Panas yang terik tak menghentikan langkah Nyonya Neni menuju RSK. Martadinata di jam 13.00 siang hari itu. Hati yang riang membuat Nyonya Neni memacu mobilnya dan menyalip kendaraan lain. Kadang Ia terlupa untuk berhenti di lampu merah. Ia tetap saja memacu mobilnya secepat kilat. Tak sabar ia ingin mendengar kabar baik dari Dr.Victor mengenai perkembangan kesehatan Anna. Kabar baik seperti oase di tengah padang gurun yang terik menyengat, bayangan Nyonya Neni.
"Hm, alangkah menyegarkan dan menyejukkan bisa melihat Anna sembuh dan sehat kembali," gumam Nyonya Anna seraya menyetir mobil dan melihat jalan.
RSK.Martadinata sudah terlihat dari kejauhan, secara antusias Nyonya Neni mencondongkan tubuhnya ke depan setir n menginjak pedal gas. Memasuki halaman dan tempat parkir RSK.Martadinata dan memarkir mobil Honda Jazz merahnya.
Setengah berlari dengan high heels hitam mengkilat di kakinya dan tas Hermes coklat di bahunya, Nyonya Neni segera melesat secepat kilat ke ruangan Dr.Victor,Sp.Bs.
"Tok, tok, tok!" bunyi Nyonya Neni sedang mengetuk pintu di ruangan praktek Dr.Victor. Kebetulan sudah selesai jam praktek dokter Victor jadi suasana sepi.
Pandangan mata Dr.Victor terarah ke arah pintu ruangannya dan sesosok wanita paruh baya berdiri di depan pintu yang terbuka. "Silahkan masuk Nyonya Neni, saya sudah menunggu anda."
Tanpa menunggu lama, nyonya Neni segera duduk di kursi yang sudah disiapkan dan antusias mencondongkan tubuhnya ke arah Dr. Victor untuk bersiap mendengar kabar yang baik dari Anna.
"Bagaimanakah kabar Anna untuk saat ini Dr.Victor?" Tanya Nyonya Neni dengan mata berbinar.
"Nyonya Neni ingin mendengar kabar yang baik dahulu atau kabar buruknya dahulu?" Dr.Victor membuat pilihan yang membuat Nyonya Neni bertambah bingung dan mengernyitkan dahinya, posisi duduk nyonya Neni pun lemas bersandar pada kursi.
"Jadi saya harus membuat pilihan ini dok?" Nyonya Neni memastikan kembali.
"Iya, benar," Dr. Victor mengiyakan.
"Saya memilih kabar baik dulu saja dok yang pertama ingin saya dengar," jawab Nyonya Neni.
"Baik, seperti yang saya bicarakan di telpon tadi, Anna sudah berangsur membaik. Bahkan sudah dipindahkan ke ruangan perawatan Bougenville. Beberapa peralatan medis yang vital sudah dapat dilepaskan. Beberapa hari kedepan kami akan memantau terus perkembangan kondisi Anna. Jika terus membaik maka bisa pulang. Bukankah ini kabar baik?" Dr.Victor kembali mengajukan pertanyaan.
"Iya, memang benar dok. Ini kabar yang sangat baik untuk saya. Seperti menemukan oase di padang gurun yang tandus. Lalu, apa kabar buruknya dokter?
"Ada dua kabar buruk untuk nyonya dan Anna. Pertama saya mendapat konfirmasi dari pihak kepolisian jika tidak mampu memburu pelaku tabrak lari dan yang kedua Anna saat ini mengalami amnesia," Dr.Victor tampak dengan raut muka serius menjelaskan kepada Nyonya Neni.
Nyonya Neni juga mendengarkan dengan bersungguh-sungguh. "Dokter Anna Amnesia saat ini. Apa maksudnya Amnesia dok?" Nyonya Neni memastikan kembali.
"Begini… trauma kepala yang Anna alami terbilang parah dan membuat Anna Amnesia. Disini Anna mengalami Amnesia berarti Anna kehilangan ingatan, yaitu kondisi di mana Anna kesulitan mengingat fakta atau pengalaman yang pernah Anna alami di masa lalu,"Dr. Victor menjelaskan dengan seksama kondisi Anna secara medis.
Nyonya Neni tampak termenung agak lama. Dan muncul suatu ide licik di kepala Nyonya Neni. "Dr.Victor bisa membantu saya?" Tanya Nyonya Neni antusias sambil berbisik mencondongkan badan dan bibir ke arah Dr. Victor.
"Saya akan berusaha membantu semampu saya," jawab Dr.Victor.
"Dok, seumur hidup saya tidak menikah karena tidak ada waktu untuk memikirkan itu. Semua waktu bahkan hidup saya mengabdi untuk mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih. Saya ingin punya anak tapi tanpa suami dan tidak ingin repot untuk mengurus bayi atau anak kecil. Saya ingin mempunyai anak tanpa menikah untuk meneruskan mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih. Karena Usia saya sudah tak lagi muda untuk menikah dan punya anak," curahan hati panjang lebar dari Nyonya Neni.
"Lantas apa hubungannya dengan kondisi Anna?" Dr. Victor bertanya sambil menyangga dagu dengan kedua tangannya.
"Hubungannya seperti ini dok, sebentar lagi Anna beranjak dewasa dan secara otomatis kami harus melatih Anna hidup mandiri di luar Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih atau segera mencarikan orang tua asuh. Tapi saya mengenal Anna. Saya merasa Anna cocok menjadi penerus Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih."
"Jadi Nyonya Neni ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk berpura-pura menjadi Ibu dari Anna?"
"Benar dok, walau terdengar kejam tapi saya tidak berniat seperti itu. Saya ingin memberikan kehidupan yang layak untuk Anna," dengan tulus Nyonya Neni bercerita.
"Baiklah, saya akan membantu nyonya Neni tapi dengan satu syarat," Dr. Victor dengan licik mengajukan syarat sebagai imbalan membantu Nyonya Neni.
"Apa itu Dok? Apakah uang? Saya memiliki cukup uang untuk itu asalkan dokter membantu saya," Nyonya Neni tampak memohon dengan memelas.
Dr.Victor menyilangkan tangan ke depan,"Hm, bukan karena saya tidak butuh uang. Saya hanya butuh Anna. Sekilas saya tau pribadi Anna lewat perbuatan heroiknya yang berani mengorbankan diri untuk menyelamatkan nyawa seseorang dan saya mengagumi Anna serta ingin menjadikan Anna kekasih saya bahkan istri saya jika Anna sudah cukup umur."
"Wah ini seperti tertiban durian runtuh dok. Hari ini saya mendapat anak perempuan yakni Anna dan calon menantu seorang Dr. Victor. Ini bukan syarat tapi ini berkat yang akan membuat hidup saya lengkap dan bahagia," ungkap Nyonya Neni berbinar bahagia.
"Ah!bisa saja Nyonya Neni," jawab Dr.Victor tertawa sambil menggaruk-garuk kepala.
"Kita sudah menjadi bagian dari kehidupan Anna. Saya sebagai mama Anna dan Dr.Victor sebagai pacar Anna. Maka Dr.Victor dari sekarang harus memanggil saya mama Neni!" Perintah Nyonya Neni.
"Baiklah calon ibu mertua, Mama Neni," kata Dr.Victor sambil bercanda dan tetap menggaruk kepalanya padahal tidak merasa gatal.
"Saya akan sms kedua orang tua dari anak perempuan yang Anna selamatkan supaya tidak membocorkan rahasia kita," jawab Dr. Vincent mengatur siasat.
"Kalau begitu saya akan membereskan Bella, selaku teman akrab Anna. Posisi Bella sangat riskan jika berada disamping Anna. Itu bisa membuat hidup kita tidak tenang," kata Mama Neni dengan suara lirih berbisik ke telinga Dr. Vincent.
"Caranya bagaimana? Apakah Mama Neni akan menyingkirkan Bella dengan cara membunuhnya? Saya tidak mau menambah dosa lagi dan tidak mau berurusan dengan polisi! Di RSK.Martadinata saya bertugas menyelamatkan kehidupan seseorang dan Mama Neni mau meminta bekerja sama dengan saya untuk menghilangkan nyawa orang yang tak bersalah? Saya tidak mau terlibat," sanggah Dr.Victor tampak keberatan dengan ide mama Neni.
Seraya tersenyum licik Mama Neni berkata, "sudah biar saya yang tanggung jawab. Bella menjadi urusan saya sekarang."
Pada akhirnya Mama Neni mengakhiri percakapan dan segera menengok Anna di ruangan perawatan Bougenville.
Bab 18: Kunci Dari Segalanya"tik - tik - tik!" suara ketikan komputer memenuhi ruangan yang Anna tempati. Sejenak Anna terhenti tangannya mengetik dan teringat kepada sebuah kenangan manis nan singkat tentang kebersamaannya dengan Alex. Baginya Alex adalah cinta pertamanya yang manis sekejap dan sirna.Sorot mata Selly menyudahi menatap layar komputer dan menyatukan kedua tangan yang tlah pegal mengetik lalu saling mengaitkan jari-jari nya dan menariknya sampai tulang jemarinya berbunyi, "kretek.""Hm … sudah waktunya makan siang!" kata Selly, sosok gadis yang feminim penyuka warna pink hingga meja kantornya penuh meja pernak-pernik warna pink.Suara Selly tentu memecah keheningan dan membuyarkan lamun
Bab 17 Mengelola Yayasan Panti Asuhan Cempaka Putih "Kuk-ku-ruyuk!" Suara ayam jago menggema saling bersahutan menyambut pagi. "Kring-kring-kring!" Bunyi jam weker berdering keras memecah keheningan di dalam sebuah kamar minimalis bercat putih. "Duh! Jam berapa sih? Masih ngantuk tapi berisik banget jam weker tua ini." Sebuah tangan terulur dari selimut dan meraih jam weker untuk mematikan suaranya yang bising. Disamping jam weker, terdapat foto Anna yang mengenakan jubah dan topi toga yang menandakan Anna telah wisuda S2 Manajemen Bisnis karena beberapa tahun telah berlalu. "Tok - tok - tok!" Suara ketukan pintu mengusik tidur Anna.
Aku menyusuri jalanan kota sambil di bonceng dokter Victor dengan motor sport nya. Dia banyak bercerita namun aku hanya menjawab singkat saja. Saat aku tiba di rumah hatiku masih terasa sepi. Aku berjalan lemas dan lemah lunglai dan memasuki rumahku. Tiap sudut rumah aku tidak menjumpai foto keluarga tetapi aku coba tuk abaikan saja."Mah, aku sudah datang," kataku dan dokter Victor yang baru mengantarku mengikutiku dari belakang."O, kalian sudah datang! Mari cepat masuk ke ruang makan! Mama sudah membuat makanan spesial untuk kalian," kata mama Neni dengan penuh semangat."Baik Ma," kataku."Mama Neni masak apa?" Tanya dokter Victor."Ada banyak makanan terhidang di meja, silahkan duduk di meja makan!" Pinta mama Neni.Aku dan dokter Victor pun segera mengambil posisi duduk yang pas di meja makan untuk bersiap menyantap hidangan.
"Anna, kamu makan dulu gih! Sebelum jatah makan siang mu di ambil perawat. Buruan!" Bujuk mama Neni.Aku mencoba menghindari makan beberapa hari ini karena tidak nafsu makan sama sekali dan berkata,"aku tidak nafsu makan Mah. Nanti saja aku makannya."Pikiran terforsir untuk Alex sehingga aku tidak ada minat untuk melakukan sesuatu bahkan makan dan mandi. Tanpa Alex, semua terasa berat untuk kujalani seorang diri. Hari-hari ku dipenuhi penantian akan hadirnya."Tuh coba berkaca di cermin! Pipi kamu mulai tirus dan tubuhmu mulai agak kurus karena kamu malas makan. Apa mau mama suapin?" Tawaran dari mama Neni."Jangan khawatirkan aku Mah!" Pintaku."Kalau mama perhatikan, kenapa kamu akhir-akhir ini sering melamun dan jarang menyantap makananmu?" Tanya mama Neni kembali."Aku baik-baik saja kok Mah, ya lagi malas makan saja. Masa aku melamun sih Mah? Nggak kok," aku kembali mencari alasan."Kamu jangan bohong Anna! Kamu ada masalah ya d
Sambil duduk di ranjang Dekubitus, aku terus memandangi jendela yang tampak pemandangan taman rumah sakit Martadinata saat siang hari yang sangat terik.Di taman rumah sakit Martadinata, ya tepat di sana, di bawah pohon ceri aku duduk juga menghabiskan waktu bersama Alex. Kami berdua menikmati langit senja memerah di sore hari. Dia yang selalu memetik buah ceri untuk ku dan membantu untuk belajar kelas akselerasi online sampai aku lulus.Dia yang selalu membawakan Rainbow cake untukku. Kini tanpa Alex hidupku tak berwarna lagi. Hari-hari ku kelabu dan suram. Tiada hari tanpa melamun dan membayangkan Alex datang membawakanku Rainbow cake.Sudah beberapa hari Alex tak datang sehingga aku belum sempat memberitahukan tentang perasaan ku yang terpendam untuk Alex."Oh, seandainya waktu bisa terulang kembali," batinku."Anna," panggil dokter Victor."Iya," jawabku."Kamu dengar tidak yang aku bica
Di tengah hujan deras dan kilatan petir yang menggelegar, Alex mengayuh sepeda. Tubuhnya yang tinggi tetapi kurus dan mengenakan seragam SMK telah basah kuyup oleh karena derasnya hujan yang mengguyur.Alex meneteskan air mata di tengah hujan. Hujan menggambarkan kesedihan hatinya yakni sudut ruang yang kembali kosong karena telah merelakan Anna menjadi kekasih dokter Victor.Hari-hari nya tak kan terisi dengan senyuman Anna lagi, gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang yang jenius."Kenapa aku membuat keputusan sepihak tanpa bertanya pada Anna? Bagaimana kondisi Anna sekarang? Apakah Anna juga merasakan kesedihan yang sama? Aku menyesal bersikap sebagai pecundang dan pengecut! Aku telah memilih untuk lari daripada menghadapi sebuah masalah. Memang aku tak bisa diandalkan dan benar bahwa aku hanyalah bocah ingusan seperti kata dokter Victor," Celoteh Alex.Alex pun sampai di rumahnya dan memarkir sepedanya. Saat membuka pintu