Share

jadi nama dia Shena

“Loh, Naura kenapa kamu lama sekali jalan ke sini?” tanya pak Adi heran, pasalnya Naura datang lebih lambat dari yang lain padahal namanya yang dipanggil lebih dulu.

Naura memperlihatkan deretan gigi rapinya, lalu segera meminta maaf, dia beralasan ke toilet sebentar atas keterlambatannya.

“Yasudah, berhubung semua peserta sudah berkumpul bapak ada beberapa pengumuman untuk kalian.”

“Pertama-tama selamat kepada kalian yang terpilih, sejauh ini kalian pasti sudah tahu partner masing-masing dalam setiap mata pelajaran yang akan kalian ikuti dalam olimpiade. Dan bapak akan membuka kelas tambahan di setiap jam istirahat kedua hingga pelajaran terakhir selesai, kalian tidak di wajibkan ikut serta dalam pelajaran di kelas. Sebagai gantinya kalian akan diberikan tugas pengganti setiap minggunya, bagaimana apa ada yang merasa keberatan? Silahkan sampaikan pendapat kalian sekarang.”

Pak Adi mengakhiri penjelasannya, lelaki berumur 45 tahun itu memandangi muridnya satu-persatu, beberapa detik menunggu tak ada yang bersuara. Lelaki paruh baya itu bernafas lega, setidaknya dia tidak perlu mengatur ulang jadwal lagi.

“Bapak anggap kalian semua setuju, kalian boleh pergi, istirahat kedua kalian datanglah ke laboratorium biologi langsung bawa tas masing-masing.” Semua murid disana mengangguk paham, lalu setelah salim satu persatu mereka mulai melangkah keluar.

“Eh yang bagian fisika tunggu di sini sebentar,” pinta pak Adi, Laura membalikkan badannya kembali lalu berdiri mendekat kearah pak Adi. Matanya yang sedari tadi merunduk ke bawah perlahan-lahan menatap ke samping, gadis itu penasaran siapakan gerangan partnernya? Sepasang kaki besar di sampingnya membuat Laura penasaran luar biasa.

“Jadi partner gue cowok?” batin Laura sambil mencuri pandang kearah laki-laki di sampingnya, ketika mata keduanya beradu Laura tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

“Lo” ujar Laura tanpa sadar, membuat Shena menatap gadis di hadapannya heran.

“Gue mimpi apa sih semalem? Kenapa hari ini sial mulu. Yaampun Laura lo kemana aja nggak tahu kalo mereka satu sekolah sama lo bego!” batin Laura langsung mencoba menutupi wajahnya dengan tangan, malu karena dia

Wajar sih jika Laura tidak tahu teman seangkatannya, gadis itu tidak banyak melakukan interaksi di sekolah dan tidak juga aktif dalam organisasi. Waktunya dia habiskan untuk bekerja paruh waktu, dan belajar di rumah.

“Untuk bagian fisika, lebih banyak materi yang harus dipelajari untuk olimpiade kali ini. Jadi bapak minta selain di sekolah kalian bisa buat kelompok belajar juga untuk persiapan lebih matang. Bagaimana Laura, Shena kalian bisakan sedikan waktu?” Pak Adi kembali sambil menyerahkan buku paket tebal pada kedua muridnya yang tersisa.

Kedatangan pak Adi menyelamatkan Laura dari suasan akwardnya bersama Shena. Gadis itu mengambil udara sebanyak yang dia bisa untuk menutupi kegugupannya.

“Oh nama dia Shena, tapi dia kelas berapa? Kenapa gue nggak pernah liat,” pikir Laura.

“Baik pak.” Laura mengangguk paham lalu segera berpamitan lebih dulu meninggalkan mereka di sana, gadis itu bahkan tidak menengok ke belakang sama sekali.

“Shena, bapak mohon kamu lebih serius dalam olimpiade kali ini. Kamu berhenti berulah, jangan sia-siakan kesempatan bagus,” nasihat pak Adi.

Shena mengangguk kecil tak mau berlama-lama mendengarkan ocehan pak Adi, kemudian berpamitan dan segera meluncur ke kantin bi Eem bukan ke kelasnya. Dia terlalu malas bertemu dengan pak Aji—nama guru bahasa arab yang diberikan oleh Shena khusus untuk pak Rully. Pak Aji terlalu sensitive dengan kehadiran Shena, guru veteran itu selalu menjadikan Shena sasaran empuk untuk membaca huruf gundul. Huruf biasa saja Shena masih latah apalagi gundul, itu sama saja pak Rully membunuh Shena tanpa menyentuh namanya.

“Anasthasa Naura Banuska. Nama yang aneh tapi muka dia kek nggak asing,” pikir Shena, entah semenjak kedatangan gadis itu tadi matanya tidak henti memperhatikan Laura. Shena merasa pernah bertemu gadis itu tapi dia tidak ingat di mana.

***

Bel tanda pelajaran telah usai berbunyi, Nala menatap heran pada Laura yang sudah merapikan alat tulis dan barang-barangnya ke dalam tas. Nala tidak salah dengar kan tadi? Bukannya tadi bel jam istirahat kedua bukan bel pulang sekolah.

“Ra, lo sakit? Pulang duluan gitu?” tanya Nala penasaran.

“Gue harus ikut kelas tambahan La buat olimpiade, entar bilangin yah ke guru,” pinta Laura.

Nala mengangguk paham, lalu memberikan semangat kepada sahabatnya dengan heboh. Gadis pendek itu memilih berjalan menuju lapangan, sudah pasti dia ingin melihat seseorang yang telah lama mencuri hatinya. Jam segini pasti dia setia melihat mas crush dari jauh yang sedang latihan basket di lapangan.

Laura berjalan menuju laboratorium biologi, kali ini gadis itu banyak menutupi wajahnya dengan rambut bertujuan agar orang-orang yang terlibat masalah dengannya tadi malam tidak mengenali Laura. Gadis itu berjalan cepat, sambil memperhatikan orang sekitar.

“Hoi.” Langkah Laura terhenti melihat Shena yang sudah menunggunya di depan lorong. Gadis itu menundukkan kepalanya gugup.

Langkah kaki Shena yang mendekat semakin membuat deru nafas Laura tak beraturan, aura yang dingin dan tak bersahabat mengelilingi Laura ketika lelaki itu sudah di hadapannya.

“Lo kenal gue?” tanya Shena sembari menatap Laura curiga.

“Hahaha, Shena kan pinter fisika. Siapa yang nggak kenal hahaha,” tawa Laura begitu canggung, Shena mengangkat dagu Laura tinggi, mempermudahkannya memandang wajah gadis itu dengan jelas.

Matanya menelusuri bentuk wajah Laura dengan seksama, dari dahi lalu berakhir pada bibir bagian atas, setelah puas Shena melepaskan pegangannya begitu saja.

“Gue absen, kalo lo udah nentuin jadwal belajar datang ke kelas gue.” Setelah mengatakan itu Shena melenggang pergi sembari meletakkan tasnya di punggung.

“Apaan sih, kurang aja banget. Nggak temannya nggak dia sejenis semua, anjing.” Laura mengumpat dengan suara kecil. Tak mau terlambat gadis itu melanjutkan langkahnya menuju laboratorium. Dia mengetuk pintu sebelum masuk, lalu mengambil tempat duduk paling belakang di arah pojok kanan.

“Duduk wajib berurutan sesuai mata pelajaran kalian, jika kalian kesulitan jangan sungkan untuk bertanya pada partner kalian. Tumbuhkan rasa kebersamaan dan kekompakan kalian, jangan ada yang egois.” Kata pak Adi.

Mau tidak mau Laura harus duduk bersampingan dengan Shena nanti. Untung saja lelaki itu tidak datang hari ini jadi Laura masih bisa bernafas lega.

“Naura? Partner kamu ke mana?” Laura menatap pak Adi sambil mengangkat kedua bahunya, sebagai tanda dia tidak tahu, pura-pura tidak tahu tepatnya.

“Yasudah, kalian mulai kerjakan soal-soal yang ada di buku. Setelah selesai berikan ke bapak lembar jawabannya,” perintah pak Adi. Semua menurut, tampak khusyuk mengerjakan soal itu dengan ambisius termasuk Laura.

“Sial, kayaknya dia nggak serius. Gimana mau menang kalo dia males begini,” gumam Laura pelan, kesal dengan keegoisan Shena. Padahal Laura sangat menginginkan kemenangan di olimpiade kali ini agar reputasi Naura semakin bagus untuk masa depan saudara kembarnya kelak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status