Share

Chapter 7 - Lost Him

Mengingat momen indah waktu itu, kini tangisan Charlotte semakin pecah hingga buliran air mata membanjiri pipinya. Secara spontan Violet mengambilkan sapu tangan, lalu menyeka air mata pelan sambil menepuk pundak Charlotte berirama untuk menenangkannya.

“Maaf, gara-gara aku, kau jadi menangis seperti ini,” sesal Violet menunduk bersalah.

“Aku merindukan…kehangatan tubuhnya, sikapnya waktu itu walaupun dia baru saja menyatakan perasaannya padaku, aku sangat mencintainya.”

“Maka dari itu, kau harus tetap kuat supaya bisa bertemu dengannya lagi.”

“Iya, aku mengerti.”

“Aduh, makanannya jadi dingin begini akibat aku memintamu untuk bercerita panjang lebar. Kalau begitu akan aku menyuruh pelayan membuatkan makanan yang hangat untukmu.”

Ketika Violet ingin beranjak dari sofa, tangan kanan Charlotte menyentuh lengan Violet, mencegahnya pergi.

“Jangan tinggalkan aku! Aku tidak mempermasalahkan makanannya menjadi dingin.” Charlotte merengek manja dengan wajah memelas.

“Baiklah, kalau seandainya kau mengeluh tiba-tiba, jangan salahkan aku, ya.” Violet kembali menduduki sofa menaruh nampannya di atas meja.

Baru saja Violet mengambil sesendok lauk, Charlotte langsung merebut sendoknya, memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Lalu, ia terus menikmati makanannya seperti tidak makan selama sebulan. Melihat sikap sahabatnya, Violet hanya bisa menggelengkan kepala.

“Memang sandiwaramu itu sangat buruk, Charlotte.”

“Aku sandiwara apa?” Dahi Charlotte mengernyit.

“Tadi kau bilang tidak selera makan, sekarang kau makan seperti singa kelaparan.”

“Kalau itu sih, sebenarnya memang perutku sedikit lapar sekarang.” Charlotte tertawa kecil sambil menggarukkan kepala.

“Ya sudah, apapun alasanmu itu, yang terpenting aku sedikit lega melihat selera makanmu kembali seperti orang normal.”

Beberapa saat kemudian, setelah menghabiskan makanannya sampai tidak tersisa akibat seharian penuh tidak mengisi perutnya, pada akhirnya Charlotte keluar dari kamarnya setelah mengurungkan diri seperti seekor burung yang terkurung dalam sangkarnya. Langkah kakinya pelan menuju ruang tamu didampingi Violet di sebelahnya, sorot matanya tertuju pada foto-foto kenangan bersama calon suami tercintanya selama ini. Ia mengambil salah satu bingkai fotonya, memandangi senyuman bahagia terpampang pada wajah Gabriel, sehingga membuat dirinya ingin menangis lagi sambil mengelus fotonya pelan.

“Charlotte…” panggil Violet lemas.

“Kau sendiri bisa lihat, kan, senyumannya terlihat sangat indah dalam foto ini. Walaupun hampir setiap hari ia selalu tersenyum, tapi dia selalu menunjukkan rasa cinta lebih padaku.”

“Pokoknya di dalam foto ini, kalian berdua memang tampak sangat serasi, sudah seperti pasangan suami istri yang baru saja menikah.”

“Padahal foto ini diambil sudah cukup lama.”

“Seandainya saja, ada pria yang memiliki karakter seperti Pangeran Gabriel, sudah pasti aku langsung jatuh cinta padanya,” tutur Violet tersenyum mengambang yang pikirannya sudah melayang entah ke mana.

“Jadinya bisa disimpulkan, walaupun kau baru pertama kali bertemu dengannya, langsung jatuh cinta begitu saja?” lontar Charlotte sedikit meledeknya.

“Bukan berarti begitu juga, Charlotte. Aku tidak mungkin dibutakan cinta sampai begitu.” Violet memutar kedua bolanya bermalasan sambil menepuk.

“Syukurlah, berarti temanku yang satu ini masih waras.” Tanpa disadari, senyuman yang sudah lama tenggelam pada lembah putus asa, akhirnya kembali bersinar lagi.

“Barusan kau tersenyum, Charlotte.”

“Benarkah? Apa mungkin karena kau bergurau denganku barusan?” Charlotte menautkan kedua alisnya sambil bertopang dagu.

“Yang penting akhirnya kau bisa tersenyum sekarang!” seru Violet girang seperti anak kecil memeluk Charlotte erat.

“Sekarang tinggal menunggu kabar, aku sepenuhnya tidak bahagia kalau Gabriel dan Lucas masih belum ditemukan sampai sekarang.”

Sementara di sisi lain, Perdana Menteri Agnes juga sebenarnya memiliki kondisi yang sama seperti Charlotte, karena kabar buruk yang menggemparkan seluruh negeri. Namun ia tidak seperti Charlotte mengurungkan diri dalam kamarnya, melainkan ia mengurungkan dirinya dalam ruang kerjanya sambil berjalan mondar-mandir, hingga membuat sekretarisnya sangat mencemaskannya di luar ruangan.

“Perdana Menteri Agnes, apakah Anda baik-baik saja?” pekik sekretaris dari luar ruangan.

“Anda jangan ganggu saya dan cepat pergi dari sini!”

“Tapi selama seharian ini, Anda terus di dalam ruang kerja tanpa mengisi perut.”

“PERGI DARI SINI SEBELUM SAYA PECAT!” teriak Agnes mulai menggila sambil menggarukkan kepalanya kesal.

Drrt…drrt…

Ponsel Perdana Menteri Agnes bergetar tiba-tiba di atas meja kerjanya. Helaan napas kasar dihembuskan dari mulutnya, lalu mengangkat panggilan telepon dari sekretarisnya dari luar.

“Kenapa Anda malahan menelepon saya!”

“Barusan saya dihubungi pihak Badan Intelijen Nasional, katanya kamera dasbor pesawat, dan pakaian Pangeran Gabriel ditemukan.”

Dengan sigap, Perdana Menteri Agnes memakai mantel kerja, lalu berlari keluar ruangan menghampiri sekretarisnya yang berdiri sampai pegal.

“Maksud Anda apa? Kenapa pakaiannya saja yang ditemukan?”

“Entahlah, kita harus pergi ke TKP untuk menanyakannya lebih lanjut.”

“Siapkan mobil sekarang!” pinta Agnes tegas.

Pada saat yang bersamaan, mendengar kabar dari pihak Badan Intelijen Nasional, Charlotte bergegas mengunjungi TKP yang ditemani sahabatnya tepat di sebelahnya. Di tengah perjalanan, napas Charlotte sedikit sesak sambil terus memegangi dadanya, air mata mulai berlinang dari kelopak matanya.

“Charlotte, sebaiknya kau jangan menangis dulu. Siapa tahu ini menandakan Pangeran Gabriel ditemukan masih hidup,” bujuk Violet lembut sambil mendekapnya hangat.

“Sejak awal sebelum dia pergi, memang aku sudah memiliki firasat buruk tentang ini.”

“Kau cukup berdoa saja. Semuanya pasti akan baik-baik saja.”

Tidak membutuhkan waktu yang lama, Charlotte tiba di TKP dulu, lalu ia berlari cepat menghampiri segerombolan petugas Badan Intelijen Nasional yang sedang mengumpulkan beberapa barang ditemukan di dasar laut.

“Di mana Pangeran Gabriel?”

“Maaf, Nona Charlotte, saat ini kami—”

“DI MANA TUBUHNYA??” Charlotte mengulangi lontarannya sambil menangis pasrah.

“Kami sudah menelusuri seluruh area dasar laut, namun tubuh Yang Mulia dan sekretaris Lucas tetap tidak ditemukan di manapun,” jawab ketua tim Badan Intelijen Nasional.

“Yang kami temukan hanyalah sepotong pakaiannya saja,” lontar anggota lainnya sambil menyerahkan potongan pakaian Gabriel dan Lucas kepada Charlotte.

Pandangan Charlotte mulai kabur memandangi sepotong kecil lengan pakaian saja. Pikirannya semakin aneh, membuat napasnya semakin tersengal-sengal. Tubuhnya ambruk ke tanah dengan tangisan pecah tanpa memedulikan orang di sekitar memandanginya. Tak lama kemudian, Perdana Menteri Agnes baru saja tiba di TKP langsung berlari menghampiri Charlotte yang sudah tidak berdaya.

“Kenapa kau menangis seperti itu? Apa yang terjadi sebenarnya?”

Charlotte tidak meresponnya sama sekali sehingga Perdana Menteri Agnes mulai geram sambil menggoyangkan tubuh Charlotte kasar.

“KENAPA KAU TIDAK MENJAWABKU?”

Melihat sahabatnya diperlakukan kasar, dengan sigap Violet menepis tangan Perdana Menteri Agnes kasar.

“JANGAN MEMPERLAKUKANNYA KASAR SEPERTI ITU!”

“Beraninya kau berbuat lancang padaku!” bentak Agnes mencengkeram baju Violet kasar.

“Hentikan kalian berdua!!” pekik Charlotte emosinya pecah.

Mereka berdua langsung hening sejenak, Perdana Menteri Agnes melepas cengkeramannya lemas.

“Seharusnya aku tidak membiarkan kau menikah dengan Pangeran Gabriel! Aku yang pantas melindunginya sepanjang hidupku!” ujar Agnes lantang menaikkan alisnya.

“Beraninya kau berkata seperti itu di hadapan tunangan Pangeran!” ketus Violet menajamkan tatapannya.

“Tidak usah memarahinya.”

“Tapi—”

“Aku ingin melihat rekaman dasbornya langsung. Aku ingin memastikan apakah Gabriel sungguh masih hidup melalui rekamannya,” ujar Charlotte lemas.

Lalu Violet menghampiri ketua tim Badan Intelijen Nasional.

“Nona Charlotte ingin menyaksikan rekamannya langsung. Apakah Anda mengizinkannya menyaksikannya langsung sekarang?”

“Baiklah, harap ikuti saya.”

Di kantor Badan Intelijen Nasional, ketiga wanita tersebut bersama staff lainnya menyaksikan rekamannya saksama. Saat pemutaran terjadinya sebuah ledakan cukup dahsyat pada pesawat di laut, kepala Charlotte terasa seperti terkena bom waktu yang meledak, hingga membuat tubuhnya hampir ambruk lagi. Sedangkan reaksi Perdana Menteri Agnes terlihat pasrah memandanginya, ingin menangis pecah namun mengingat keadaan di sekitarnya, ia mengurungkan niat melakukan aksinya.

“Jadinya…mesin pesawat meledak…ditambah cuaca buruk membuat pesawatnya jatuh?” Charlotte melontarkan pertanyaannya lemas pada petugas.

“Jika dilihat seperti ini, kemungkinan besar—”

“Kemungkinan besar apa? Apa yang terjadi dengan Pangeran Gabriel?”

“Melihat situasi rekamannya seperti ini, dengan berat hati saya menyatakan bahwa kemungkinan kecil peluang Yang Mulia dan sekretarisnya ditemukan dalam keadaan selamat.”

Mendengar pernyataan barusan seperti sambaran petir yang sangat dahsyat, Charlotte memejamkan matanya, terjatuh pingsan di tempat.

“Nona Charlotte! Nona Charlotte, bertahanlah!” pekik Violet panik sambil menepuk pipinya.

“Dia harus dibawa ke rumah sakit kerajaan!” usul Agnes panik.

Sementara di sisi lain, seorang pria misterius yang terlihat tampak tua dari belakang dengan rambut sedikit putih, sambil memutar sebuah musik klasik dalam ruang kerjanya, di tengah bencana menggemparkan negeri, dirinya hanya bisa duduk bersantai menikmati alunan musiknya.

Drrt…drrt…

Ponselnya bergetar tiba-tiba di atas meja.

“Ada apa?”

“Kabar dari pihak Badan Intelijen Nasional, menyatakan bahwa tubuh Pangeran Gabriel dan sekretaris Lucas tidak ditemukan di manapun.”

“Ini baru namanya berita bagus, bersiaplah semuanya.” Pria misterius tersebut tersenyum licik sambil mematikan panggilan telepon.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status