*******
"Aku akan membawamu ke hadapan raja kami," ucap salah satu orang yang berada di depannya.
Felix mendongak, menatap orang itu dengan pandangan tak suka, "raja kalian? Kenapa harus? Aku tidak ada urusan dengannya," ujarnya.
Orang bertelinga runcing itu terkekeh pelan, melangkah mendekat kearahnya dan berjongkok di hadapannya.
"Jangan sombong anak muda. Kau tahu, jika setiap manusia yang masuk di dunia kami tidak akan dibiarkan hidup?" bisiknya.
Dia membelalakkan matanya, "lepaskan!" Anak lelaki itu memberontak, berusaha melepaskan cekalan kuat kedua orang itu pada lengannya.
Dilihat dari penampilannya, sepertinya mereka bukan orang baik. Ditambah dengan sayap mereka berwarna hitam, kita semua tentu tahu, bahwa warna hitam identik dengan kejahatan. Tapi apakah iya? Tidak semuanya seperti itu bukan?
Kedua orang itu bersiap untuk membawanya terbang membuat dia makin panik dan memberontak agar terlepas.
"Lepass!" Sentaknya.
"Jangan harap!" Balas orang yang mencekal tangan kirinya.
Sudahlah, dia menundukkan kepalanya, pasrah saja terhadap nasibnya. Niat ingin menemui ibunya malah berujung sial seperti ini. Kenyataannya memang mereka lebih kuat daripada dia, apalagi mereka berdua sedang dia sendiri. Jika memang ditakdirkan mati di tempat ini, ya, sudah.
Saat mereka sudah membawanya terbang cukup tinggi, tiba-tiba terdapat serangan batu—mungkin ketapel dari bawah yang beruntungnya batu itu mengenai kepala ketiga orang itu, tapi sialnya punggungnya juga terkena.
Ketiga orang itu menoleh ke bawah untuk melihat siapa yang melemparkan batu kearah mereka.
"Siapa di sana?!" Teriak pemimpinnya.
Seperti diberikan kesempatan untuk melepaskan diri, dia memukul perut kedua orang itu dengan sikunya sekuat tenaga.
Karena tidak fokus, orang itu oleng dan jatuh kembali di tanah. Sedangkan dia sudah melompat di semak-semak.
"Hei, jangan kabur kau!!" Seru orang itu.
Dia berlari dengan cepat kearah timur karena terlalu panik, sehingga dia tidak tahu bahwa jalan itu adalah—
Jalan buntu.
Felix mengumpat dalam hati, kepalanya menoleh kearah kanan dan kiri bergantian untuk mencari jalan keluar sebelum ketiga orang tadi menemukannya.
"Dia berlari kearah sana!" Suara itu terdengar makin mendekat.
"Matilah kau Felix..." Gumamnya.
Saat langkah kaki yang menginjak dedaunan sudah terdengar, tiba-tiba tangannya ditarik kuat oleh seseorang dari semak-semak.
Hampir saja dia berteriak, namun dengan cepat anak laki-laki bertelinga runcing yang sepertinya seumuran dengannya itu membungkam mulutnya dengan cepat.
"Tenanglah, aku akan menyelamatkanmu," ucapnya pelan membuatnya sedikit tenang.
Dia pikir, orang yang di depannya kini adalah orang jahat. Tapi pikirannya salah, karena dia sepertinya orang baik berbeda dengan yang akan menangkapnya tadi. Lagipula sayapnya berwarna putih seperti sayap ibunya.
Anak laki-laki itu mengayunkan tangannya dan mengarahkannya kearah depan ketiga orang jahat tadi, seperti memantrai. Dia ikut mengintip dari arah semak-semak, dan ternyata anak laki-laki di sampingnya ini membuat lubang besar dan sepertinya cukup dalam.
Srekkk!
Tepat sasaran! Ketiga orang itu terpleset ke dalam lubang dan terdengar berteriak. Felix mengamati kejadian itu dengan kerutan di alisnya, bukankah mereka bisa terbang?
"Di lubang itu ada banyak lebah penyengat, jika kau bertanya-tanya kenapa mereka berteriak," jelas laki-laki berambut hitam legam itu seraya terkekeh pelan.
Anak laki-laki tak yang masih tak ia tau identitasnya itu berdiri, "ayo, ikut denganku," ajaknya sambil mengulurkan tangan kanannya kearahnya.
"Kau siapa?" Tanyanya.
"Ah, itu tidak penting. Nanti kujelaskan, untuk sekarang ikut aku dahulu. Jika mereka berhasil melepaskan diri, nanti kau bisa tertangkap." Laki-laki itu mengambil tangannya tanpa persetujuan, dan membawanya terbang dengan kecepatan yang menurutnya tak biasa.
Untung saja dia tak takut ketinggian, jadi dia biasa-biasa saja. Dia menunduk, takjub dengan pemandangan indah yang ada di negeri ini, di bawah saja sudah indahnya minta ampun, apalagi ini di atas.
Anak laki-laki tadi membawanya ke sebuah rumah pohon, yang posisinya mengarah ke sebuah danau berwarna biru dengan beragam warna-warni ikan-ikan yang melompat-lompat keluar lalu masuk ke danau lagi. Sungguh, dia tak berhenti takjub dari mulai dia menginjakkan kaki ke dunia ini.
"Maaf, rumahku tidak bagus," ucap anak laki-laki itu, yang entah kapan sudah duduk di sisi kayu depan rumah pohon sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya.
Dia menghampiri anak laki-laki dengan mahkota daun-daunan itu dan ikut duduk di sampingnya.
"Jangan bilang begitu, aku suka tempat ini," ujarnya.
Anak laki-laki itu menengok kearahnya dan tersenyum sampai gigi-giginya terlihat.
"Namaku Frank, siapa namamu?" Tanyanya sambil mengulurkan tangannya.
Felix membalas uluran tangan itu dengan senyuman, "aku Felix."
"Keberuntungan? Oh, pantas saja kamu tadi bisa selamat dari peri hitam," ucapnya membuat Felix bingung.
"Maksudmu?"
"Manusia yang datang ke negeri ini selalu berakhir ditangkap oleh peri hitam dan dibunuh," jelasnya.
"Kenapa seperti itu? Memangnya salah mereka apa?" Tanyanya.
Frank memutar tubuhnya dan menghadap kearahnya, "kesalahan mereka adalah datang kesini."
"Ada beberapa manusia yang berhasil menembus dimensi kami, tapi raja peri hitam selalu membunuh mereka. Karena suatu konflik dengan ratu peri putih, aku tidak bisa memberitahumu tentang hal itu karena kamu termasuk orang luar, tapi itu adalah tragedi besar. Sampai akhirnya, ratu peri putih menutup jalan pintas itu karena tidak mau ada korban tak bersalah lagi, tapi tidak tahu kenapa jalan pintas itu sekarang dibuka lagi," jelas Frank membuat Felix mengangguk-angguk kepalanya sedikit faham.
Tapi, konflik? Apakah itu berhubungan dengan ibunya dikejar lebah raksasa yang dia lihat di memori nenek?
"Jadi maksudmu tadi aku orang pertama yang berhasil lolos?" Tanyanya.
"Iya, tapi kamu harus berhati-hati karena mereka pasti akan mencarimu," katanya.
"Tentu saja. Ngomong-ngomong, terima kasih sudah menolongku tadi. Jika tidak ada kau mungkin aku akan bernasib sama seperti manusia-manusia sebelumnya." Felix tersenyum tulus kearah Frank.
Frank tertawa, "ah, kau ini. Jangan seperti itu, membuatku malu saja."
"Ngomong-ngomong, kenapa kau kesini? Tersesat?" Tanya Frank, anak laki-laki itu menengadahkan tangan, lalu tak lama apel merah muncul di tangannya membuatnya langsung memakannya, membuat Felix menganga.
Sungguh, dia tak terbiasa dengan hal-hal asing yang ada di depan matanya saat ini.
"Kenapa bisa k-keluar?" Tanyanya sambil menunjuk apel yang berada di tangan Frank dengan jari telunjuknya.
"Apanya yang keluar?" Tanya Frank balik, lalu perlahan mengerti apa yang dimaksud Felix.
"Oh, hahaha, ini bukan keluar namanya tapi muncul. Pasti kamu belum terbiasa, ya, dengan yang kamu lihat di sini?" Balas Frank membuat Felix tertawa canggung.
"Iya, ini sangat tidak masuk akal menurutku, di dunia manusia tidak ada hal seperti itu, termasuk pemandangan yang ada di sini," ucapnya menatap pemandangan danau bewarna biru di depannya dengan tatapan kagum. Bersih, itulah yang terlintas di benaknya sedari tadi. Ternyata masih ada manusia yang peduli dengan alam. Bumi itu sebenarnya sangat indah dilihat dari sudut manapun, hanya saja ada oknum-oknum tak tahu diri yang merusak dan mengotori alam tanpa rasa bersalah hingga membuatnya tak terawat lagi.
"Aku setuju dengan yang ada di pikiranmu, tapi kamu harus tahu kalau masih ada beberapa tempat di bumi ini yang masih terawat." Felix menatap anak laki-laki bernetra hijau itu penuh selidik, sebernarnya yang ada itu negeri ini itu makhluk macam apa? Apakah selain mempunyai kemampuan sihir mereka juga bisa membaca pikiran orang?
"Apa?" Tanya Frank melihat tatapan aneh Felix.
"Kau cenayang, ya?" Ujarnya.
"Kau ini ingin tahu sekali, ngomong-ngomong jawab dulu pertanyaanku tadi," balas Frank sembari terkekeh.
"Dasar tidak berkaca," sarkas Felix, tapi kemudian menjawab pertanyaan Frank tentang alasannya datang ke sini.
"Tidak, aku sama sekali tidak tersesat, aku sengaja. Aku ingin mencari ibuku," balasnya membuat Frank terkejut.
"Ibumu peri? Itu berarti kamu bukan manusia?"
"Aku tidak tahu pasti, karena aku pun belum bertemu dengannya. Lagipula, jika aku sama sepertimu, mengapa aku tidak punya sayap?" Dia menatap lurus ke depan sambil mengedikkan bahunya.
Frank mengangguk-anggukan kepalanya, "benar juga."
"Memangnya siapa nama ibumu?" tanya Frank sambil mengunyah apelnya. Felix menatap anak laki-laki itu, mengingat kembali nama yang tertulis di surat yang memberinya petunjuk tadi.
"Freya," jawabnya.
Uhuk!
Frank tersedak apel yang tadi dikunyahnya akibat perkataan Felix, jangan bilang jika Felix adalah...
"J-jadi kau... Orang yang dicari raja peri hitam selama ini?" ujar Frank membuat Felix bingung sendiri.
"Hah?"
*********
"Kalian ini payah sekali, menangkap anak kecil seperti itu saja tidak becus!" Bentak seseorang bertanduk dan bersayap hitam itu kepada tiga orang yang sedang terduduk di depannya dengan memar benjolan yang hampir ada di seluruh tubuhnya akibat sengatan lebah penyengat.
Iya, itu adalah penjaga perbatasan yang tadi ingin menangkap Felix.
"Maaf yang mulia, sepertinya ada peri putih yang membantunya lolos," ucap yang berada di tengah berniat membela diri.
Raja itu menoleh cepat kearah sumber suara, "peri putih?"
"Iya, Yang Mulia," balas mereka bertiga bersamaan.
"Atas dasar apa peri putih membantunya? Memangnya dia siapa?" tanya Pria bertanduk hitam itu.
"Kami tidak tahu pasti Yang Mulia, tapi kami menemukan benda ini tadi." Orang yang berada di samping kanan berdiri dan menunjukkan sebuah kotak kecil yang tak sengaja dijatuhkan oleh Felix.
Pria itu mengambil kotak yang ditemukan penjaga perbatasan itu lalu membukanya.
Alisnya berkerut ketika melihat isinya, namun perlahan raut mukanya terlihat marah. Pria itu berdiri lalu membanting kotak itu hingga menimbulkan suara yang cukup keras membuat ketiga orang itu terkejut bukan main.
"Pergi dan cari anak itu!" Sentak pria itu.
"K-kenapa Yang Mulia?" Tanya salah satu penjaga sambil terbatas karena ketakutan.
"DIA ANAK YANG KITA CARI, DASAR BODOH!"
*******
******* "Ratu Freyaaa!!!" Anak laki-laki berambut hitam legam dengan netra hijau itu berteriak dengan keras membuat wanita yang sedang duduk memandangi bintang di tanah tinggi dekat kolam ajaib itu sontak berdiri dan menghampirinya dengan panik. "Ada apa Frank, kenapa kamu berteriak seperti itu?" Tanyanya. "I-itu..." Frank menunjuk kearah belakangnya panik. "Iya, itu apa?" Tanya Freya sekali lagi. "Frank, bisakah kau pelan sedikit, aku sudah lelah..." Mereka mengalihkan pandangan kearah sosok berambut pirang platina yang sedang menyenderkan tubuhnya di bawah pohon mapple. "D-dia—" "Felix," ucap Freya terkejut karena tidak menyangka jika Felix bisa secepat itu menemukan jalan menuju ke sini. Dia berjalan mendekat kearah anak laki-laki yang memejamkan matanya itu diikuti oleh Frank, entah tak sadarkan diri atau memang hanya memejamkan mata saja. "Anda mengenalnya?" Tanya F
*****"Jangan aku..."Anak laki-laki yang baru saja masuk ke dalam kamar tempat Felix tidur itu terkejut melihat anak itu mengigau tak jelas sambil bergerak-gerak gusar."J-jangan..." Frank menghampiri ranjang dan menggoyang-goyangkan tubuh anak itu pelan."Hei," ujarnya, namun tak membuat Felix bangun juga."Temannn bangunn!" Teriakan anak laki-laki dengan sayap putih itu membuat Felix seketika terlonjak kaget dan terbangun dari tidur dengan napas memburu.Setelah sadar sepenuhnya, dia menoleh kearah Frank dengan raut kesal. Frank sudah menahan tawanya karena melihat reaksi berlebihan dari Felix, ya, siapa suruh dibangunkan secara halus tidak mempan, jadinya dia memilih cara yang sedikit jahat."Kau mimpi buruk?" Tanya Frank kepadanya membuatnya terdiam dan mengingat apa yang baru saja terjadi padanya.Mimpi buruk itu lagi.Kenapa itu harus terjadi saat Frank
******"Frank, ayolah jelaskan sedikit padaku," Anak laki-laki itu mondar-mandir karena mengikuti Frank yang entah kenapa sejak tadi terus menghindar saat dia bertanya kenapa anak itu tak melanjutkan ceritanya tentang seluk-beluk Negeri Wynstelle.Salahkan saja Frank, kenapa dia menyebutkan jika tidak mau menjelaskan? Membuat orang penasaran saja!Sedangkan Frank sudah risau setengah mati karena dia keceplosan dan berakhir memberitahu Felix tadi, bagaimana tidak? Menurut rumor dari teman-teman bermainnya, orang yang membocorkan rahasia ini tanpa izin Ratu akan ditahan di penjara besi emas yang mana di dalam penjara tersebut suhunya sangat panas seperti kau masuk neraka ditambah lagi dengan wajah penjaganya yang sangat mengerikan. Ah, membayangkan saja sudah membuat Frank ngeri."Biar aku saja yang jelaskan." Kedua anak laki-laki itu menoleh kearah belakang dan mendapati Edward di sana."Ayah?"&nbs
******Prangg!Pria bertanduk hitam serta sayap hitam itu membanting kotak berukiran bunga dandelion tepat di depan wanita bersayap putih yang tengah menatapnya datar."Kenapa? Kenapa kau biarkan dia kemari?!" Teriaknya marah membuat wanita di depannya itu terkekeh pelan."Kau takut?" Tandasnya dengan sisa-sisa tawa lirih.Rahang pria itu mengeras dan giginya bergemelutuk menandakan dia kesal dengan wanita di depannya itu."Kau bilang kutukan itu hanya bualan semata, tapi lihatlah kali ini kau pun takut sendiri." Wanita itu tersenyum kiri membuat pria yang merupakan bagian dari keluarganya itu makin merasa dipermalukan.Wanita itu adalah Freya dengan Orazio yang berada di depannya."Kau ingin membuat kakakmu sendiri menemui ajalnya?" Ujar Orazio menurunkan nada bicaranya.Seketika wanita itu merubah rautnya, mata Freya menajam kearah pria itu. "Kau bukan saudaraku lagi sejak kau
*******"Semua yang ada di sini tidak akan mati kecuali dimatikan."Itu bukan suara mereka. Melainkan suara seseorang dari belakang mereka.Kedua anak laki-laki itu menoleh kebelakang kala suara berat terdengar menyahut dari sana. Terlihat sosok laki-laki berambut orange dengan netra yang sama seperti rambutnya sedang menyembunyikan kedua tangannya di belakang tubuhnya sambil menatap kearah Felix dan Gazza. "Paman James?" Ucap Gazza."James?" Tanya Felix menatap Gazza kebingungan.Gazza mengalihkan pandangannya kearah Felix, baru ingat jika anak itu baru tiba di tempat ini. "Ah, dia teman ayahku," jawabnya membuat Felix mengangguk-angguk mengerti.Pria itu meliriknya sekilas lalu kembali menatap Gazza, "ayahmu mencarimu.""Iya paman, setelah ini aku akan pulang," balas Gazza dibalas senyuman dan usapan pelan di kepala oleh pria itu."Hati-hati saat melewati hutan cahaya," ucapnya lagi dengan seseka
*******Jlebb!"Felix!" Keempatnya berteriak secara bersamaan ketika anak panah itu mengenai bahu kanan Felix bagian atas.Felix meringis melihat darah yang mulai mengucur deras dari bahu bagian depannya. Dia menatap penuh emosi kearah ketiga peri penjaga perbatasan yang kini menatapnya puas. Dengan menahan mati-matian sakit yang ada di bahunya, dia memunculkan cahaya biru pada kedua tangannya yang masih baik-baik saja dan mengarahkannya pada ketiga peri tersebut.Frank, Dean, Hardwin dan Gazza sukses terkejut dengan yang dilakukan Felix kepada ketiga peri hitam itu.Mereka diselimuti bongkahan es sekarang.Bruk!Kelimanya menoleh kearah sumber suara, tampak seorang peri bersayap hitam tengah turun dari pohon. Dengan sigap tangan Frank bergerak memunculkan akar dari tanah yang mengikat kaki peri tersebut hingga tersungkur.Sudah dapat ditebak, itu pasti orang yang mencoba memanah mereka
******"Dari mana kau tahu?" Tanya James kepada Felix yang tengah duduk di ruang tamu rumahnya bersama anak-anak lainnya.James meletakkan teh buatannya di hadapan mereka berlima. Tampak Gazza, Frank, Hardwin dan Dean mengernyit menatap teh yang kini berada di hadapan mereka. Felix mengabaikan reaksi mereka yang ia rasa seperti sedang jijik dengan minuman itu, dia kembali melihat James yang duduk di hadapannya, terlihat sedang menunggu jawaban darinya."Dari mimpi," ucapnya serius.Frank yang sedang meminum teh sontak menyemburkannya kearah Gazza yang kini berada di depannya."Hei, kau bercanda?" Ucapnya dengan mata melotot.Sudah terpaksa minum teh yang rasanya seperti air comberan, ditambah kaget karena pengakuan Felix yang tidak masuk akal. Oh, ayolah, dia meminumnya hanya untuk menjaga kesopanan, karena tidak mau bermasalah dengan peri bermata orange. Dan jika Felix hanya bercanda seperti ini, sia-sia saja d
*****"Akh! Kubun—"Brakk!Keenam peri itu sontak menoleh kearah pintu yang dibuka secara kasar oleh seseorang, bahkan Felix pun menggantungkan teriakannya karena terkejut.Tampak seorang anak yang berambut sama seperti James sedang menatap pria itu panik. Terlihat dari deru napasnya yang tak teratur. "Ayah, mereka menyerang warga lagi!"Mendengar berita itu James langsung berlari kearah luar meninggalkan ruangan itu disusul anak perempuan tadi. Hal itu membuat Felix dan yang ketiga temannya bertanya-tanya, kecuali Gazza tentunya."Haruskah kita mengikuti mereka?" Tanya Hardwin menatap satu persatu temannya."Jangan. Itu diluar kemampuan kita," balas Gazza."Lalu, haruskah kita melanjutkan misi kita?" Ucap Frank yang dibalas anggukan serta senyuman kiri oleh Dean, Gazza dan Hardwin.Sedangkan Felix memiringkan kepalanya sembari menatap mereka berempat, bingung apa yang dibicarakan oleh