Share

8. Ancaman

Giovanno mengusap wajahnya kasar. Seorang tangan kanan yang sangat dipercayainya hilang entah ke mana tanpa jejak sejak dirinya mengutus untuk menyuruhnya pergi ke Thailand karena kegusarannya. 

Karena ia merasa sesuatu terjadi dengan putrinya, mengingat sudah dua hari Cala tidak memberinya kabar sama sekali. 

Dan itu benar-benar membuat dirinya khawatir. Pintu terbuka, di sana pria berpakaian formal menghampiri Giovanno.

Dia Klaus Reilly, pria berkebangsaan Ukraina yang bekerja sebagai mata-mata handal, penipu ulung, dan banyak akal. Bahkan seluruh dunia mengakui kepiawaiannya dalam memecahkan masalah dan jangan meremehkan kemampuannya. 

"Sepertinya ada kesalahpahaman di sini," ujarnya dengan nada santai membuat Giovanno menatapnya bertanya. 

Klaus mengambil foto seorang pria, menunjukkannya pada Giovanno. "Dan orang ini dalang di balik semuanya."

"Siapa dia?" tanya Giovanno.

"Christopher Diwei Alexander, seorang mafia dan psikopat berdarah dingin dengan catatan pembunuhan mencapai angka ratusan dalam sebulan," jelas Klaus pada Giovanno yang masih meninggalkan tanda tanya besar.

"Akan aku jelaskan secara rinci setelah aku mendapatkan satu bukti terpenting terlebih dulu," jelas Klaus. "Dan jangan terburu-buru karena Sarah akan baik-baik saja."

Giovanno menghela napasnya kasar. "Aku harus menunggu berapa lama lagi?"

Klaus diam. "Aku tidak bisa memastikan itu. Tapi secepatnya akan aku selesaikan."

"Karena jika kau bertindak gegabah, aku tidak bisa memastikan semua akan baik-baik saja," lanjut Klaus.

"Apa maksudmu? Bisa kau jelaskan secara rinci?" tanya Giovanno kesal.

Klaus menatap Giovanno. "Kau pasti tau apa yang ku maksud. Lagipula kau adalah mantan mafia, dan pasti tidak bodoh."

Selepas kepergian Kalus, membuat Giovanno tak habis pikir dengan jalan pikiran pria itu. Tinggal berbicara dan memberitahunya, apakah sesusah itu? Gerutunya dalam hati.

Lalu tatapannya menyendu, melihat foto Cala yang terpampang di meja kerjanya. Di s ana, putrinya tersenyum begitu bahagia dengan istrinya. Kedua malaikat bak bidadarinya itu selalu saja mencuri hati dan pikirannya. Membayangkan Cala dalam bahaya membuatnya bersumpah akan menghancurkan siapa saja yang membuat putrinya tersiksa. 

Sekalipun dia adalah seorang psikopat.

°°°°°

Cala berjalan beriringan dengan Christop, tangan pria itu setia menggenggam tangan mungil Cala. 

Mereka memasuki sebuah gedung yang sudah disulap menjadi mewah. Nuansa merah  maroon begitu terkesan sangat elegan. Ditambah bunga mawar merah menjadi hiasannya. 

Ternyata dress codenya pun adalah merah hitam. Untuk para wanita adalah merah dan pria berwarna hitam. Dan Christop, Cala pun sangat serasi dengan pakaian mereka. Cala dengan dress merah maroonnya selutut dengan bagian bawah mengembang dan bagian bahu model sabrina membuat terekspos meskipun tidak sepenuhnya. Sedangkan Christop dengan tuxedo berwarna senada seperti dress Cala dipadukan dengan kemeja berwarna hitam. 

Dan tidak sedikit dari mereka yang menatap keduanya kagum, memuja sejak memasuki pintu masuk. 

Christop menarik Cala membawanya menuju teman bisnisnya. "Ku pikir kau tidak datang," celetuk pria langsung mengajak Christop bersalaman yang dibalas pria itu. 

Christop tersenyum. "Aku tidak mungkin melewatkan acara ini."

"Ah, siapa wanita yang ada di sampingmu?" tanya pria itu menggoda.

Christop langsung saja memeluk pinggang Cala possesif. "Dia wanitaku," jawabnya dingin.

"Dia sangat cantik," goda pria itu mengedipkan sebelah matanya genit membuat Cala sedikit risih. "Siapa namamu, Nona?" tanyanya.

Ketika hendak membuka mulutnya menjawab, Christop sudah terlebih dulu menariknya pergi. Meninggalkan pria itu yang terkekeh.

Ponsel Christop bergetar, membuatnya segera meraih di saku celananya. "Kau tetap di sini, dan jangan coba-coba untuk kabur dariku," bisik Christop sebelum melangkah pergi untuk menjawab telepon.

Padahal baru saja Cala akan memikirkan cara untuk kabur, tapi ternyata pria itu sudah mengetahui pikirannya. Cala menggerutu dalam hati.

Hingga sepuluh menit.

Lima belas menit, Christop tidak kunjung datang membuat Cala kesal. Dan tanpa pikir panjang, ia melangkahkan kakinya keluar gedung untuk kabur. 

Karena yang sekarang ada dipikirannya adalah pergi menjauh dari pria psikopat itu. 

Cala bernapas lega ketika dirinya sudah berada di jalan raya, tanpa pikir panjang ia melepas high heelsnya dan berlari secepat mungkin.

Entah sudah sejauh apa dirinya berlari, Cala berlutut merasakan napasnya yang tidak beraturan. Dan Cala belum menyadari tiga pria bertubuh besar menglilinginya. 

Cala berdiri tegak dan terkejut, ketika hendak berlari salah satu pria dari ketiganya langsung mencekal tangannya dan menariknya hingga membawanya di sebuah lorong dengan penerangan yang minim. 

"Kau sungguh cantik, Nona," ujar pria berkepala botak sedangkan Cala bergerak mundur begitu pria yang menyeretnya tadi menghempaskan tubuhnya. 

Pria dengan beberapa luka jahit di wajahnya tersenyum miring. "Dia sungguh cantik. Aku tidak sabar ingin segera mencobanya," celetuknya membuat Cala bergidik ngeri. 

"Jangan mendekat!" teriak Cala begitu melihat pria berkepala botak mulai mendekat dan memegang pergelangan kaki Cala hingga membuat pergerakannya terhenti. 

Keringat dingin sudah membasahi Cala, wajahnya pun sudah pucat pasi. Dalam hati ia terus merapalkan doa. Berharap seseorang menolongnya. Dan kabur adalah keputusan yang sangat disesalinya. 

Ketika ketiga pria itu hendak mendekat, dan akan menyobek dress Cala suara tembakan pistol membuat mereka terkejut begitupun dengan Cala. 

"Jika kalian berani menyentuhnya, aku tidak akan segan-segan menarik pelatuknya mengenai jantung kalian," suara seorang yang begitu dingin dan mengintimidasi membuat ketiga preman itu takut. 

Sedangkan Cala yang mendengar suara itu entah ia harus bersyukur atau sebaliknya. Cala benar-benar tidak tau.

"Pergi, atau aku akan membunuh kalian!" ujarnya dingin, dia Christop.

Ketiga preman itu langsung kabur, membuat Christop tersenyum miring. 

Dengan langkah mengintimidasi, Christop menghampiri Cala. "Berusaha kabur eh?" 

Dengan sekali hentakan pergelangan tangan Cala sudah berada di genggamannya. Menariknya kasar membuat Cala kesusahan mengikuti langkah lebar Christop apalagi Cala sudah merasakan nyeri di kakinya tanpa alas itu. 

Sesampainya di mansion, Christop langsung membawa Cala menuju kamarnya. Menghempaskan tubuh mungil itu tanpa banyak bicara. Christop menatap tajam Cala, membuatnya beringsut takut.

"Kau harus menerima hukumannya, baby" Christop tersenyum miring.

Cala menggeleng tegas. "Ku mohon jangan lakukan."

Christop terkekeh. "Kau tau jika kau berani kabur lagi dariku...." Mengambil lembar foto menunjukkannya pada Cala lalu melanjutkan. "Pria ini, aku tidak segan-segan untuk membunuhnya," lanjutnya begitu dalam membuat Cala tercekat melihat foto itu adalah seseorang yang sangat berharga baginya. 

Cala menggeleng, dengan napas tersenggal dan air matanya yang terus mengalir. "Ku mohon jangan lakukan itu. Ku mohon, jangan," lirihnya penuh permohonan.

Cala tidak akan membiarkan pria psikopat di depannya ini menyakiti papanya. Tidak akan pernah. Jika, dirinya harus menjadi sandera di sini, tidak apa. Cala akan bertahan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status