas kasar. Ia tahu bahwa cucunya itu sedang menahan kecewa karena telah salah memilih langkah. Penyesalan selalu datang terlambat kan? Pak Broto langsung mengajak Pak Yono untuk mengantarkannya kembali beristirahat di kamarnya, tidak tega melihat wajah penu
Niat Lily dan Ingatan Baskara Baskara kembali memejamkan matanya. Obat yang baru saja ia minum mulai bereaksi. Pikirannya masih terbayang-bayang gadis yang tadi ia lihat di samping kakaknya. Lily, gumamnya lirih. Lupakah gadis itu padanya, tanyanya dalam hati. Diantara bayang-bayang Lily, Baskara akhirnya tertidur. Satu jam kemudian, Baskara terbangun dari tidurnya. Sakit kepala yang di deritanya mulai berangsur hilang, badannya kini lebih enteng dibanding sebelumnya. Pakaiannya basah karena keringat yang berhasil keluar dari pelipis dan sekujur tubuhnya. Baskara lantas bangun dari tidurnya secara perlahan. Ia berjalan ke kamar mandi, membasuh wajahnya dan bersikat gigi. Hari sudah subuh, ia bergegas menunaikan kewajibannya sebelum matahari meninggi, lalu keluar dari kamarnya. -0- Lily mengambil mushaf Alquran yang ada di lemari buku yang letaknya paling tinggi. Setelah sahur, ia menyegerakan diri untuk bersiap menunaikan sholat subuh, bukan di masjid, namun sendiri di kamarnya. Ju
Kakek Tua Yang Menyebalkan Lily bangun pagi seperti biasa, namun bangun dengan perasaan yang luar biasa bahagia. Rona bahagia terlihat jelas sejak ia membuka matanya. Lili berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya mengusir rasa malas dan kantuk yang masih sedikit menggantung di pelupuk matanya dan dengan cepat keluar dari kamar hendak membantu menyiapkan santapan sahur. Tampak olehnya, pria yang hobbynya berkata pedas padanya masih terlelap tidur, membuat lily berjalan sedkit pelan agar tidak membangunkannya.Lily menyiapkan empat piring dan 4 mangkuk kecil sebagai wadah untuk menikmati sup jamur yang ia masak sendiri. Lily memasak sup jamur spesial untuk suaminya sebagai ungkapan terimakasih karena sudah mengijinkan dirinya untuk bekerja kembali. Ia menyiapkan semua itu dengan perasaan yang bahagia.Ia bersenandung kecil ketika menaiki tangga hendak membangunkan suaminya. Baru saja dirinya tiba di depan pi
Ada Apa Dengan Laki-laki itu Sepasang pengantin baru itu terdiam dalam perjalanan menuju kantor Lily. Lily yang awalnya sangat bersemangat menyambut hari ini, menjadi lemas ketika ia mendengar jawaban Juna atas pertanyaan yang ia ajukan saat melihat Juna mengenakan jaket dan meraih kontak mobil di atas meja riasnya, saat ia sudah bersiap untuk mengenakan tas selempangnya."Peraturan pertama, berangkat aku yang antar, pulang aku yang jemput. Tidak setuju tidak usah masuk kerja lagi," jawab Juna dengan nada tegas tak terbantahkan.Impiannya menikmati kebebasan berangkat kerja sendiri buyar seketika mendengar perkataan Juna itu.Ia berulang kali berdecih kesal mengungkapkan kekecewaannya, namun Juna bersikap acuh, tidak menanggapi kekesalan Lily.Lily terus diam menatap jalan. Lama kelamaan ia tidak tahan dengan keheranannya. Mengapa Juna bisa tahu letak kantornya padahal ia belum pernah ke sana, bahkan sewaktu berangkat tadipu
Tidakkah Kita Saling Mengenal Dulu? Ponsel Lily yang berada di atas mesin jahit tiba-tiba berbunyi. Jam dinding yang berada di ruangan itu sudah menunjukkan pukul 3 sore.Lily menggeser tombol berwarna hijau." Assalammu"alaikum.""Waalaikumsalam. Aku sudah di depan ruanganmu. Cepat buka!" Suara ketus Juna terdengar.Lily bersegera membukakan pintu ruangannya yang tadi ia tutup karena ia hendak melaksakan sholat ashar di ruangannya."Kenapa pakai ditutup segala sih pintunya," omel Juna saat melangkah masuk ruangan bernuansa hijau tosca itu. "Saya kan sedang sholat ashar suamiku sayang," ujar Lily tanpa menyadari sapaan yang baru saja terlontar dari bibirnya.Juna tercenung mendengar sapaan Lily barusan. Serius itu tadi yang mengucapkan Lily, istrinya si gadis aneh? Suamiku sayang? Rasa panas menjalar ke seluruh wajah Juna, ia mendadak gugup. Salah tingkah sendiri. Bila set
KenanganLily terkesiap, mendengar pertanyaan laki-laki di depannya. Pandangannya semakin dalam seakan mencari kebenaran ucapan laki-laki itu. Detik berikutnya, Lily semakin merasa tidak berdaya."Tidakkah kita saling mengenal dulu?" Ia mengulangi lagi pertanyaannya, sambil tersenyum menatap Lily yang hanya diam mematung menatapnya. Mata bulat penuh binar itu tidak berubah, tetap indah seperti dulu, Baskara menggumam dalam hati. Dirinya terus saja mengamati wajah gadis di depannya yang masih menatap dirinya dalam diam. Lily tersadar dari diamnya lalu berdeham, menghilangkan kekakuan yang tercipta di antara mereka. "Maaf..." ucapnya pelan, seakan takut suaranya akan terdengar oleh orang lain selain mereka berdua. Baskara menangkap sikap Lily yang canggung. Ia tidak menyalahkan Lily. Dirinya dulu pernah menemani Lily untuk beberapa saat tanpa status hubungan yang jelas. Baik dirinya maupun Lily menjalani semu
Tekad Juna Seminggu sudah Lily berangkat dan pulang kerja bersama dengan Juna, dan dalam seminggu itu pula tidak begitu banyak perubahan yang terjadi pada hubungan mereka berdua. Juna masih dengan sikap ketusnya dan menjadi semakin dingin setiap kali melihat bagaimana Baskara memperlakukan Lily dengan begitu lembut, berbanding terbalik dengan dirinya. Hari ini, seperti biasa kebisuan menemani mereka selama perjalanan pulang hingga mobil sedan itu memasuki pekarangan luas keluarga Broto. Keduanya memasuki rumah dengan berjalan beriringan, terus melewati ruang tamu dan ruang keluarga, menaiki tangga hingga tibalah mereka di kamar mereka. Juna melepas sepatunya dan menggantinya dengan selop kamar, lalu melepas dasi dan kemejanya. Tinggallah sekarang dirinya hanya mengenakan kaos singlet masih dengan celana panjang yang sama. Sedangkan Lily,