Share

Chapter 9 - Mysterious Accident

Pikiran Charlotte saat ini terfokus pada insiden kecelakaan pesawat yang dialami Pangeran Gabriel. Tiba-tiba ia teringat dengan urusan penting yang ingin disampaikan Tuan Alexander tiba-tiba sebelum hari pernikahannya. Yang membuatnya bingung adalah kenapa Tuan Alexander memberitahukan sesuatu penting kebetulan tepat di hari sebelum pernikahannya. Lalu, pikirannya beralih pada rekaman pesawat yang sedikit aneh baginya.

Biasanya selama ini, ketika ia melakukan perjalanan dengan Pangeran Gabriel, dalam kondisi cuaca buruk pesawatnya tetap berfungsi dengan baik. Namun entah kenapa kejadian pesawat ini terjadi saat sehari sebelum pernikahan dan saat Tuan Alexander ingin menyampaikan sesuatu penting pada Pangeran Gabriel. Tidak berani mengambil kesimpulan terlebih dahulu, yang pasti baginya ada sesuatu yang sangat mengusik pikirannya sekarang, sehingga membuat dirinya kesulitan tidur, bukan karena memikirkan masalah duka.

Detik demi detik terus berjalan, kini waktu tengah malam, Charlotte masih tidak bisa tertidur lelap. Matanya sangat berat untuk terpejam, tubuhnya berbolak-balik bagaikan seperti kue panggang dalam oven sambil memainkan selimut tebal. Setelah berpikir panjang, ia memutuskan beranjak dari ranjang, meneguk segelas air putih yang dapat menyegarkan pikirannya supaya lebih jernih lagi. Ketika ia meneguk segelas air, tangannya tiba-tiba memainkan gelasnya terus berputar, sama seperti halnya pikirannya sekarang sedang berputar.

Karena otaknya kini sudah mulai terasa panas, ia memutuskan untuk memberikan pesan singkat pada Violet untuk bertemu dengannya besok. Satu-satunya orang yang bisa diajak berdiskusi masalah ini hanyalah sahabatnya sendiri. Tidak mungkin ia menceritakan kepada ibunya, takut akan sang ibu berpikir bahwa putrinya sudah stress berat.

Keesokan harinya, Violet mendatangi kediaman Charlotte sambil membawakan buah tangan untuknya. Sebelum memulai perbincangan serius, asisten rumah tangga menyeduh dua cangkir teh hangat diletakkan di meja ruang tamu. Ketika situasi ruang tamu kini tersisa mereka berdua, Charlotte mulai memasang wajah seriusnya.

“Ini cookies untukmu supaya pikiranmu tenang. Biasanya setiap kali ada masalah, kau selalu makan sesuatu yang manis,” ucap Violet menggeser paper bag pada Charlotte.

“Terima kasih, Violet,” balas Charlotte sambil membuka paper bag.

“Ngomong-ngomong, apakah kau baik-baik saja?”

“Maksudmu apa?”

“Tumben sekali kau mengajakku untuk bertemu di sini. Apakah mungkin selera makanmu menurun lagi? Apakah semalam kau tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan calon suamimu terus?” tanya Violet mulai cemas sambil menyentuh pipi Charlotte.

“Bukan karena itu.”

“Lalu apa?”

Charlotte memandangi sekelilingnya, menautkan kedua alisnya sambil menggeser tubuhnya mendekati Violet, hingga membuat Violet sedikit gugup.

“Sebenarnya ada apa sih?” tanya Violet semakin penasaran.

“Sekarang aku ingin bertanya padamu, menurutmu apakah insiden kecelakaan pesawat itu merupakan suatu kebetulan buruk?” Charlotte mulai melontarkan pertanyaan serius.

“Astaga, kau masih saja berpikir yang aneh!” seru Violet menepuk jidatnya.

“Kali ini aku serius padamu. Aku sudah lelah memikirkan hal aneh. Lagipula kau juga pasti sangat bosan mendengar curahan hatiku terus.”

“Kalau begitu, kenapa kau masih mengungkit masalah kecelakaan pesawat itu lagi?” Violet menyipitkan matanya curiga sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Setelah aku merenungkan ini semalam, sepertinya kecelakaan pesawat itu sengaja diperbuat seseorang.”

Mendengar lontaran Charlotte barusan, membuat Violet membelalakan matanya dan membungkam mulut Charlotte rapat sambil mengamati sekeliling dengan ketakutan. Tangan Charlotte langsung menyingkirkan halangan telapak tangan Violet kasar.

“Aish, kenapa kau malahan menutup mulutku! Padahal aku belum selesai bicara!” gerutu Charlotte menghembuskan napasnya kasar.

“Habisnya barusan kau mulai mengatakan sesuatu yang aneh lagi. Apalagi perkataanmu itu barusan sangat berbahaya. Kalau sampai didengar anggota kerajaan, bagaimana nasibmu nantinya? Untung saja ini di rumahmu sendiri,” seloroh Violet mengomelinya seperti ibu cerewet.

“Tapi barusan aku berbicara sesuai dengan kenyataan. Coba kau pikirkan baik-baik deh! Kenapa Tuan Alexander meminta Gabriel untuk bertemu dengannya sebelum pernikahanku?”

“Hmm bisa juga itu urusan darurat yang harus diselesaikan Gabriel dulu.” Violet berpikir singkat, memiringkan kepala.

“Baiklah, anggaplah bahwa persepsimu barusan benar. Lalu dugaan kedua, biasanya saat aku bepergian dengan Gabriel walaupun cuaca buruk, mesin pesawatnya tidak mengalami kerusakan. Selain itu, sepanjang sejarah, pesawat kerajaan tidak pernah bermasalah karena sudah melakukan pemeriksaan dan perawatan secara rutin sebelum lepas landas.” Charlotte menambah penjelasannya lebih rinci pada Violet, hingga membuatnya kebingungan sekarang.

“Tunggu sebentar! Jadi maksudmu itu ada seseorang yang sengaja menyabotase mesin pesawatnya sebelum lepas landas, apakah aku benar?” Mulut Violet terbuka lebar.

“Bisa dikatakan begitu.”

“Tapi bisa juga memang mesinnya sudah tua, jadinya tiba-tiba mengalami kerusakan saat dalam penerbangan.”

“Sebelum pesawat lepas landas, dikatakan bahwa mesinnya masih terlihat bagus dan tidak memiliki kerusakan sama sekali. Kalau mesinnya sudah tua, sudah pasti Gabriel menaikki pesawat lainnya.”

“Benar juga sih pemikiranmu. Lalu kecelakaan pesawat itu sengaja diperbuat karena…”

Belum selesai melanjutkan perkataannya, Violet semakin melebarkan mulutnya hingga matanya terbelalak.

“Sesuatu penting yang ingin disampaikan Tuan Alexander, ada kaitannya dengan kecelakaan pesawatnya. Pelakunya mengetahui informasinya lebih cepat dari kita,” lontar Charlotte langsung pada intinya sambil bertopang dagu.

“Tapi siapa pelakunya? Sebenarnya apa alasannya sampai menyebabkan kecelakaan yang mengejamkan? Lalu, apakah pelakunya adalah orang dalam?” Violet kebingungan sampai melontarkan beberapa pertanyaan.

“Mengenai itu, aku harus menyelidikinya lebih dalam lagi. Untuk sementara ini, tidak boleh ada yang mengetahui diskusi kita, bahkan kerabat kita atau Raja dan Ratu tidak boleh tahu sampai ada bukti yang akurat. Ini hanya persepsi sementara kita berdua saja.”

Sementara di sisi lain, pria tua itu memandangi kaca jendela memandangi keindahan langit cerah di luar, sambil membayangkan insiden kecelakaan pesawat. Seorang pemuda yang merupakan asisten pribadinya menghampirinya.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya pemuda itu.

“Dengan hilangnya Pangeran dan juga sekretarisnya, kini keadaan sudah kembali tenang.”

“Tapi bagaimana dengan tunangannya?”

“Dilihat dari karakternya, tunangannya masih belum mengetahui masalah ini lebih mendalam.”

“Kalau sampai dia mengetahuinya, apakah saya boleh menyingkirkannya?”

“Kau ingin menyingkirkannya atau menculiknya dan menyiksanya kejam, saya serahkan semuanya pada Anda. Yang pasti tidak boleh ada yang tahu mengenai rencana kita sekarang.”

“Baiklah, Tuan.”

“Hmm tapi jika dipikirkan baik-baik, Nona Charlotte merupakan seorang wanita yang memiliki ambisi yang kuat. Cepat lambat dia pasti akan mengetahui kebenaran.”

“Lalu, saya harus melakukan apa padanya? Apakah saya harus menyeretnya ke sini dan menyiksanya sampai dia menangis meminta pengampunan?”

“Kita harus membuatnya menutup mulut sebelum dia melakukan penyelidikan lebih dalam lagi.” Pria tua itu menduduki kursi empuknya menyandarkan punggungnya santai sambil memejamkan matanya.

Kembali lagi pada Charlotte dan Violet sedang mendiskusikan sesuatu yang penting di ruang tamu. Di tengah diskusi, Charlotte membuka toples cookies mencicipinya dengan nikmat.

“Bagaimana rasanya?”

“Mmm tentu saja aku selalu menyukai cookies ini. Kau selalu membelinya di toko cookies terkenal, sudah pasti aku sangat menikmatinya, bahkan satu toples saja tidak cukup bagiku,” tutur Charlotte sibuk makan cookies melahap seperti singa rakus.

“Baiklah, kalau begitu besok aku bawa cookies yang banyak untukmu.”

“Jangan bawa banyak!” tegur Charlotte.

“Kenapa memangnya? Bukankah kau menyukai cookies?”

“Aish, memang kau sesekali harus diberi pelajaran!” ketus Charlotte memukuli lengan Violet sedikit bertenaga.

“Aduh sakit!” keluh Violet mengelus lengan habis dipukul Charlotte.

“Kau memang tega membuat berat badanku naik dan membuat tubuhku menjadi jelek. Selain itu, apakah kau ingin aku terserang penyakit diabetes?” lanjut Charlotte mengomel sahabatnya.

“Hehe maaf, aku tidak bermaksud membuatmu menjadi gemuk.”

“Tapi kalau Gabriel yang memberikan cookies banyak untukku, aku pasti langsung menerimanya dan tidak akan protes seperti tadi.”

Mendengar lontaran barusan, Violet mendengkus kesal menyipitkan matanya setajam silet menatap sahabatnya cemburu.

“Dasar pilih kasih! Memang kau lebih mengutamakan Gabriel dibandingkan sahabatmu sendiri!” protes Violet.

“Sudahlah, tadi aku hanya bercanda. Tentu saja aku memperlakukan kalian berdua seimbang. Lagipula Gabriel…”

Charlotte tidak sanggup melanjutkan perkataannya karena baginya sangat berat memikirkan momen indahnya bersama calon suaminya. Jika diingat lama kelamaan, ia akan menangis lagi.

“Charlotte, sekarang kau jangan bersedih lagi. Bukankah sebelumnya kau memgatakan bahwa ada seseorang yang mencoba membunuhnya?” Violet berusaha menenangkan Charlotte dengan menepuk pundaknya berirama.

“Iya memang sih sebelumnya aku sempat berpikiran begitu. Tapi aku masih meragukannya, bagaimana kalau pemikiranku sebelumnya adalah sesuatu yang konyol?”

“Tapi menurutku, memang ini sedikit masuk akal sih. Semuanya terlihat janggal walaupun kecelakaan ini terlihat sempurna, seolah-olah memang ini merupakan kecelakaan murni, ditambah adanya cuaca buruk.”

“Aku harus mengunjungi Tuan Alexander sekarang juga.”

“Apa? Tapi bukankah jaraknya lumayan jauh?”

“Aku harus mengetahui kebenaran sesungguhnya darinya. Tuan Alexander bisa jadi merupakan kunci dari semua permasalahan ini.”

“Tapi ini terlalu cepat untuk bertemu dengannya, Charlotte.”

Ding…dong…

Tiba-tiba terdengar bunyi bel rumah yang nyaring.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status