The Purple One
Orchids School, sekolah yang didirikan oleh keluarga Muhdhor memang berbeda dari sekolah lain. Di sekolah itu anak didiknya dari kelas 7-12, atau bisa dibilang masuk smp, lulus sma. Gedung sekolah itu bisa dibilang besar. Dengan jendelanya ada juga yang menjulang dari lantai atas ke lantai bawah. Ada beberapa fasilitas yang menarik juga, yaitu kolam renang. Disana juga ada taman yang luas berisi bermacam-macam bunga-bunga. Mereka menamai kelas mereka Anggrek. Seperti; Anggrek &7A-7E—Anggrek 12A-12E. Meskipun ada kegiatan yang berbeda dari kurikulum di Indonesia, seperti warna rambut (yang terserah warna apa, yang penting rapi), tata tertibnya sangat disiplin. Mereka juga tidak perlu belajar lebih lama seperti kurikulum 2017, tapi jika kau ada kegiatan lain disekolah misalkan osis, ekskul, pensi ,dll.
Kau bahkan boleh bergadang.
“GOL!!!” sorak seorang murid yang kini dikerumuni teman satu timnya dalam sepaak bola. Pertandingan antar kelas hampir selesai dan mereka akan menuju final. Begitu bersemangat!
Namun ada beberapa murid yang jug bosan karena harus masuk ke sekolah tapi tidak ada kerjaan apa pun. Seperti salah satu anak ini yang tengah melamun seraya menatap pertandingan berlangsung, namun nyatanya tidak.
Di salah satu jendela disitulah anak laki-laki itu berada tengah memandang keluar dengan tatapan kosong. Entah dia melamun atau apa, dan entah dia mendengar temannya atau tidak peduli temannya yang menyerocos tentang film baru di bioskop yang dia ributkan dari tadi.
“Aku berpikir mungkin ada lanjutanya lagi! Film ini sangat keren iyakan, Danil,” kata anak itu bersemangat.
“Entahlah, Sal. Terserah saja pikiranmu mau kemana,” sahut Danil masih memandang jendela.
“Kau ini gimana sih, dan jangan panggil aku Sal, namaku Salih!” ujar Salih.
“Kamu, sih, manggil aku Danil! Namaku juga panjangannya Danniyaal, malahan dipanggilnya Danil.”
“Kamu namanya kepanjangan jadi aku panggil Danil, jadinya kan sama 5 huruf, hehehe.”
“Terserah,” guman Danil.
Danil dan Salih berteman dari pertama mereka masuk ke sekolah ini, mereka bersahabat, meskipun kadang-kadang suka bertengkar, tapi pertemanan mereka yang sudah lama membuat mereka sering bersamaan, mereka pun duduk sebangku di bangku yang letaknya di baris kedua dari bangku kedua, dekat dengan jendela.
“Eh, aku dengar kabar kalo Fast & Furious, mau nonton gak? Tapi di bioskop?” kata Salih.
“Boleh aja tapi kamu yang bayar,” jawab Danil.
“Huuu-uh, mentang-mentang aku ulang tahun, kamu bilang gitu,” seru Salih gemas.
“Kapan sih pulangnya, gak jelas banget, udah mau libur masih aja suruh masuk.”
“Ah, udah biarin! Sekalian liat-liat teman kita yang lagi nyiapin pensi, dan juga, kan, ada lomba-lomba gitu,” kata Salih genit.
“Bilang kalau udah boleh pulang,” ketus Danil.
“Anak yang membosaankaaan.”
“Nyebelin lu.”
Tiba-tiba seorang gadis muncul diantara mereka.
“Wah kalian ngobrolin apasih, rame banget? Iya, gitu kalo ga jadi panitia pensi, ga jelas di kelas mau apa,” kata gadis itu, Rayla, Wakil ketua kelas.
“Baca buku aja, atau nggak ngembaliin buku, ada kerjaan dikit, kan?” gadis dibelangkang Danil yang sedang baca buku bersuara, juga temannya Danil kalau butuh bantuan pelajaran, Ghina Mirra.
“Apaan, sih, Ray? Kayak jadi panitia itu hal yang paling cetar membahana di sekolah,” sembur Salih.
“Bukan cetar membahana, tapi cetar kebakaran,” kata Danil, dan mereka bertiga tertawa, kecuali Rayla dan temannya yang saling berpandangan seraya memanyunkan bibirnya.
“Hmm, mendingan berbaur dengan orang yang lebih waras. Dan kamu, Dan. Bukannya sebagai cucu dari pendiri sekolah ini dan ayahmu juga kan kepala sekolah, harusnya kamu juga ikut mendukung kegiatan sekolah, bukannya diam disini terus,” ujar Rayla.
“Hei! Bukan ideku untuk ngadain pensi, dan aku juga males kesana, kayak yang paling penting aja, dan namaku Danniyaal, bukan Dan, dan jangan bawa nama-nama ayahku dan Kakek moyangku,” jawab Danil dengan kesal.
“Terserahlah. Ayo, Salma! Kita masih banyak urusan,” sahut Rayla.
“Masih ada kerjaan kok mampir kesini,” kata Salih ke Danil yang juga didengar oleh Ghina, mereka tersenyum.
“Mau ngambil sesuatu. Dasar, Bang Sally!” ejek Rayla, sambil tersenyum miring.
“Jangan bawa-bawa nama itu, huh—menyebalkan aku kan gak kayak Bang Saleh di Upin&Ipin,” kata Salih.
“Daaah! Dan jangan lupa datang di pensi Orchids, karena kalian semua diundang, kecuali kalau mau bawa teman dari luar, ia harus bayar, dan—ohh ....” perkataannya terhenti ketika seseorang menabraknya.
“Hey, hati-hati dong, hampir jatuh nih!” bentak Rayna ke gadis yang membuatnya tersandung.
“Maaf, tapi lain kali jangan langsung balik badan seperti itu, berbahaya,” kata gadis itu.
“Dengar Violet, aku tidak tahu rambutmu yang kayak permen kapas itu menghalangi matamu atau apa, tapi kalau jalan lihat-lihat, hmmppt,” sahutnya lalu pergi keluar kelas diikuti Salma dibelakangnya.
“Namaku Falfayria, Falfayria Thistle,” gumannya sambil memandang Rayna dan Salma yang di menuju keluar pintu lalu mengobrol.
Falfayria terdiam, Dani dan Salih saling berpandangan, dan Ghina masih sibuk membaca tapi ia mendengar pembicaraan mereka. Lalu Salih angkat bicara.
“Sudah gak usah dipikirin Thistle, mungkin dia iri, dan mempunyai sifat yang sangat-sangat buruk, atau bisa dibilang menyebalkan.”
“Ya, mereka pikir mereka mempunyai segala-galanya, dan orang lain hanyalah pengganggu,” sambung Danil.
“Oh, ya? Bukannya kamu sejenis dengan mereka, Anak Kepala Sekolah,” ejek Salih sambil tersenyum miring.
“Jangan bawa kata-kata itu. Lagian kakek buyutku yang buat sekolah ini. Dan ayahku wakil kepala sekolah, yang bekerja di luar sekolah untuk urusan dinas—untuk membuat sekolah ini lebih baik, atau begitulah. Dan membuat sekolah ini berstatus negeri, agar nanti ada beasiswa atau kegiatan lain yang dibayar pemerintah,” balas Danil, sambil membuang muka ke teman-temanya.
“Ohhh ..., gitu, ya? Ga ada yang nanya tuh! Hehehe.”
“Dasar, lu! Mau ditabokin kali?!”
“Jangan mereka membuatmu terganggu, lagian rambutmu bagus kok, lurus dan tebal, idaman para gadis. Dan warna rambutmu ungu hampir putih dengan highlight ungu kebiruan, sungguh pilihan warna yang lucu dan cantik,” kata Ghina yang masih sibuk membaca buku tanpa melihat temannya.
“Hmm, terima kasih kalian,” kata Falfayria.
“Ya siapa peduli rambutmu warna apa, di film Boboiboy, Fang yang rambutnya ungu boleh saja sekolah disana,” kata Salih tiba-tiba.
“Ya, dan dia itu kan alien. Yah manusia dari planet lain—lebih tepatnya,” kata Ghina.
Falfayria bergidik, lalu dia berguman “Aku bukan alien, maksudku bukan di tempatku, aku ....” kata -kata nya terputus.
“Tenanglah, memang kau pikir kita ini Rayna Geng’s apa.” ujar Danil yang dari tadi mengamati pintu.
“Hmm—mm.” guman Falfayria sedikit gelisah dan masih tidak nyaman dengan kata -kata temannya, entah yang mana. Lalu ia pergi keluar kelas.
“Aku kadang-kadang gak ngerti apa yang dia pikirin,” kata Salih ketika Falfayria sudah tidak ada di kelas.
“Ya, mungkin ia memang seperti itu. Ada beberapa anak yang ingin mengajaknya main, atau berteman lebih dekat, tapi ia lebih suka sendiri,” kata Ghina yang matanya masih membaca buku.
“Terserah dia saja, hanya dia yang tahu dirinya sendiri,” sembur Danil yang beranjak pergi keluar kelas.
“Uwaaah” Salih menguap. “Hei, mau kemana?” tanya Salih agak berteriak.
“Mencari udara segar!” jawab Danil yang sudah di belakang pintu. Lalu ia melihat Falfayria yang dijegal oleh anak-anak nakal, menggagu gadis tanpa daya itu.
“Memangnya masih jaman yah mengirup udara segar, terus pergi gitu, aja,” tanya Salih.
Ghina hanya berguman dan masih membaca bukunya, Salih menjatuhkan mukanya ke meja tempat ia duduk.
“Kau tidak ikut memeriahkan PENSI, Fally? Pastinya akan sangat bagus kalau kau ikut! Rambutmu yang seperti jaring laba-laba permen pasti akan membuat heboh,” kata salah satu anak itu.“Ya, kau cosplay jadi karakter anime, yang rambutnya mirip punyamu,” tukas temannya.“Atau kau ganti warna rambutmu, begitu mengganggu tahu, atau ada teman-temanmu lagi, yang mempunyai rambut seheboh kamu, benar kan bos,” timpal temanya yang satu lagi.“Mungkin lebih baik kita makan saja rambutnya, benarkan?” kata Danang, atau bos mereka.“Lagian kenapa sih harus diunguin? Rambutnya, seragam kita aja udah serba ungu, ini rambutnya sekalian, luntur Bu?” ejek Danang. Dan teman-temannya Si kembar Dono dan Doni, serta Armis tertawa mengejek. Gadis itu hanya diam, meskipun Danang memuntir-muntir rambutnya. Lalu ia menempis lengan Danang, dan anak itu tersentak. Ia lalu mendorong gadis itu, dan gadis itu me
Lapangan ramai dipenuhi panitia pensi dan anak-anak lainnya. Mereka antusian terhadap pensi yang akan diadakan, terutama anggota osis. Mereka sibuk menyiapkan segalanya. “Ohuhuhu, aku yakin kali ini akan sangat menyenangkan,” ujar Gilang sangat bersemangat. “Yah, tamu-tamu yang kita undang juga lumayan oke. Panyak yang datang, pasti terjadi,” sahut Salma. “Iya sih. Tapi aku masih bertanya-tanya kenapa si Dandi itu gak pernah mau datang, maksudku pasti bakalan lebih rame,” kata Rayla, entah kenapa ia masih berharap Danil akan datang. “Hmm, benar juga! Keren juga keturunan pendiri sekolah ini bergabung bersama kita di pensi.” “Menurutku sama saja ia datang atau nggak, gak penting-penting amat,” tukas Salma. “Oh, ayolah Salma! Ya memang, sih, gak penting-penting amat, tapi, kan, ada sesuatunya gitu! Lagian dia kan beda dari kita, turunan arab, itulah katanya, dan tinggi banget! Yah hampir sama sih kayak aku, tapi waktu pertama ia ma
Setiap Ketua Murid di kelas, menyebarkan formulir pendaftaran ulang, atau pendataan ulang siswa yang naik kelas. Yang tidak naik, tetap dikasih. Meskipun berangkat agak terlambat, diperbolehkan saja masuk kelas. Ya, memang lagi bebas, sih. Para panitia pensi sibuk dengan pekerjaannya. Mulai dari memindahkan barang yang mau dipakai, mempersiapkan panggung, mendesain lampu dan gambar-gambar yang mau dipasang, memasang beberapa spanduk, menata dan membersihkan lapangan, dan masih banyak lagi. Kadang-kadang ada beberapa anak yang asyik melihat-lihat panitia bekerja, ada yang di kelas dan main diluar kelas. Entah di taman, lab komputer, atau nongkrong di pos satpam. Falfayria yang hilang di cermin pun terlihat baik-baik saja, ia tengah membaca formulir itu. Danil daritadi melamun, matanya menatap ke Falfayria yang membaca formulir itu, ia masih penasaran dengan apa yang terjadi dengannya. Saat Falfayria hilang dengan cahaya itu, ia lalu masuk ke gudang, meng
Danil kemudian terjaga kembali saat mendengar suara yang begitu keras di lereng bukit di depannya. Ia lalu bangkit dengan susah payah. Kemudian berjalan ke lereng itu dan darahnya menjadi beku. Ia lalu bersembunyi di balik batu, duduk berlutut. Melihat dibawah sana. Ada dua pasukan saling berhadapan.Seperti semacam perbatasan dan pasukan yang bewarna gelap dan pucat tidak boleh melewati jalan itu karena dijegal oleh pasukan satu lagi yang berwarna terang. Danil merasa saat ia jatuh tadi matanya tidak berfungsi dengan baik. Mereka melihat makhluk-makhluk aneh berpakaian seperti mau perang. Dan disisi lain, pasukan yang bewarna terang seperti manusia. Tapi ada beberapa perbedaan yang tidak pernah diketahuinya. Pasukan terang berbicara seperti manusia biasa.Pasukan yang gelap juga begitu, tapi mereka kelihatan sangat liar daripada pasukan dari sisi lain. Mereka berdecak-decak, tertawa tidak jelas, berdekut-dekut, dan mencaci-maki pasukan lawannya. Pasukan di belakang me
Danil agak kaget saat melihat ada Falfayria di depannya. Gadis itu pun sama, tapi di sisi lain dia kelihatan senang tak karuan. Gadis itu begitu bingung kenapa Danil bisa sampai sini.“Bagaimana kau bisa ....” perkataan danil terpotong tiba-tiba karena merpati ungu di atas pohon mulai terbang lagi, mengibaskan bunga-bunga, dan menyemburkan debu-debu ungu kerlap-kerlip tepat di kepala Danil.“Hei!” pekik Danil, sambil menundukan kepalanya untuk mengusapkan debu-debu itu, yang sepertinya sulit sekali karena sangat tipis, menempel di kepalanya. Sekarang rambutnya jadi warna ungu seperti Falfayria, hampir. Falfayria tertawa kecil sambil menutupi mulutnya. Tapi tetap saja Danil tahu, dan sepertinya dia agak tersipu.“Jangan tertawa seperti itu! “ seru Danil malu.“Owh, maaf. Kau sepertinya jadi bagian dari kami sekarang. “ kata Falfayria lalu ia tertawa lagi.Danil lalu menggoyankan kepalanya kekiri dan ke
Entah ada angin badai apa yang menyebabkan Danil dan Falfayria bisa bertemu. Dan ketika Falfayria mengumumkan dirinya adalah putri negeri dongeng yang sedang Danil jumpai membuat Danil makin khawatir berdekatan dengan gadis itu lebih lama. Roman muka Danil jadi makin gusar.“A-apa maksudmu? Kau putri, seorang putri?" Danil bertanya dengan suara pelan.“Ya, tentu saja! Aku adalah putri disini, di kerajaanku. Yah, di negeri ini penduduknya dipimpin oleh raja, dan istanaku tempat tinggal raja juga. Dan ada beberapa klan bangsawan, tiga lebih tepatnya. Mereka membantu ayahku dan juga menteri negeri ungu yang lain. Para menteri tinggal di kastil yang lain sebenarnya. Kau kenapa?” Falfayria bingung kenapa Danil memandangnya seakan ia orang asing yang bisa membuatnya terluka, setidaknya itulah yang dipikirkan Falfayria.“Apa? Aku? Oh, tidak apa. Umm, aku hanya ingin tanya kenapa kau menjelaskan banyak hal kepadaku yang, jangan tersinggung
Mereka berjalan menuruni bukit yang dihiasi pohon- pohon yang beranting panjang dan lebat. Lalu semak-semak yang di sela waktu menyemburkan serbuk ungu. Danil terperanjat dan hampir terjatuh saat tiba-tiba bunga itu menyemprotkan serbuknya di depan langkanya selanjutnya. Dan Falfayria hanya tersenyum dan menyuruhnya tenang. Kadang-kadang warna itu membuat para Warnarish kembali segar lagi. Tapi ada beberapa tanaman di daerah kusam yang membuat warna para Warnarish menjadi tak segar dan kusam. Dan kadang-kadang para Waemon menyerang warga negeri ungu dengan membuat mereka terluka dan lemah.Danil terlihat seperti mendengarkan Falfayria, tapi ia diliputi rasa khawatir yang terus menerus menggangunya jadi ia sebernarnya tidak peduli apa yang diberitahukan dan diceritakan Falfayria sepanjang jalan.Saat selesai menuruni bukit. Mereka disambut oleh sungai yang dipinggirnya ditumbuhi bunga-bunga. Ada bunga yang seperti bunga poppy, tapi Falfayria menyebutnya Waroppy
Danil terkesiap memandang pemuda itu, matanya terbuka lebar dan jantungnya nyaris copot. Falfayria pun menengang. Tapi sikap dan roman mukanya masih terlihat tenang. Lalu semak tinggi yang di sebelah Danil menyemprotkan serbuk dari bunganya ke rambut Danil. Dan rambutnya makin ungu. Ia agak kesal dan menutup matanya saat serbuknya mulai melebar ke udara. Ia lalu menggoyangkan kepalanya lagi. Falfayria mengangkat tangannya ke mukanya dan memejamkan matanya. Lelaki itu hanya melihat dengan bengong. Sehelai rambut jatuh dikeningnya.“Hmm, aku tidak tahu kau sepertinya terganggu saat serbuknya menyebar kemana-mana. Tapi aku belum tahu namamu. Jadi kuperkenalkan diriku. Namaku Byzan Mauvo. Pangeran negeri ini, juga ahli waris kerajaanku. Dan gadis yang kau ajak bicara itu adalah adikku, kau...” Byzan menunggu jawaban dari Danil. Danil menyisir rambutnya dengan jemarinya. Tapi ia tidak mau membersihkan semua serbuk itu agar rambut tebalnya yang coklat muda itu tak terli