Share

Episode 7

"Darimana kau tahu tempat aku bekerja?" tanyaku curiga pada Jason yang sedang menyetir di sebelahku. "Nah, kita sudah sampai." Ia berkata seolah tidak mendengar pertanyaanku.

Aku memandang berkeliling, "Kita ada di mana?" Ia menghentikan mobil di depan sebuah gerbang hitam yang tinggi menjulang. "Rumahku. " ia berkata santai sambil mengedikkan kepalanya ke arah pintu gerbang itu.

"Untuk apa kita mesti ke rumahmu segala, katakan saja apa yang mau kau bicarakan di sini," sahutku ketus. Jason memandang sekeliling sambil mengangkat kedua alisnya. "Di sini? Kau yakin? Maksudku mungkin saja para wartawan sedang mengintai rumahku sekarang ini."

"Aku sih tidak masalah kalau kau memang ingin kita terpergok lagi oleh mereka sedang berduaan." ia berkata sambil mengangkat bahu tak acuh. Aku melotot padanya.

 Jason tersenyum kemudian membelokkan mobilnya ke arah pintu gerbang itu, yang entah bagaimana langsung berderit dan membuka perlahan begitu mobilnya mendekati gerbang.

Ia membawa mobilnya menyusuri jalan beraspal yang mengarah ke bangunan utama dengan halaman berumput yang amat luas di kiri dan kanan. Ada sebuah kolam besar berbentuk persegi yang sangat luas terletak di tengah-tengah halaman.

Aku bertanya-tanya apakah itu kolam renang, tapi sedikit merasa ragu. Karena umumnya orang akan membangun kolam renang di area belakang atau di dalam rumah.

"Itu bukan kolam renang." Jason berkata seolah bisa membaca pikiranku. Aku menoleh dan menyadari ternyata ia mengikuti arah pandanganku.

"Penata tamanku bersikeras menempatkan kolam ikan itu sebagai paripurna konsep estetika masa kini." dia berkata lalu mendengus. "Aku tidak peduli apa yang dia lakukan dengan halamanku, selama dia tidak menaruh rusa atau sejenisnya." gumamnya.

 Jalan beraspal itu berakhir di putaran air mancur besar yang terletak tepat di seberang sebuah bangunan yang bagiku terlihat lebih mirip balai kota. Rumahnya benar-benar mewah.

Jason menghentikan mobil lalu mematikan mesin kemudian ia menoleh kepadaku.

"Ayo masuk," katanya. Lalu dia melepas sabuk pengaman dan melangkah keluar dari mobil.

Aku menggerutu dalam hati tetapi bergegas mengikutinya juga, berjalan dengan setengah berlari untuk mengejar langkahnya. "Jason tunggu, aku tak bisa lama-lama, ibuku akan..."

"Tenang saja, kita tidak akan lama," dia memotong ucapanku. "...tergantung dari jawabanmu nanti." ujarnya sambil memberikan isyarat padaku untuk mengikutinya berjalan ke sisi kanan dari ambang pintu.

Dia membawaku melewati ruangan berukuran sedang yang terlihat seperti ruang tunggu dengan kursi-kursi kayu berbantalan beledu berjajar di kedua sisi dindingnya.

"Apa maksudmu?" tanyaku curiga. "Paul akan menjelaskan semuanya. Dia sudah menunggu di dalam," sahutnya santai.

"Siapa?" ulangku. "Manajerku, Paul." ia berkata saat kami sudah sampai di sebuah ruangan lain yang jauh lebih besar. Aku rasa yang ini adalah ruang tamu.

Ada deretan sofa kulit yang ditata melingkari meja kayu pendek di tengahnya.

Ruangan ini seluruh lantainya ditutupi oleh permadani tebal berwarna cokelat gelap dengan pola ukiran unik. Sebuah perapian dari batu bata warna merah di salah satu sisi dindingnya.

Di atas salah satu sofa itu aku melihat seorang pria dengan setelan kasual tengah duduk dengan segelas minuman dan ponsel di tangan yang lain. Dia langsung menoleh begitu Jason memanggilnya. Pria itu berdiri kemudian beralih menatapku sejenak seperti sedang menilaiku. Kemudian senyumnya terkembang cerah di wajahnya, seolah merasa lega karena baru saja memecahkan soal matematika sulit di kepalanya. Dia berjalan menghampiriku.

"Kau pasti Mia," ujarnya ramah kemudian mengulurkan tangannya padaku.

Aku melirik tangannya sekilas sebelum menyambutnya dengan canggung. "Aku Paul, manager-nya Jason, " dia berkata sambil menjabat tanganku.

Paul sangat jangkung, bahkan lebih tinggi dari Jason yang menurutku sudah jangkung. Aku menduga dia seumuran Tim, atau di bawahnya, tidak mungkin lebih tua.

"Ayo duduklah." dia mengarahkan tangannya memberi isyarat ke deretan sofa putih yang ada di dekat kami.

"Jadi aku meminta Jason mengajakmu ke sini untuk meminta maaf atas insiden semalam yang sudah melibatkanmu, Mia," ujarnya setelah kami masing-masing sudah duduk di sofa. Jason duduk di sofa single dan Paul di hadapanku.

Aku melirik sekilas pada Jason yang sedang menunduk menatap meja. Lalu Paul kembali melanjutkan, "Terkadang Jason memang suka bertidak ceroboh tanpa berpikir panjang hingga menyebabkan kericuhan dan memancing gosip-gosip yang tidak benar."

"Langsung saja intinya, Paul," sergah Jason tak sabaran sambil memandang Paul dengan raut wajah terganggu. "Tutup mulutmu, " kata Paul tajam.

"Kau pikir siapa biang kerok-nya di sini, hingga aku harus selalu membereskan kekacauan yang ada." Paul berbicara sambil mengatupkan rahang. Dia terlihat sangat kesal.

"Permisi," selaku "Apa kalian membawaku ke sini, hanya untuk minta maaf?" tanyaku sambil bergantian memandangi mereka. Paul menggeleng dengan cepat, "Tidak juga. Sebenarnya kami membutuhkan bantuanmu, Mia." ia berkata hati-hati.

"Aku tahu mungkin akan terdengar tidak masuk akal bagimu tapi aku berharap kau bersedia mempertimbangkannya."

Ia menghela napas lalu melanjutkan, "Jadi begini, saat ini Jason kebetulan sedang terlibat dalam mega proyek, sebuah film berskala internasional dan itu akan segera diluncurkan, masalahnya adalah produser dan agen kami tidak terlalu senang dengan berbagai skandal yang diciptakan olehnya," ujar Paul sambil melirik tajam pada Jason lalu kembali memandangku.

"Para wartawan itu mengeditnya," sahut Jason. "Kau tak diijinkan bicara dalam hal ini!" sergah Paul kesal. Jason mengangkat bahu lalu berpaling memandangku. Dan aku bersumpah melihat cengiran di wajahnya yang licik itu.

Aku mengabaikannya dan berpaling pada Paul, "Kau mengatakan semua ini padaku karena? "

"Karena insiden semalam. Agen kami berkata tak akan memperpanjang kontrak Jason begitu konten gosip-nya menuai review negatif dari para penggemar."

"Bahkan produser film sudah mengancam jika gara-gara skandal itu film-nya hancur di pasaran, dia akan menuntut Jason."

"Kalau begitu kau dalam masalah besar," ujarku sambil meliriknya. Jason langsung mendelik padaku.

"Jadi Mia, kami membutuhkan bantuanmu dalam hal ini, untuk memperbaiki imej Jason di depan semua orang." Paul berkata dengan perlahan. Sorot matanya penuh harap.

Aku memandangnya tak percaya. Apa aku tidak salah dengar? Setelah apa yang dilakukan Jason, tindakannya yang keterlaluan semalam, mereka ingin aku apa? Membantu memperbaiki imej Jason di depan semua orang?!

"Kau benar, " kataku emosional. "Ini sama sekali tidak masuk akal." Aku tak sanggup mendengar semua omong kosong ini. Aku langsung beranjak dari sofa tapi Paul dengan cepat menahanku. "Tunggu, tunggu dulu, Mia. Aku juga bisa menolongmu sebagai gantinya." ia berbicara cepat. Aku menyipitkan mata melihatnya.

"Bukankah kau mendaftar untuk teater Hemingway's tapi mereka berencana hendak menggantikanmu karena masalah ini?" tanyanya. "Aku bisa menolongmu, kalau kau mau."

"Ada beberapa orang yang kukenal dalam industri itu, mereka akan merekomendasikanmu pada Hemingway's dan aku akan menjamin kepada mereka bahwa kau sangat layak untuk ikut serta dalam pertunjukannya."

Aku tertegun mendengar perkataan Paul. Terlebih karena dia terlihat sangat yakin. Dan sebelum benar-benar menyadari tindakanku, aku mendapati diriku kembali duduk. "Bagaimana kau bisa tahu?" tanyaku curiga.

"Itu tidak penting. Aku hanya berharap kita bisa bekerja sama dalam hal ini." Harus kuakui tawarannya tentang Hemingway's memang menggiurkan. Aku memutar otak seharian mencari cara bagaimana meyakinkan mereka agar tidak menggantikanku.

Tapi menolong si brengsek itu adalah masalah lain yang tak bisa kutolerir. "Bagaimana kalau aku menolak? " Paul mengangkat sebelah bahu, "Yah, kurasa kami harus mencari cara lain."

"Tapi kau harus tahu, gosip seperti ini tak mudah hilang begitu saja mengingat Jason adalah aktor yang sedang naik daun." "Bila ada orang yang mengenalimu, kau harus mempersiapkan diri untuk menghadapi mereka."

"Kudengar kau bahkan membolos hari ini untuk menghindari para wartawan, bukankah itu sangat disayangkan?" pertanyaannya mengirimkan hawa dingin di sepanjang tulang belakangku.

Paul mencondongkan tubuhnya dan melihatku lekat-lekat, “Tapi bila kau berada di sisi kami, aku bisa jamin manajemen kami akan melakukan segala cara untuk melindungimu dari serangan media.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status