Share

Chapter 6 - The Past

Memang di masa itu, merupakan salah satu momen kenangan terindah bagi hidup Charlotte. Selain menciptakan momen kenangan indah, juga mengubah karakternya menjadi seorang wanita yang berpegang teguh dan tidak mudah ditindas orang, walaupun statusnya merupakan putri dari keluarga bangsawan.

Saat itu, Charlotte memang sangat mengidolakan seorang pangeran tampan, sekaligus bisa dikatakan teman sewaktu kuliah. Sebagai informasi saja, universitas biasa dan universitas untuk keluarga kerajaan sangat berbeda jauh. Universitas biasa tentu saja digunakan untuk kalangan orang biasa yang fasilitasnya tidak semewah dengan universitas kerajaan. Sebaliknya universitas kerajaan digunakan untuk anggota keluarga kerajaan maupun bangsawan. Maka tidak heran Charlotte dan Pangeran Gabriel pertama kali bertemu saat duduk di bangku kuliah.

Karakter Charlotte dikenal sebagai wanita pemalu, bahkan sempat menjadi bahan gosip teman sekelasnya, walaupun sesama berdarah bangsawan. Namun berkat kehadiran sahabat terdekatnya, ia memiliki keberanian mengangkat kepalanya tegak. Sampai pada suatu hari nanti, ia memiliki perasaan pada pria idolanya.

“Ngomong-ngomong Charlotte, selama ini kau hanya berteman dengan Pangeran Gabriel?” tanya Violet penasaran mendongakkan kepalanya di hadapan Charlotte.

“Maksudmu apa?”

“Bukankah selama ini kau mengidolakannya? Seharusnya kau menyatakan perasaanmu padanya sebelum direbut wanita lain.”

Dengan sigap Charlotte membungkam mulut Violet rapat dengan telapak tangannya sambil mengamati sekelilingnya, takut akan seseorang menguping pembicaraan mereka. Violet menyingkirkan tangan Charlotte kasar, mendengkus kesal.

“Kenapa kau malahan menutup mulutku?” tanya Violet kesal.

“Aish, kenapa kau berbicara tidak disaring dulu! Bagaimana kalau orang lain mendengar perkataanmu barusan. Pasti gosip akan menyebar di manapun,” gerutu Charlotte bibirnya mengerucut.

“Hehe maaf. Tapi lagipula kau sungguh tidak menyukainya sama sekali?”

“Kau ini bicara apa sih! Kasta keluarganya dengan keluarga kita sangat berbeda jauh. Dia itu adalah seorang pangeran kerajaan ini. Mustahil seorang pangeran menyukai wanita biasa sepertiku, walaupun keluarga bangsawan.”

“Hmm bagiku tidak mustahil selama kau mencobanya.”

“Sudah jelas kita tidak mungkin menikah dengan anggota keluarga kerajaan. Kalau seandainya itu terjadi, memang ada sebuah keajaiban yang nyata dalam hidupku.”

“Baiklah, bagaimana kalau kita taruhan saja?”

“Taruhan denganku juga sudah pasti aku yang menang.” Charlotte menaikkan alisnya berlagak sombong.

“Belum tentu pemikiranmu itu sepenuhnya benar. Sebaiknya kau ikut denganku saja!” ajak Violet menggandeng tangan Charlotte keluar dari kelas.

Ketika mereka berdua sedang berjalan sepanjang koridor, raut wajah Charlotte penuh penasaran hingga dahinya berkerut.

“Sebenarnya kau akan mengajakku ke mana sih?”

“Yang pasti ke suatu tempat yang sangat kau suka.”

Di tengah jalan, tiba-tiba terdengar suara alunan musik klasik yang diiringi menggunakan piano. Mendengar iramanya saat ini, membuat hatinya terasa sangat tenang. Tanpa ia sadari, langkah kakinya mengikuti sumber suara tersebut yang diikuti Violet dari belakang. Semakin lama suaranya terdengar sangat jelas, hingga pada akhirnya ia menghentikan langkah kaki di depan sebuah ruang musik.

Dengan penuh rasa penasaran, Charlotte mengintip sosok orang yang bermain piano saat ini melalui kaca jendela yang kebetulan tidak ditutupi tirai sepenuhnya. Matanya terbelalak sempurna ketika memandangi sosok orang tersebut adalah pria idolanya.

“Kenapa wajahmu seperti itu?” tanya Violet terheran.

“Panjang umur dia.”

“Jangan bilang Pangeran Gabriel yang bermain pianonya.”

“Memang dia adalah pianis professional yang pernah kutemui selama ini,” tutur Charlotte berdecak kagum dengan pandangan berbinar.

“Kau tidak akan masuk?”

“Tidak mau, aku tidak akan mengganggu konsentrasinya.”

“Tapi bukankah ini kesempatan bagus untuk mengujinya?” Violet menyunggingkan senyuman nakalnya.

“Tidak sopan kalau mengganggunya sekarang.”

“Kau lebih memilih dia direbut wanita lain atau kau mengujinya sekarang?”

“Kalau itu sih…”

“Sudahlah, sebaiknya kau ikut instruksiku saja.”

Tanpa berpikir panjang, Violet langsung mendorong pintu kelas sehingga terbuka dengan lebar sekarang, membuat Gabriel menghentikan aksinya sejenak. Tatapan Charlotte menyeringai pada Violet, lalu memukul lengannya pelan.

“Aish, kenapa kau sungguh melakukannya!” omel Charlotte.

“Bukankah kau ingin mengujinya? Maka dari itu, aku tidak sabar menunggunya,” bisik Violet pelan tertawa usil.

Sementara sorot mata Gabriel terfokus pada wanita pujaan hatinya yang penampilannya terlihat bersinar di matanya, walaupun situasi saat ini sedikit terlihat canggung. Secara spontan, kakinya terangkat menghampiri kedua gadis yang sedang berdebat.

“Nona Charlotte,” panggil Gabriel pelan.

Charlotte membulatkan matanya dengan sempurna sambil berlutut di hadapannya, memasang wajah memelas.

“Ampuni saya, Pangeran Gabriel,” bujuk Charlotte sopan.

“Kenapa kau berlutut di hadapanku?” tanya Gabriel bingung, memiringkan kepalanya.

“Kalau begitu, saya akan meninggalkan kalian berdua di sini.” Tanpa rasa bersalah, Violet berlari secepat kilat meninggalkan mereka.

Kini situasi di dalam ruangan hanya tersisa mereka berdua sehingga semakin canggung. Gabriel menutup pintu ruangan dengan rapat, kemudian berjongkok di hadapan Charlotte yang masih saja berlutut.

“Pangeran Gabriel, kenapa Anda berlutut di hadapan saya? Seharusnya saya yang berlutut.”

“Nona Charlotte, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan.”

“Sebaiknya Anda penggal kepala saya. Tadi saya melakukan hal yang tidak pantas dilakukan,” tutur Charlotte gelagapan semakin menundukkan kepalanya.

“Angkat kepalamu,” pinta Gabriel pelan.

Charlotte menurutinya, mengangkat kepalanya pelan membuka matanya lebar di depan mata pria tampan. Reaksinya bukan marah, melainkan tangan kanannya mengelus kepala Charlotte lembut.

“Pangeran Gabriel…” lirih Charlotte.

“Aku tidak tega memenggal kepala wanita yang paling kusukai seumur hdupku,” lontar Gabriel santai.

Tubuh Charlotte mematung ketika mendengar lontaran mengejutkan dari sang Pangeran. Bola matanya dengan sigap menghindari pandangannya, menggeser tubuhnya pelan.

“Saya…tidak pantas…menjadi wanita Anda.”

“Kenapa kau berpikiran begitu?”

“Itu karena—”

“Apakah mungkin karena perbedaan kasta?”

Charlotte mengangguk pelan, melihat reaksinya barusan membuat Gabriel tertawa kikuk.

“Kenapa Anda tertawa?”

“Kau lucu sekali, Nona Charlotte. Aku tidak memedulikan adanya kasta sama sekali. Kau tetaplah seorang wanita di mataku. Wanita yang mampu membuat hidupku semakin bersinar di masa depan.”

“Tapi saya tidak melakukan banyak hal pada Anda. Terutama kesalahan yang saya perbuat barusan yang sangat mengganggu ketenangan Anda memainkan piano.”

“Nona Charlotte Viscount, justru aku sangat bahagia mengetahui kau yang mendatangiku barusan. Aku sudah menunggu kedatanganmu cukup lama tadi.”

“Maaf?”

Gabriel membangkitkan tubuhnya lalu mengulurkan tangan kanannya pada Charlotte, mengukir senyuman hangat pada wajahnya.

“Berdirilah dan pegang tanganku.”

“Maaf atas kelancangan saya.”

Tanpa perlu berlama, Charlotte menggenggam tangannya membangkitkan tubuhnya perlahan sambil menundukkan kepalanya hormat. Gabriel mendekatkan bibirnya pada puncak kepalanya, mendaratkan ciuman manisnya mendalam selama beberapa detik.

“Pangeran Gabriel…”

“Ini membuktikan aku sangat menyayangimu. Hanya kau, wanita satu-satunya yang aku sentuh sepanjang hidupku. Melihat karaktermu yang sangat baik di antara semua wanita, aku semakin menyukaimu. Dilihat dari pancaran matamu yang penuh ambisi, aku yakin sekali kau kelak akan menjadi wanita pantang menyerah, walaupun dihadapi masalah yang sulit,” ungkap Gabriel dengan tatapan tulus menggenggam erat tangan Charlotte.

“Saya tidak menyangka Anda sangat menyukai saya,” balas Charlotte merendah.

“Nona Charlotte Viscount, maukah kau menjadi kekasihku?” Dengan penuh percaya diri, Gabriel mengecup punggung tangan Charlotte lembut.

Jantung Charlotte kini semakin berdebar hingga hatinya ingin melayang bebas di udara. Selain pertama kali ditembak perasaan oleh seorang pria, baginya ini juga momen terlangka dalam hidupnya yaitu diajak menjadi kekasih seorang Pangeran sekaligus idolanya. Mimpi yang ia pendam selama ini, akhirnya terwujud tanpa membutuhkan perjuangan besar untuk mendapatkan hatinya.

Tanpa berpikir lama, Charlotte mengangguk pelan menandakan bahwa ia menyetujuinya, lalu mengukir senyuman bahagianya.

“Saya bersedia menjadi kekasih Anda, karena sebenarnya sejak dulu saya menyukai Anda.”

“Syukurlah, kau menerimaku barusan. Bisa disimpulkan mulai sekarang, kita akan berkencan. Lalu kau bisa berbicara santai denganku.”

“Tapi Pangeran Gabriel, bukankah ini adalah perbuatan dosa?”

“Astaga, kau memang polos sekali! Aku justru sangat nyaman kalau kau berbicara santai denganku. Hubungan kita sekarang sudah dalam, aku tidak ingin gaya bicaramu padaku seperti orang asing.”

“Lalu saya harus memanggil Anda apa?”

“Panggil aku Gabriel saja. Aku ingin dipanggil santai olehmu. Aku juga akan memanggilmu Charlotte, mulai detik ini.”

“Baiklah, Gabriel, mulai sekarang aku memanggilmu seperti itu.” Pandangan Charlotte berbinar memandangi ketampanan wajah sang Pangeran.

“Ngomong-ngomong Charlotte, maukah kau bermain piano bersamaku? Sejak dulu sebenarnya aku ingin bermain bersama wanita yang kusayangi.”

“Tentu saja aku tidak menolaknya sama sekali.”

Sang pangeran menuntun wanita pujaan hatinya menduduki bangku di depan piano, saling duduk bersebelahan. Mereka mulai memainkan sebuah instrument klasik andalan mereka, bermainnya penuh perasaan.

“Aku sangat bahagia kau sungguh membuka pintunya tadi,” ucap Gabriel sambil menatapnya.

“Memangnya ada apa kalau aku yang membuka pintunya?”

“Berarti memang menandakan bahwa kau adalah cinta sejatiku. Aku ingin kau menjadi milikku sampai seterusnya.”

“Bagaimana kalau seandainya yang membuka pintu, bukanlah aku?”

“Tenang saja, aku tetap akan mencarimu karena semenjak pertama kali kita bertemu, hatimu sudah melekat padaku secara permanen. Aku sangat menyayangimu, Charlotte.” Gabriel mencium pipinya sekilas.

Charlotte menyandarkan kepala pada pundak lebarnya dengan manja.

“Aku juga sangat menyayangimu, Gabriel.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status