Christop melangkahkan kakinya berjalan memasuki sebuah lorong tersembunyi di balik sebuah rak buku yang berukuran begitu besar.
Tatapannya begitu mengintimidasi setiap orang yang akan melihatnya, kini menyorot begitu tajam.
Senyum iblis tercetak di wajahnya dengan jelas–ketika pandangannya menangkap seorang pria yang umurnya dapat Christop tebak sekitar tiga puluh tahun.
Darah segar sudah mengalir di pelipis pria itu, Christop terkekeh. Seorang suruhannya selain paman Hansel membawakan satu orang berharga yang akan memberikannya informasi saat ini.
"Gustov Dimitri Romanov," ujar Christop penuh penekanan. Ya, pria bernama Gustov itu adalah tangan kanan yang sangat dipercayai oleh Giovanno Benjamin, seorang mantan mafia yang telah membunuh kedua orang tuanya.
"Kau pasti tau rahasia yang dimiliki Giovanno, bukan?" tanya Christop berjongkok. Mensejajarkan tingginya pada Gustov yang terduduk di lantai dengan tangan diborgol.
Gustov menggeleng. "Aku tidak tau."
Chrsitop terkekeh, begitu menyeramkan. "Sungguh? Bahkan kau tidak tau kenapa atasanmu itu membunuh kedua orang tuaku?"
"Tuanku tidak pernah membunuh, aku yakin ada kesalahan di sini–" Gustov berusaha menjelaskan tapi dengan cepat Christop berdiri, menendangnya hingga mulut pria itu mengeluarkan darah segar.
"Mario bawa dia ke ruang bawah tanah dan kurung!" ujar Christop. "Jangan ada yang menyiksanya selain aku," lanjutnya sebelum melangkahkan pergi.
Christop melangkahkan kakinya memasuki kamar. Meletakkan pisau tajam berlapis emas dengan ukiran Christoper di bagian gagangnya pada sebuah kota mini berbentuk persegi panjang. Lalu menyimpannya pada lemari kaca, menempatkannya menjadi satu dengan semua senjata-senjatanya.
Setelah itu, Christop memutuskan untuk membersihkan dirinya.
°°°°°
"Mari Nona, saya antar pulang." Seorang pria paruh baya membuyarkan lamunan Cala.
Seketika mata Cala berbinar. "Kau akan mengantarkanku pulang? Ke rumahku? Di Rusia?"
Pria paruh baya itu menggeleng, membuat seketika senyum Cala pudar. "Saya akan membawa anda ke mansion milik Tuan Christop."
Cala menggeleng keras. "Aku tidak mau kembali ke mansion pria brengsek itu!"
Ketika Cala akan berlari, dua orang berbadan besar mencekal pergelangan tangannya kanan dan kiri. "Lepaskan, bodoh!" teriak Cala meronta, berusaha melepaskan.
Tanpa banyak bicara kedua pria itu langsung memasukkan tubuh Cala sedikit kasar masuk ke dalam mobil membuatnya berteriak kesal. "Kalian juga sama brengseknya!"
Selama perjalanan Cala tak henti-hentinya menggerutu. Menyumpah serapahi pria brengsek yang dapat Cala yakini namanya adalah Christopher. "Lihat saja kau brengsek, kau akan menyesali perbuatanmu," gerutu Cala dengan wajah memerah menahan marah.
Sesampainya di mansion, Cala digiring beberapa maid yang akan mengantarkannya ke kamar. "Aku bisa sendiri, kalian tidak usah mengekoriku, bodoh!" ketus Cala melangkahkan kakinya menaikki tangga.
Sebelum melanjutkan, Cala berbalik menatap salah satu maid di hadapannya. "Di mana tuan brengsekmu?"
Maid itu menunduk, menggeleng. "Saya tidak tau No–"
"Kenapa kau mencariku eh?" suara pria yang dikenali Cala terdengar membuat gadis itu berbalik menatap depan.
"Aku ingin pulang," jawab Cala membuat Christop mengatupkan rahangnya dan menatap Cala tajam membuat gadis itu takut sedikit menciut melangkahkan kakinya mundur menuruni tangga.
"Berhenti, atau kau akan jatuh!" desis Christop yang semakin menyeramkan di telinga Cala membuat gadis itu mengabaikan perkataan Christop.
Jika saja Christop tidak segera bertindak Cala sudah tergelincir dan jatuh ke bawah. Christop menahan pinggang Cala, dengan tangan kanannya memengang pegangan pegangan tangga sedangkan Cala–wajah gadis itu sudah menahan tangis, takut. Memegang bahu Christop kuat takut terjatuh.
"Bodoh," gumam Christop. Dan kedekatan yang menurut Cala sangat intim membuat jantungnya berpacu lebih cepat.
Christop menarik Cala lebih mendekat, lalu menggendong gadis itu ala bridal style membuat Cala terkejut dan mengakungkan tangannya pada leher Christop.
Sesampainya di depan pintu kamar yang dipakai Cala, Christop menendang pintu itu membuatnya terbuka. Melangkahkan kakinya memasuki kamar tidak lupa menutup pintunya kembali menggunakan kakinya.
Meletakkan tubuh Cala perlahan, dan mengunci mata hijau itu dengan tatapannya yang menghunus. Sedangkan Cala terpesona, menatap mata coklat indah milik pria di atasnya.
"Kau melakukan satu kesalahan, dan harus mendapatkan hukuman," desis Christop lalu dengan cepat menyambar bibir merah ranum itu melumatnya kasar.
Cala yang tersadar memberontak, memukul dada Christop dan mendorongnya kuat. Tapi sia-sia, tenaganya tidak sebanding dengan pria di depannya. Christop yang kesal tetap melanjutkan lumatannya. Menarik kedua tangan Cala membawanya ke atas kepala gadis itu lalu mengikatnya dengan dasi miliknya yang entah kapan sudah dilepasnya.
"Kau brengsek!" Cala berusaha melepaskan pungutan pria itu. Tapi Christop tidak tinggal diam.
Ketika Cala membuka mulutnya Christop langsung saja menerobos masuk. Tangan kanannya menelusup di balik dress milik Cala, bermain di sana. Sedangkan tangan kirinya akan bermain di area sensitif milik Cala, membuat gadis itu merapatkan kakinya.
Christop menyudahi ciumannya, lalu mengurung tubuh Cala. "Kau tau, kau sungguh nikmat."
Cala yang merasa dilecehkan membalik wajahnya ke kanan, enggan menatap pria di depannya. Chrsitop yang marah, menyambar pipi Cala mencengkramnya, membawanya agar menatap ke arahnya. "Kau!" Dengan beringas, Christop menyobek dress yang dipakai Cala kuat membuat gadis itu menggeleng takut.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Cala dengan suara bergetar.
Christop tersenyum miring. "Bermain?"
°°°°°
"Segeralah bersiap," perintah Christop. "Seseorang yang akan membantumu bersiap akan datang lima belas menit lagi," lanjutnya sebelum pergi meninggalkan Cala yang merasakan mual.
Dengan cepat ia berlari ke kamar mandi. Memuntahkan semua bubur yang tadi dimakannya.
Cala menutup pintu kamar mandi, dan segera membersihkan diri. Karena ia tidak mau jika harus berurusan dengan pria psikopat itu.
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Cala membersihkan dirinya, setelah sepuluh menit ia sudah selesai dengan bathrobe yang melekat pada tubuh indahnya.
Tiba-tiba saja pintu terbuka, beberapa orang wanita masuk ke kamar. "Kemarilah princess, karena aku harus membantumu untuk segera bersiap," ujar salah satu diantaranya.
Cala berjalan ragu, lalu duduk di meja rias. "Kau tau, Christop tidak pernah membawa seorang wanita sebelumnya," bisik wanita berambut pirang yang sedang sibuk dengan rambutnya.
Cala hanya menatap wanita itu, bingung ingin menjawab apa.
Membutuhkan waktu beberapa jam untuk wanita yang tidak diketahui namanya oleh Cala itu menyelesaikan pekerjaannya. Rambut panjangnya dibiarkan digerai dengan dibagian ujungnya curly. Bahkan wajahnya yang tadinya polos tanpa make up sekarang sudah disulap begitu apik dengan kelihaian tangan wanita di depannya. Membuat Cala merasa ada yang berbeda dengan dirinya ketika bercermin.
Make up yang tidak terlalu tebal, dan Cala menyukainya. "Wah, kau begitu cantik princess," celetuk wanita di depannya begitu bahagia dengan hasil karyanya.
Cala tersipu malu. "Terima kasih."
"Sekarang, tinggal kau memakai gaunnya," ujar wanita itu. "Gloria, kemarikan gaunnya!" perintahnya pada seorang wanita berkaca mata.
"Lepaskan bathrobemu," titahnya.
Dengan ragu Cala membuka bathrobenya. Menyisakan bra dan celana dalam berwarna senada. "Apa Christop begitu lihai di atas ranjang," celetuk wanita berambut blonde itu berdecak kagum melihat tubuh Cala dengan sebuah kiss mark di tubuhnya.
Wajah Cala bersemu, menahan malu. "Apa ini akan terlihat?" cicit Cala.
Wanita berambut blonde itu menggeleng. "Tidak. Karena aku akan menggerai rambutmu."
Cala menghela napasnya lega. "Sykurlah."
Pintu terbuka, di sana sosok Christop berdiri dengan tubuhnya yang bersandar pada pintu. Menatap Cala intens. "Apa semuanya sudah selesai?" tanyanya datar.
Wanita berambut blonde itu menatap Christop mengangguk tersenyum. "Semuanya sudah beres. Lihatlah, betapa cantiknya wanitamu ini."
Christop tersenyum miring, lalu menghampiri Cala. Meraih tangan Cala menuntunnya keluar.
Mereka lalu duduk di bangku belakang, dan keduanya diam hanya ada keheningan tanpa berniat untuk membuka suara.
Christop sudah rapi dengan tuxedo yang melekat dengan pas di tubuhnya. Malam ini, seperti yang Lauren katakan beberapa tempo lalu, dirinya diundang untuk acara makan malam dengan keluarga sang kekasih.“Chris, kau sudah siap?” Lauren, wanita itu memutuskan untuk datang bersama Christop malam ini. Padahal seharusnya, wanita itu tidak perlu repot-repot untuk kemari dan langsung saja ke mansion orang tua miliknya.Christop mengangguk singkat. “Kita berangkat?” tanyanya.“Oke,” balas Lauren.Jarak dari mansion Christop ke tempat orang tua Lauren memakan waktu sekitar satu jam. Selama perjalanan, hanya ada keheningan. Baik Christop maupun Lauren tidak ada yang membuka suara. Keduanya sama-sama fokus dengan urusan masing-masing.Sesampainya di halaman mansion, Christop memakirkan mobilnya. Mereka berjalan beriringan, ternyata beberapa pel
"Hei keponakan uncle. Setahun tidak melihatmu, ternyata kau tumbuh dengan baik." Abraham menggendong Noah, mengajak balita itu bergurau. "Kau tampan, dan benar, semakin hari kau semakin mirip dengan Daddymu," lanjut Abraham, berbincang dengan balita itu. Cala yang melihat interaksi saudaranya dengan putranya hanya tersenyum simpul. "Ah iya, apa kau ingin berjalan-jalan? Mumpung aku ada di sini, kita bisa menghabiskan waktu bertiga," tanya Abraham mengusulkan. Cala mengangguk, bersemangat. "Boleh, ke mana?" "Bagaimana dengan sirkus? Ku dengar ada sirkus
Christop menatap pria paruh baya yang terbatuk-batuk karena Christop baru saja menendang dadanya. Christop berjongkok, sekali lagi ia menyulutkan rokok yang menyala pada wajah pria paruh baya itu. Joseph Franklyn Smith. “Berhenti, tolong ampuni aku,” katanya meringis kesakitan. Christop tersenyum miring, merasa senang melihat lawannya yang memohon dan kesakitan. Baginya, melihat lawan yang terkulai tidak berdaya adalah kepuasan tersendiri di dalam dirinya. Christop tertawa, tawa yang terdengar menyeramkan dengan wajahnya yang datar. “Kenapa kau mencari perkara padaku jika akhirnya memohon ampun? Di mana keangkuhanmu,” gumamnya tersenyum miring. Joseph terlihat takut pada Christop. Di mata Joseph, pria di depannya itu terlihat seperti iblis yang sangat menyeramkan. Berbeda dengan Christop, saat pria itu menjadi pemimpin perusahaan. Terlihat rapi,
“Ku dengar, kau tidak mengijinkan Cala pergi bersama Izzy.” Bibi Key mulai membuka percakapan.Sore ini, Cala, Papanya, beserta Paman Klaus dan Bibi Key sedang bersantai di halaman belakang. Begitu pun dengan Noah yang ikut bergabung, balita lucu itu berada di gendongan Cala saat ini. Menyandarkan kepalanya di dada Cala dengan manja dan nyaman.“Ya, karena aku masih santat khawatir dia pergi jauh,” kata Giovanno jujur.“Ijin, kan saja, ini tidak akan terulang kembali. Lagipula, apa kau akan melarang hobinya hanya karena kejadian dua tahun lalu,” kata Key masih kekeuh.
“Kau sudah melakukannya?” tanya Christop.“.....”“Ok, cukup awasi dia saja dari jauh.” Setelah mengatakan itu, Christop menutup sambungan teleponnya.“Aku heran, kenapa wanita suka sekali lari dan bersembunyi. Alih-alih menyelesaikan masalahnya, mereka lebih suka menghindar dan menghilang.” Christop menoleh––mengangguk, menyetujui kalimat Jack.“Aku setuju, kadang menggelikan ketika kita jatuh cinta pada mereka,” kata Christop terkekeh menanggapi.“Tapi untung saja Jessica sudah ditemukan. Lalu bagaimana denganmu, Chris?”“Aku? Aku baik-baik saja.”“Ck, kau tau apa yang ku maksud,&
Setelah berita yang menggemparkan tersiar, di mana salah satu mansion mewah milik Joseph Quinn yang hancur dan tidak ada satu pun bangunan yang tersisa, membuat Cristop tersenyum senang. Apalagi saat wajah Joseph yang tersorot kameramen, pria itu terlihat menahan marah. “Ck,” decaknya dengan nada muak.“Woah, haruskah kita berpesta sekarang?” Suara Abraham terdengar, adiknya itu masuk begitu saja membuat Christop terkejut.“Biasakan untuk mengetuk pintu,” kata Christop datar.Abraham berdecak, lalu ikut bergabung duduk di samping sang kakak, Christop. “Memangnya Joseph ada masalah apa denganmu? Sampai-sampai kau harus mengebom mansionnya?”“Kau tau Frans?”“Musuh Chen yang merebut Yura dari si mafia i