Meniduri suami orang tentu Camilla McKena tahu aku tak bakal melakukannya, tapi entah mengapa perasaan aneh itu malah bersarang disudut hatiku.
Meski beberapa waktu selintas pikiran tentang menjual diri bertumpu di benakku.
"Aku baik-baik saja, sungguh" kataku dengan nada riang mencoba menyakinkan "Jangan bilang kau sudah b*rcinta sepanjang akhir minggu dengan tunanganmu?"
"Jangan coba-coba mengalihkan pembicaraan. Yui bilang akhir-akhir ini kau tampak murung, Kaznov" komentar Camilla McKenna tanpa basa-basi lagi.
"Yui? Aku belum bertemu dengannya sepanjang minggu" kataku. Aku mendadak gugup dan gusar dibawah tatapan menuntut penjelasannya.
Camilla McKenna tidak mungkin bisa membaca pikiran kotorku!
Mungkinkah terlalu kentara sekali di wajahku bahwa pemiliknya membawa segunung permasalahan sehingga Camilla McKena tukang selidik bisa mendeteksi?
Semoga saja tidak, aku berharap.
"Jangan alihkan pembicaraan lagi! Kau ada masalah apa?" tanya Camilla makin mendesak.
Keingintahuanku tentang akhir pekan panasnya jadi urung, sebab aku butuh cara menjelaskan segunung permasalahanku.
Tak mungkin aku libatkan Camilla dengan mengatakan bahwa ayahku punya hutang pada lintah darat dan sudah berkali-kali mengunjungi rumahku, mengancam, dan memporak-porandakannya.
Terakhir mereka datang dengan ancaman mematahkan seluruh tulang ayahku, dan tak segan-segan memakukan kaki dan tangan adik-adikku, lebih parah mereka mengancam bakal memperkos*ku di depan seluruh anggota keluarga.
Aku juga tak mungkin juga mengatakan padanya bahwa dua adikku sudah mendapat surat peringatan karena belum bayar uang sekolah.
Dan lebih tak mungkin juga aku mengungkapkan bahwa bulan depan keluargaku mungkin sudah tidur di jalanan karena tak punya uang untuk bayar sewa.
Aku butuh banyak uang. Sangat sangat banyak. Pekerjaan sampingan dan toko roti yang kujalankan, dimodali oleh sahabatku ,Yui Kito, tak berjalan baik. Aku sudah mengajukan beberapa pinjaman namun di tolak dan yang ada di benakku saat ini adalah menjual diri.
Jika Camilla McKenna tahu apa yang tengahku rencanakan, tentu sekarang ia bakal jadi sosok yang berbeda, memandangku jijik dan hina.
Kaella Kaznov yang selama ini ia kenal bagai perawan suci, tidak pernah tersentuh laki-laki ternyata seorang pel*cur.
Ya, aku memang masih perawan.
Aib bagi teman-temanku, tapi siapa peduli.
Meski aku sudah resmi di tendang dari keluarga besar Hime, tapi beberapa pengajaran dasar masih tertanam di jiwaku bagai pondasi, kokoh dan menentukan bentuk rumah yang bakal dibangun diatasnya.
Aku makin merasa tersiksa, ketakutan dan amat putus asa.
"Aku butuh uang" kataku pahit akhirnya, "Kau tahukan, selalu hanya uang yang menjadi masalahku dan mungkin kau sudah bosan mendengarnya" kataku gentir.
Kucoba tolehkan wajahku kearah jalanan yang ramai oleh mahasiswa berlalu lalang, berharap bisa menyegarkan kepala atau menahan air mata yang perlahan mengenang di pelupuk mataku, tapi yang kudapatkan hanya pandangan ingin menyerang beberapa makhluk sejenis Kristopher.
Camilla Mckenna satu-satunya teman yang bisa aku taruh rasa percaya, setelah Yui Kito. Ia bukan orang yang gampang menilai buruk orang lain, tidak sombong meski ia hidup bak putri raja.
Pertama kali berjumpa dengannya kurasa itu diusia lima belas atau enam belas tahun, tahun terakhir aku berada di keluarga besar Hime, di sebuah pesta penggalangan dana.
"Lihat. Kau punya masalah dan kau selalu saja menyembunyikannya dari kami berdua" tegur Camilla. Meski sekarang Camilla tahu dan mungkin sebagian orang tahu aku sudah jatuh miskin, tapi ia tetap jadi sahabat yang baik. Tak pernah meninggalkanku meski semua orang telah melakukannya. "Jika kau tidak cerita, bagaimana kami akan membantu, Kaznov" desahnya terdengar frustasi.
Camilla McKenna gadis terkaya di jurusanku. Ayahnya punya perusahan besar. Keluarganya tinggal di rumah yang besar sekali di Shade Hills, lengkap dengan para penjaga dan pagar tinggi tentu saja.
"Aku punya 50.000 di tabungan, itupun jika kau mau. Aku tidak masalah, kau bisa menggantinya tahun depan" katanya santai, terlalu santai malah, membuat aku merasa iri.
(50.000 = 706.250.000 rupiah indonesia)
"Mudah bagimu mengatakan, tapi tidak untukku. Kau punya segalanya, tidak perlu berpusing-pusing memikirkan uang, bahkan kau sekarang sudah punya tunangan yang menjamin kehidupanmu di masa depan. Sedangkan aku masih memikirkan keselamatanku di hari esok" desahku. Tapi melihat raut Camilla setelah mendengar perkataanku, aku menyesalinya.
"Jangan mulai membandingkan kau denganku. Disisi lain aku tak lebih baik darimu, dan biarkan aku membantumu kali ini" katanya sambil berjalan di sampingku, ia bisa saja meninggalkanku pulang dengan mobil sport super mewah yang sering ia gonta-ganti, tapi ia bukan orang yang mengabaikanku begitu saja.
"50.000 ya? Itu tidak cukup, Camy" aku mendesah keras. Menatap Camilla yang berjalan di sisiku, membuatku merasa rendah diri. Rambut pirangnya di sanggul asal, make up-nya yang elegan membingkai paras cantik tegasnya, tapi bukan Camilla namanya jika ia tidak bisa terlihat sempurna. Hari ini ia mengenakkan pakaian mahal yang tentu saja di rancang khusus para ahli hanya untuknya.
"Apa?" Camilla McKenna nampak kaget meski hanya sesaat "Tidak cukup" suaranya meninggi dan mengundang beberapa orang menoleh pada kami. Ia memang sahabat yang bisa kuandalkan "Kau butuh berapa? Mungkin aku bisa berbicara dengan ayahku" mudah baginya mengatakan, sebab jika ia perlu uang ayahnya tinggal memberinya selembar cek, dan silahkan isi sendiri.
"Tidak Camy, tidak perlu. Aku akan memikirkan jalan lain" tolakku makin tidak enak hati.
"Ayolah Kaznov, kau selalu saja mencoba menyelesaikan sendiri. Kau butuh berapa?" bujuk Camilla, aku sudah terlalu sering terbantu oleh kebaikannya dan itu membuatku tidak enak hati.
"Empat kali lipat, dan aku hanya punya waktu sepuluh hari" kataku ragu-ragu.
"Apa?" kali ini Camilla tidak menutupi keterkejutannya "Uang sebanyak itu kau akan dapatkan dari mana? Meskipun kau menjual dirimu, kau mungkin bakal butuh waktu yang lama, itupun jika kau menjual diri pada laki-laki kelas atas"
Menjual diri ya?
Tuh kan, Camilla pasti bisa membaca pikiran tak logisku.
Memang menjual diri sempat terbesit di benakku dan itu hanya satu-satunya jalan paling cepat yang ku temui, tapi bagaimana? Siapa?
Laki-laki kelas atas? Kristopher sudah menjalankan salah satu anak perusahaan keluarganya, meski ia belum juga tamat dari universitas, dengan alasan menungguku. Cih.
Kristopher yang kaya raya dan selalu mengangguku mungkin saja mau, tapi itu merendahkan ego dan harga diriku. Aku sudah menolaknya terlalu sering dan dia tak mungkin dengan mudah memberiku uang sebanyak itu.
Apakah aku harus pergi ketempat-tempat terkutuk itu, menawarkan diri, tidur dengan laki-laki hidung belang atau para laki-laki beruang yang tak puas dengan istri mereka.
Aku tidak mungkin bisa, aku tidak ingin begitu. Itu bukan jalan yang harus kupilih tapi sebagian diriku mengatakan toh itu cuma tidur.
Tidak lebih.
Toh teman-temanku banyak yang melakukannya dan mereka baik-baik saja.
Apakah aku benar-benar akan terjerumus ke sana?
Apa harga yang harus kubayar dari semua itu? Mendapatkan uang dengan instan begitu tentu aku harus mengorbankan sesuatu yang sangat besar pula.
Harga diriku.
Harga kehormatan keluargaku.
Harga akan masa depanku.
"Miss Kaznov" percakapan kami terhenti karena di interupsi oleh suara seorang laki-laki berperawakan menyeramkan, tubuhnya kokoh tinggi besar dan bersetelan rapi serba hitam. Sebuah bekas luka dalam dari pangkal telinganya hingga rahang, membuat ia makin terlihat sangar."Ya" jawabku bergidik ngeri sambil menoleh pada Camilla McKenna berharap mendapatkan jawaban, tapi hanya di balasnya dengan mengangkat bahu tanda ia sama bingungnya denganku."Bisa bicara sebentar?" lanjut laki-laki yang barusan keluar dari Audi Q7 SUV berwarna gelap, terparkir mewah dipinggir jalan tak jauh dari tempat kami berada.Mobil semahal itu setahuku hanya mampu dimiliki kakekku dari keluarga sebesar Hime dan orang-orang sekaya dirinya.Aku menoleh pada Camilla meminta pendapat yang dibalas dengan anggukan "Tentu" kataku. Aku menelan ludah, perasaanku menjadi awas dan tak karuan ketakutan. Mungkin saja dia salah satu penagih hutang ayahku.Lak
Pekerjaan yang ditawarkan Sharon Sykes terdengar cukup mudah, hanya membuktikan anak laki-lakinya masih normal sebagai laki-laki.'Astaga,sungguh tak bisa dipercaya' desahku dalam hati.Aku tidak menyangka masih ada laki-laki yang tidak memiliki hasrat terhadap wanita.Tapi itu wajar saja sih, laki-laki seperti anaknya mungkin terlalu tengelam dalam pekerjaan, terlalu cinta dengan pekerjaan dan dirinya sendiri atau alasan lain, Ia tidak tertarik pada wanita, malah sebaliknya.Wanita itu mengatakan sesuatu yang benar adanya, meskipun tidak melakukan apapun aku bisa saja membangunkan sesuatu pada seorang laki-laki.Tapi, lain perkaranya jika anak tertua wanita itu penyuka sesama, Ia pasti tidak meneteskan air liur melihatku telanjang atau menari erotis sekalipun.Kenyataan lainnya, aku tidak pernah terlibat dengan penyuka sesama, teman atau keluarga, tak satupun dari mereka yang ku kenal menyimpang.Aku langsung
Aku duduk dan menyandarkan punggungku ke kepala tempat tidur, lalu menutupi dadaku dengan selimut, ya, satu kenyataan bahwa aku masih telanjang di bawah selimut."Lewat pintu" kataku sambil berharap wajah datarnya menyingkir, tapi ternyata aku berharap pada kemustahilan. Wajahnya masih sama tenangnya sejak aku pertama kali melihatnya "Aku tidak mungkin menembus tembok, kan, atau tiba-tiba berada di rumahmu melewati lorong waktu, yang benar saja!" lanjutku."Aku bukan orang yang bisa kau ajak bercanda" balas Jay Sykes tajam dan dingin. Rahangnya yang sempurna bagai pahatan itu mengeras, sorot mata abu-abunya memandang penuh kesuraman."Aku juga tidak sedang ingin bercanda dengan Anda tuan wajah datar. Aku benar-benar masuk lewat pintu depan sana" Jelasku lagi.Aku tidak berbohong.Ia menatapku dengan tatapan kejam, berusaha keras menahan kemarahannya "Aku juga tahu, jejak sepatu kotormu itu mengotori lantai mahal dan sofa kesayanga
Aku ingin mengeluarkan suara, tapi menjadi "Hmmp" karena tertahan mulutnya yang agresif membabi buta sehingga yang terdengar hanya gumaman tak jelas bercampur desahan.Lidahnya memaksa untuk masuk, meski aku menolaknya, namun tubuhku terlalu hanyut di dalamnya.Permainan lidahnya yang handal, tangan kokoh yang dengan kuat menahan tekukku, membuatku tidak bisa berbuat apa-apa.Meski tanganku yang bebas terus memukul, mendorong, mencakar, atau melakukan apa saja agar ia menghentikan tindakan brutalnya, tak satupun usahaku membuahkan hasil.Bahkan malah membuatnya makin tertantang menaklukkan ku dalam belaian lidahnya di lidahku.Kakiku mulai kehilangan pijakan, aku merasa melayang dan tulang-tulang kehilangan fungsinya.Sekuat tenaga aku mencoba memposisikan diri agar tidak merosot kelantai dengan mencengkram lengannya ketika ciuman itu makin dalam dan intens, memberikan kesempatan padanya untuk meremas dua
"Bagaimana kau masuk ke rumahku?" tanya serius.Lagi-lagi pertanyaan itu.Aku tidak tahu harus menjawab apa, mana mungkin aku mengatakan bahwa ini semua pekerjaan rapi ibunya, mengantarkan aku kesini dengan segala peringatannya.Aku menelan makanan di mulutku dan menjawab "Soal itu, hmm, entahlah" aku melirik kesamping menghindari matanya.Ia menatap dengan tatapan kejam itu lagi, matanya menatap tepat ke mataku dengan kemarahan besar dan aku benar-benar gemetaran menelan ludah panik ketika bersirobok dengan tatapannya.Kucoba berpaling dari tatapannya, tapi tidak bisa.Kucoba berdiri dan melarikan diriku keluar dari sana, tapi aku tidak bisa juga.Matanya seolah menawan dan melumpuhkan dengan kilatan kejam membelenggu.Semakin aku mencoba melawan, semakin kusadari betapa sia-sia upayaku.Sendok dan garpu dengan kuat ku cengkram tanpa kusadari "Baiklah... Baiklah... Aku hanya turun di pember
Sesuai janjinya, Nyonya Sykes menepati membayar jika aku sudah selesai melakukan pekerjaan kotor itu, ia langsung mentransfer kerekeningku bahkan membayar lebih banyak dari kesepakatan beberapa jam setelah aku sampai di rumah."Terima kasih, Nyonya Sykes" kataku berat. Aku merasa di rugikan, tapi demi kesopanan aku tetap meminta terima kasih.Tapi setelahnya, aku terus merasa takut, entah mengapa. Ayahku di bebaskan setelah membayar semua hutang judinya, dan di kembalikan utuh karena aku membayar Im$ 50.000 dimuka."Ada apa denganmu Ella?" tanya Camilla McKenna ketika aku menemaninya berbelanja "Kau tampak sangat terganggu, bukankah masalahmu sudah terselesaikan""Ada beberapa masalah dengan toko kueku" jawabku tersenyum pahit dan berbohong jadi aku pura-pura melihat-lihat gaun yang tak mungkin kubeli."Oh, jika itu masalahnya, kau tanya saja Yui. Dia sudah terbiasa mengurus banyak masalah bisnis" Saran Camilla sambil memilih baju-baju yang t
Aku pulang sangat terlambat dengan mata sembab, merah dan bengkak, aku tidak ingin pulang sejujurnya dan tidak ingin menghadapinya semuanya.Aku ingin melarikan diri.Tapi pada akhirnya kakiku masih melangkah pulang, ke rumah, hanya ibuku yang berada di sana dan adik-adikku belum pulang dari bermain dengan teman-temannya.Soal ayahku, aku tahu ia tidak akan berada di rumah sebelum fajar terbit, bangka tua itu pasti sedang bersenang-senang di rumah bordil lagi atau kasino.Aku sudah membayar semua hutangnya, dan sekarang dia kembali kejalan lamanya. Aku tahu rentenir itu memang nyata dan ibuku tidak mau mengeluarkan uang untuk ayahku.Dan aku yang mesti harus berkorban. Sayang, pengorbananku sia-sia dan tidak ada harganya."Kau dari mana saja Kay?" tanya ibuku marah, kedua tangannya bersidekap di depan dada dan ia seperti sengaja menungguku.Untuk ukuran ibuku yang jarang berada di rumah di siang hari, aku tahu ada ha
Malam telah membekap kawasan Mokswa, di jantung kota Prevkaya. Jarum jam di patung naga taman kota sudah menunjuk angka 01.08, sudah lewat tengah malam dan aku masih berada di jalanan menyandang ransel berat di punggung.Aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ibuku telah menjebakku dalam sebuah konspirasi terencana, membuatku tidur dengan seorang Jay Sykes.Begitu tidak berperasaan ia terhadapku. Apakah ia menghukumku? Atau penebusan akan kesalahanku dimasa lalu? Karena dia selalu menyalahkanku.Menikah dengan keluarga Sykes? Membuatku terkurung kehidupan keras keluarga kaya itu? Apakah itu yang diinginkan ibu? Aku tidak mungkin bisa hidup seperti itu.Meski pagi hampir menjelang dan aku sudah merasa letih teramat sangat berjalan tanpa henti, aku belum menentukan tempat yang kutuju. Entah dimana aku akan tidur malam ini. Ponsel dan dompet sengaja ku tinggal."Hey, apa yang kau lakukan disini tengah malam begini?" tany