Share

|6. Cursed Land?

last update Последнее обновление: 2021-08-28 00:04:46

*****

"Jangan aku..." 

Anak laki-laki yang baru saja masuk ke dalam kamar tempat Felix tidur itu terkejut melihat anak itu mengigau tak jelas sambil bergerak-gerak gusar. 

"J-jangan..." Frank menghampiri ranjang dan menggoyang-goyangkan tubuh anak itu pelan. 

"Hei," ujarnya, namun tak membuat Felix bangun juga. 

"Temannn bangunn!" Teriakan anak laki-laki dengan sayap putih itu membuat Felix seketika terlonjak kaget dan terbangun dari tidur dengan napas memburu. 

Setelah sadar sepenuhnya, dia menoleh kearah Frank dengan raut kesal. Frank sudah menahan tawanya karena melihat reaksi berlebihan dari Felix, ya, siapa suruh dibangunkan secara halus tidak mempan, jadinya dia memilih cara yang sedikit jahat. 

"Kau mimpi buruk?" Tanya Frank kepadanya membuatnya terdiam dan mengingat apa yang baru saja terjadi padanya. 

Mimpi buruk itu lagi. 

Kenapa itu harus terjadi saat Frank melihatnya? Ah, ini menjengkelkan. Sepertinya dia bisa bertanya kepada Frank tentang siapa sosok yang terus menghantuinya saat dia tidur. Tapi tadi samar-samar dia bisa melihat sayap hitam di punggung orang itu, entahlah, dia tidak tahu pasti. 

Tapi sebenarnya...dia saja tidak bisa mengingat wajah orang itu, lalu bagaimana caranya dia bertanya kepada Frank? Yang ada dia malah diejek bodoh dengan anak lelaki satu itu. 

"Tidak ada, aku hanya sering mengigau," ucapnya tidak jadi menanyakan hal itu. Biarlah ini menjadi rahasianya dahulu. 

Frank mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti, tapi dari raut wajah anak laki-laki itu dia sudah bisa menangkap ada yang disembunyikan, tapi sudahlah, setiap orang mempunyai privasi bukan? 

"Ngomong-ngomong teman, kamu tidak merasakan ada yang berubah pada penampilanmu?" Tanyanya kepada Felix. 

"Memangnya apa?" Tanyanya kebingungan, dia meraba badannya tapi tidak ada yang aneh, lalu saat tangannya menyentuh telinganya dia terkejut. 

Telinganya runcing seperti milik Frank.

Matanya melirik ke belakang punggungnya dan teryata benar, ada sepasang sayap di sana, dia sudah berubah menjadi peri. Senyumnya merekah, karena akhirnya dia merasakan menjadi dirinya yang sebenarnya. Tapi jujur, ini agak aneh. 

"Sudahlah, lama-lama juga kamu terbiasa dengan wujudmu yang saat ini," ujar Frank lalu berdiri.

"Hei, kau itu tidak boleh membaca pikiran orang sembarangan, itu namanya tidak sopan, kau tahu?" Mata Felix sedikit memicing kearah anak itu, tapi yang di tatap hanya tertawa. 

"Maaf, aku tidak bisa menyia-nyiakan kelebihanku yang satu ini." Anak itu menarik tangan Felix—err sedikit kasar membuat anak itu sempoyongan karena belum siap berdiri. 

Dia berdecak, "sabarlah sedikit, Frank."

Sesampainya di ruang tamu, dia mendapati ibunya dengan seorang pria dewasa. Mereka seperti sedang diskusi, namun entah apa yang di diskusikan.

"Ratu, bolehkah aku membawa Felix keluar?" Tanya Frank namun mereka tidak ada yang menyahut. 

"Bagaimana dengan buah-buahan?" ucap pria itu sambil memunculkan bayangan apel dengan kekuatanya, sebenarnya Felix ragu jika itu pria dewasa karena wajahnya masih seperti remaja berusia tujuh belas tahun atau mungkin..dua puluh?

"Tidak, Ed. Itu terlalu membosankan," bantah Freya. 

"Lalu apalagi? Kau ini minta pendapat tapi pendapatku selalu kau tolak." Pria itu menatap malas wanita di depannya. 

"Karena pendapatmu itu tidak ada yang menarik, kau tahu?" Wanita itu menatap pria di depannya dengan mata memicing. 

"Ya, sudah, jika seperti itu pikirkanlah sendiri jangan meminta pendapatku!" Pria itu membalas dengan tatapan tajam, mereka saling melemparkan tatapan ingin perang hingga asap biru dan hijau menguar dari tubuh mereka berdua. 

Frank dan Felix menatap mereka tak percaya, sudah tua tapi tingkahnya masih seperti remaja. 

"Kalian ini tidak ingat umur atau bagaimana?" Ujar Frank sambil melipat tangannya di depan dada membuat kedua peri itu menoleh. 

"Ada apa? Apa ada masalah?" Tanya Freya kearah kedua anak itu. Sedangkan Edward mengerutkan alisnya bingung melihat anak yang berada di samping Frank itu. 

"Tidak ada, aku hanya ingin mengajak Felix jalan-jalan," balas Frank. 

"Dia siapa?" Tanya Edward. Frank mengikuti arah pandangan pria itu. 

"Ayah sungguh tidak mengenalnya? Wah, ayah ini sahabat macam apa tidak mengenali putra dari sahabatnya sendiri," ujar anak itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Felix menatap mereka berdua bergantian, pantas saja wajahnya dan warna matanya mirip, ternyata memang ayah dan anak. Kalian tahu apa yang dia pikirkan saat melihat pria itu? Iya, dia kira itu ayahnya, ternyata itu hanya sahabat ibunya. 

"Diam kau anak nakal!" Sentak Edward kepada putranya itu. 

Frank malah menjulurkan lidahnya kearah pria itu lalu berlari menuju halaman rumah diikuti oleh Felix. Seketika raut wajah ceria Felix berubah saat dia melihat pemandangan diluar rumah. 

Semuanya telah...berubah.

Apa-apaan ini? Kenapa bunga bewarna-warni, rumput yang indah, dan cahaya-cahaya kuning yang selalu mengikuti para kupu-kupu itu lenyap begitu saja dalam semalam? 

Semuanya sekarang berubah menjadi abu-abu, dan ini sangat membuat Felix kebingungan dan bertanya-tanya apa yang terjadi. 

Frank yang sadar akan perubahan ekspresi dari Felix pun menghembuskan napasnya pelan lalu duduk di sebuah bangku taman yang berada didekat sana. 

"Kamu pasti terkejut karena baru mengetahui bagaimana penampilan alam kami yang sebenarnya," ujarnya membuat Felix menoleh kearah anak laki-laki itu. 

"Lalu kemarin itu apa?" Tanyanya. 

Frank terkekeh pelan, "mungkin...ilusi?"

Anak laki-laki itu menghampiri Felix yang masih menatapnya bingung, "mau kutunjukan yang lainnya?" Ucapnya, Felix menggeleng. 

"Kenapa? Kau tidak suka lagi karena sekarang negeri ini tak seindah kemarin? Jangan bilang kau juga ingin kembali ke alam manusia?" Tanya Frank secara beruntun membuat Felix menatapnya malas dan secara refleks menjitak dahi anak laki-laki itu keras-keras. 

"Pikiranmu itu buruk sekali," ujarnya. 

"Ah, kau ini kejam," kata Frank sedikit dramatis, sambil mengelus dahinya kesakitan. 

"Dasar payah." Felix melanjutkan langkahnya meninggalkan Frank, entah akan pergi kemana. 

Frank mengejar anak itu, "ngomong-ngomong, ingin belajar terbang bersamaku?" Tawarnya membuat Felix menoleh kearahnya. 

********

"AAAAA!" 

Anak laki-laki bermata biru itu entah sudah keberapa kali berteriak histeris karena dibuat melayang-layang tak tentu arah oleh Frank.

"Sepertinya kau berbohong teman, karena buktinya kau takut terbang tinggi," ucap anak laki-laki itu dengan santainya membuat Felix seketika ingin menyumpal mulutnya menggunakan kotoran kucing Scarlett. Dasar tak punya hati! Bagaimana dia tidak takut jika diombang-ambingkan ke sana kemari? Ayolah, bahkan dia sudah mual sekarang. 

Pertama-tama tadi memang Frank mengajarinya dengan baik, bahkan dia sudah bisa terbang tinggi. Namun saat dia sibuk terbang dengan perasaan senang setengah mati, Frank mengendalikan angin dan membuat pergerakannya tak sebebas tadi dan ikut dikendalikan oleh anak laki-laki itu. 

Kau tahu alasan dibalik dia dihukum seperti ini? Iya, karena dia menjitak dahi anak laki-laki itu dengan keras tadi. Sepertinya Frank memang pendendam, bahkan jitakan itu tak seberapa dibandingkan—

"AAAA!" 

Ini. 

Dia mengumpat dalam hati, bayangkan, dia dijatuhkan dari ketinggian yang menurutnya lumayan tinggi—ah tidak, sangat tinggi.

"Maaf teman, aku tidak sengaja, apelku terjatuh tadi, jadi aku tidak fokus." Anak itu menyengir sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal, memandangi Felix yang jatuh ke tanah dengan cara tidak elit sama sekali. Dia menatap anak laki-laki itu datar, rasanya dia ingin melempar anak itu ke danau depan rumah pohon kemarin saja. Felix memukul tanah di sampingnya menggunakan telapak tangannya. 

Tanpa ia dan Frank sadari, tanah itu perlahan retak dan menyemburkan air tepat di tempat Frank berdiri. Anak laki-laki itu refleks terbang dan menghindar dari semburan air yang berasal dari tanah itu, walaupun bajunya sedikit basah, sedangkan Felix menatap kejadian itu dengan pandangan aneh. 

Air itu perlahan berhenti menyembur, "apa itu tadi?" Tanya Felix. 

"Kau baru saja menggunakan kekuatanmu?" Frank menghampirinya. 

"Kekuatan? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti," ujarnya. 

"Ratu Freya juga mempunyai kekuatan seperti yang tadi kau tunjukkan, itulah sebabnya aku menyebut kau menggunakan kekuatanmu, karena kau anaknya," jelas Frank. 

Felix memandangi kedua tangannya bergantian, dia? Mempunyai kekuatan? Baiklah, sepertinya dia sudah kehilangan jiwa manusianya secara keseluruhan. 

Dia menggerakkan sayapnya, "bukankah kau ingin mengajakku berkeliling?" Ujarnya kepada Frank. 

Jangan tanya kenapa sekarang dia sudah bisa terbang dengan baik, tentu saja karena ajaran dari Frank. Anak itu menggunakan kekuatan anginnya untuk mengajarinya agar tetap seimbang dan tidak jatuh. Ya, walaupun akhirnya disiksa. 

Frank mengangguk, lalu mereka mulai berputar-putar di udara bersama, menikmati pemandangan Wynstelle. Walau tak seindah kemarin, tapi tetap saja isinya tak berubah bukan? Hanya warnanya yang berubah. Jika negeri ini tidak kehilangan warnanya mungkin akan menjadi negeri favoritnya. Sungguh, dia seperti melihat dunia 'Moors' di film 'Maleficent' secara nyata, walaupun dari keseluruhannya negeri ini jauh lebih indah. 

"Ngomong-ngomong kenapa negeri ini menjadi tak punya warna?" Tanya Felix penasaran. 

"Karena negeri ini telah dikutuk," balas Frank dengan serius. 

*******

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Felix And The Star Gemstone   |29. PALSU

    ****"Paman Edward?"Keenam anak peri itu terlonjak kaget kala tak sengaja mendapati Edward yang tengah berdiri tepat di depan Goa Dua Pintu.Frank menelan salivanya susah payah lalu membalikkan badannya, namun ditahan oleh Gazza dengan cara ditarik ujung kerah lehernya. Lagi? Astaga, dia lelah terus yang terkena omelan Ayahnya karena ketahuan melakukan hal mencurigakan. Padahal Ratu Freya biasa-biasa saja, tapi respon Ayahnya sangat berlebihan menurutnya."Frank?" panggil Edward ke arah putranya yang kini tengah menundukkan kepala.Frank yang sangat tahu apa maksud dari Sang Ayah pun memejamkan matanya sebentar, mendongakkan kepalanya dan menghalau semua rasa gugup bercampur takut yang ada. "Kami ingin mengambil Batu Permata Bintang," ucapnya.Edward menaikkan sebelah alisnya bingung. "Batu Permata Bintang? Mengapa di sini?" tanyanya ke arah ketujuh anak itu.Frank menyerahkan peta yang sedari tadi berada di tangannya kepada Edward.Dengan ragu, Edward menerima peta itu. Dia cukup t

  • Felix And The Star Gemstone   28. Salah Paham.

    ***** "AAAAAA!" "TIDAKKK!" Kaki Edward melemas melihat kedua sahabatnya yang kini telah tak sadarkan diri akibat diserang Habis-habisan oleh Raja Peri Hitam. Dia terlambat. Netra hijau emeraldnya mengamati anak laki-laki bersurai pirang platina yang kini tengah mengarahkan tatapan membunuh ke arah pria yang menjadi biang keladi dari kerusuhan yang terjadi malam ini. "BERANI SEKALI KAU MENGHENTIKAN MANTRAKU, BOCAH!!" Pria bertanduk hitam itu menatap tajam Felix yang baru saja menghalau mantranya, sehingga mantra itu tidak mengenai Andrio sepenuhnya. Tapi, bagaimana anak itu bisa bangun lebih cepat dari dugaanya? "Kau mencariku, bukan? Lalu untuk apa kau membunuhnya? Melakukan hal yang sia-sia?" ucap Felix tak berekspresi sambil menaikkan sebelah alisnya. Rahang Orazio mengeras melihat ekspresi anak laki-laki di depannya. "Kau tidak tahu apapun!" Felix terkekeh pelan, "ken

  • Felix And The Star Gemstone   27. That's Him?

    ***** "Hahaha, apakah kau akan terus melindunginya, Andrio?" Suara tawa terdengar menggema di sebuah rumah yang hanya di terangi oleh cahaya lilin dan pantulan cahaya dari sang bulan. Anak bersurai pirang platina itu perlahan membuka matanya, merasakan tubuhnya tengah terbaring di atas lantai marmer berwarna hitam yang terasa begitu dingin menusuk tulangnya. Dia mengubah posisinya menjadi duduk. Di depannya terlihat kedua pria yang mungkin seumuran Paman Edward tengah saling bertarung mengeluarkan kekuatan mereka masing-masing. Salah satu diantara mereka bertanduk hitam serta bersayap hitam sedangkan yang satunya tidak mempunyai sayap maupun tanduk. Peri bersayap hitam itu tampak sedang membelakangi seseorang yang sedang disekap pada sebuah kursi dengan sihir merah yang mengelilingi tubuhnya. Dia mengucek-ucek matanya yang masih buram karena mungkin sudah terlelap entah berapa lama. Tapi, kenapa dia berada

  • Felix And The Star Gemstone   |26. Tidak Bernapas

    ***** "Paman, Ibu tidak bernapas. Aku harus bagaimana?" Ucapnya lirih, bahkan mungkin tak terdengar oleh yang lain selain mereka. Suara putus asa itu membuat jantung Andrio serasa berhenti berdetak detik itu juga. Kepalanya menoleh cepat kearah perempuan bersurai pirang platina tergerai bebas yang sedari tadi masih dalam keadaan memejamkan mata. Dia menggeleng pelan. Itu tidak mungkin. Dia belum menyalurkan mantra itu sepenuhnya. Seharusnya tidak secepat itu. Andrio berlari cepat ke arah wanita yang masih berstatus pasangan hidupnya tersebut. "Freya... Itu tidak benar, kan?" Ucapnya lirih di hadapan Freya. Telunjuknya bergerak untuk dia taruh di depan lubang hidung Freya agar ia bisa merasakan deru napas wanitanya. Oh, masihkah kata itu berlaku? Tepat sebelum hal itu terjadi, Felix lebih dahulu menyambarkan petir yang berasal dari Berlian Biru yang tengah ia hadapkan ke arah pria itu. A

  • Felix And The Star Gemstone   |25. Penangkapan

    ***** Felix berlari tergesa-gesa diantara beberapa pohon yang tumbuh tinggi menjulang di sekitar Hutan Cahaya. Ibunya ditangkap. Berita sampah macam apa itu? Awas saja jika dia dibohongi. Tidak mungkin ada yang menyakiti Ibunya. "Kau punya sayap, bodoh! Kenapa malah berlari?!" Ujar Frank yang kini sedang terbang di atasnya bersama dengan keenam temannya yang lain. Anak laki-laki bersurai pirang platina itu mendongak. Seketika timbul keinginan menempeleng kepala anak itu karena cara mengingatkannya yang amat menyebalkan. Tapi...benar juga kata Frank. Kenapa dia seketika melupakan fungsi sayapnya? Ah, entahlah. Pikirannya campur aduk sekarang. Entah itu tentang keberadaan Batu Permata Bintang maupun tentang ibunya yang katanya ditangkap entah oleh siapa. Dia mengepakkan sayapnya, ikut terbang bersama dengan teman-temannya. Namun diantara ketujuhnya, Felix lah yang terbang dengan sangat cepat da

  • Felix And The Star Gemstone   |24. 00.00

    ***** "Vancy dan Lavender sedang ditugaskan Paman James untuk meneliti sesuatu, jadi mungkin mereka tidak akan datang malam ini," ucap Gazza yang tengah merebahkan dirinya di kursi empuk di ruang tengah. Tunggu, kursi empuk? Anak laki-laki itu kembali duduk, menoleh ke belakang untuk mengamati kursi kayu yang biasanya selalu ia duduki sekarang sudah berubah menjadi kursi empuk berwarna biru. Dia melirik keempat temannya yang sedang sibuk bermain membentuk kunang-kunang menjadi sebuah bentuk hewan sesuai yang diperintah oleh pemain lain. "Siapa yang mengubah kursi ini?" Tepat saat giliran Hardwin yang akan membentuk kunang-kunang, Gazza bertanya kepada mereka mereka. Mendengar itu, keempatnya menoleh ke arah sofa tempat Gazza duduk. "Siapa lagi kalau bukan temanmu yang berasal dari dunia manusia ini," ujar Dean sambil melirik Felix. Anak laki-laki bersurai pirang platina

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status