Prevkaya, 2013
Telingaku mantap mendengar pekikan dan di detik yang sama, sudut mataku menangkap penyebabnya, sepasang tangan nakal menampar dan meremas bokong gadis yang barusan mengerang dengan gerakan kencang bernafsu.
Secara naluriah insting ingin tahuku memerintahkan kepalaku menoleh.
Sialnya, hal pertama yang dihadiahi pada rasa ingin tahuku adalah seringai mesum sipelaku ke arahku. "Selamat pagi, sayang"
Sedang si gadis korban yang memerah malu tidak melakukan apa-apa, hanya tersenyum penuh arti kepada pelaku ketika ia tahu siapa si pelaku, tidak lain adalah si sinting mesum Kristopher Kristoff yang berjas dan bercelana flanel amat mahal. "Pagi juga Kristof"
Kristopher Kristoff begitu terkenal di jurusanku, sebab ia telah meniduri sebagian besar gadis di sana, dia kaya dan lumayan tampan, membuat gadis-gadis bergelantungan padanya seperti monyet, hanya dengan senyumnya ia membuat gadis-gadis klepek-klepek tapi tak berarti berpengaruh juga terhadapku.
"Kau sudah memikirkan malam yang tepat untuk bercinta denganku, Ella sayang?" tanya pelaku pelecehan seksual barusan dengan menggerakkan tubuh bagian bawahnya maju mundur tidak senonoh.
"Mimpi" gerutuku.
Diantara jutaan penduduk Imakurga, mengapa tuhan harus mempertemukanku dengan laki-laki pantang menyerah yang selalu mengganggu waktuku agar setuju berada di bawahnya sambil mengangkang.
"Aku selalu memimpikan mu Sayang"
Dan diantara milyaran detik waktuku yang luar biasa berharga, mengapa ia malah memilih hari ini untuk berbicara denganku.
Aku sudah cukup dipusingkan oleh ayahku yang pagi ini baru pulang dalam keadaan mabuk berat, berceloteh tentang uang, uang, dan uang, lalu dimulai lagi kutukannya tentang menjualku, dan tentu saja lagi-lagi harus bertengkar habis-habisan dengan ibuku.
Hampir semua perangkat rumah mendadak punya sayap dan melayang.
Belum lagi melerai dua adik laki-lakiku yang nakalnya minta ampun, James dan Hewitt, mereka tahu orang tua kami tengah bermain lempar tangkap barang, tapi mereka lebih mempedulikan egoisme masing-masing tentang siapa yang berhak memakai sepatu baruku.
Harusnya aku tidak menawari mereka dengan sepatu yang baru kubeli online dan ternyata kebesaran, dan aku tidak menyangka mereka bakal bertengkar memperebutkannya pagi ini. Padahal semalam dua-duanya tampak acuh tak acuh dan tidak tertarik.
Aku memutar bola mataku "Hari yang sial" gerutuku kecil, sehingga menimbulkan kerutan samar di kening Kristopher. Ia menatap menelanjangiku meski aku sudah mengunakan pakaian longgar, bahkan bisa dibilang kedodoran, menghindari mata keranjang seperti mata Kristopher contohnya.
Aku mencoba berpaling dan mengabaikannya, kembali pada tujuan awalku untuk tenggelam dalam aroma roti panggang.
Tapi Kristopher Kristoff si penjahat kelamin tidak bakal mau melepaskanku begitu saja, sama seperti sebelum-sebelumnya.
"Aku tahu sebenarnya kau amat menyukaiku, hanya saja kau sok jual mahal. Berulang kali aku harus mengatakan padamu, sayang, jika kau mau jadi pacarku, jangankan tas mahal, universitas ini saja bisa kubelikan untukmu" Tawarnya begitu sombong amat luar biasa. Terlalu yakin aku bakal luluh dengan tawarannya.
Bagus, ini tahun ketujuh dia ia berhasil membuatku pusing dan mesti memutar otak untuk menghindarinya. "Kalau kau memang kaya, seharusnya kau sumbangkan saja hartamu pada kaum yang membutuhkan" kataku menyarankan.
Dia mungkin saja tuli, buta dan luar biasa tolol, jelas-jelas aku sudah menolaknya dengan tegas ribuan bahkan jutaan kali, tapi memang dasar dia sangat gigih membuatku telanjang dihadapannya.
"Tapi aku lebih suka menghabiskannya untuk membahagikanmu, Sayang. Kau sebenarnya hanya sok jual malah padaku kan? Mengaku saja" balas Kristopher masih dengan sangat percaya diri dan seringai menjijikannya.
Aku membuka mulut bakal membalas pernyataan spekulatifnya barusan.
"Kukira kau tidak bakal kekurangan pasokan selengkangan, Kris" balas sebuah suara.
Bukan suaraku.
Ketika aku menoleh ke balik bahu, ternyata suara itu berasal dari Camilla Mckena, dewi penyelamatku, yang begitu lantang mencemooh, membuat beberapa orang yang berada di daerah suara itu bisa terdengar cekikan.
"Camilla" pekikku amat bahagia, berusaha keras tidak melompat kegirangan seperti anak kecil.
Sebab aku tahu seseorang telah membunyikan gedebuh perang dengan menembak mati sang raja mesum.
"Selamat pagi juga, nona tunangan kakek reot" kata kristopher.
Tapi emang dasar Kristopher Kristoff tidak punya urat malu sama sekali.
Meski wajahnya nampak kesal, tapi jejak ekspresi mesumnya tidak mau tanggal.
"Syal yang bagus untuk musim panas nona tunangan kakek-kakek jompo. Apakah tunanganmu yang tua itu masih kuat membuat bekas noda di lehermu, atau kau terserang flu musim panas?" tanyanya dengan nada amat merendahkan "Aku rasa itu opsi kedua"
Meski kutahu ucapan Kristopher Kristoff barusan telah menyinggung bagian terdalam kemurkaan Camilla Mckena, tapi gadis berambut pirang panjang bergelombang itu tetap dalam kontrolnya, tetap tenang pantang mundur, bertolak belakang dengan diriku yang mendadak gugup dan merasakan suhu udara tiba-tiba meningkat di sekitarku.
Camilla Mckena memang sudah punya tunangan saat ia baru merangkak, seseorang pengusaha pendiam dan kaku, bertolak belakang dengannya yang begitu ekspresif.
Tunangannya baru berusia tiga puluh lima tahun, tidak setua yang dilontarkan Kris, tapi memang manusia punya pandangan aneh pada manusia lain, memaksakan kehendak mereka yang tak terima dengan pilihan orang lain yang tak sesuai dengan pemikirannya.
"Meski dia tua, dia tidak perlu mengemis-ngemis minta dijepit seorang gadis" balas Camilla menampar tempat di tempat yang seharusnya.
Kristopher tertawa pura-pura "Aku angkat tangan. Kau menang nona tunangan kakek jompo" Dewi kebaikan pasti sedang berada di dekatku, sebab Kristopher yang marah dan tahu diri dia bakal selalu kalah berhadapan dengan Camilla memilih berlalu "Dan sampai jumpa, Ella sayang. Aku menunggu panggilanmu, Bye Ella sayang" katanya sebelum meninggalkan kami menuju entahlah, aku tidak peduli.
"Kau menyelamatkanku Camy" aku langsung menghambur memeluk Camilla, begitu senang, begitu lega. Dia benar-benar datang diwaktu yang genting, menyelamatkanku setidaknya hari ini dari penjahat kelamin bersetelan rapi itu.
"Kau bisa membunuhku, Kaella" ringisnya sambil mencoba melepaskan diri dari pelukanku yang teramat kuat tanpa sadar.
"Kau berhutang cerita padaku" kataku mengaju pada syalnya ketika ia sudah berhasil melepaskan diri dan mengatur pernapasan.
Tatapan jengkel adalah hal pertama yang ia layangkan padaku, tapi aku tak peduli. Ia juga punya jejak kebahagian samar di wajahnya.
Camilla mendadak cemberut dan berjalan berusaha menjauh, dan itu membuatku makin penasaran. Terpogoh-pogoh aku mencoba mengiringi langkahnya yang lebar dan ringan.
"Ayolah Camy, kau tahu aku butuh asupan romantisme untuk menyegarkan otakku yang kacau balau. Aku tak punya cukup waktu untuk menonton film romantis, jadi kau harus menceritakan pengalaman luar biasa romantismu akhir pekan ini" rengekku.
Camilla memang tidak pernah menyetujui pertunangannya, sebab ia hampir sama dengan Kris, seorang penjelajah yang bebas. Tapi akhir-akhir ini mereka jadi sering bertemu, dan syalnya hari ini cukup menjelaskan sesuatu.
Camilla berhenti melarikan diri, melipat kedua tangannya didepan dada dan memandangku begitu serius "Tapi ada seseorang yang benar-benar berhutang cerita padaku" sindirnya dengan begitu tegas mengintimidasi.
Meniduri suami orang tentu Camilla McKena tahu aku tak bakal melakukannya, tapi entah mengapa perasaan aneh itu malah bersarang disudut hatiku.Meski beberapa waktu selintas pikiran tentang menjual diri bertumpu di benakku."Aku baik-baik saja, sungguh" kataku dengan nada riang mencoba menyakinkan "Jangan bilang kau sudah b*rcinta sepanjang akhir minggu dengan tunanganmu?""Jangan coba-coba mengalihkan pembicaraan. Yui bilang akhir-akhir ini kau tampak murung, Kaznov" komentar Camilla McKenna tanpa basa-basi lagi."Yui? Aku belum bertemu dengannya sepanjang minggu" kataku. Aku mendadak gugup dan gusar dibawah tatapan menuntut penjelasannya.Camilla McKenna tidak mungkin bisa membaca pikiran kotorku!Mungkinkah terlalu kentara sekali di wajahku bahwa pemiliknya membawa segunung permasalahan sehingga Camilla McKena tukang selidik bisa mendeteksi?Semoga saja tidak, aku berharap."Jangan alihkan pembicaraan lagi!
"Miss Kaznov" percakapan kami terhenti karena di interupsi oleh suara seorang laki-laki berperawakan menyeramkan, tubuhnya kokoh tinggi besar dan bersetelan rapi serba hitam. Sebuah bekas luka dalam dari pangkal telinganya hingga rahang, membuat ia makin terlihat sangar."Ya" jawabku bergidik ngeri sambil menoleh pada Camilla McKenna berharap mendapatkan jawaban, tapi hanya di balasnya dengan mengangkat bahu tanda ia sama bingungnya denganku."Bisa bicara sebentar?" lanjut laki-laki yang barusan keluar dari Audi Q7 SUV berwarna gelap, terparkir mewah dipinggir jalan tak jauh dari tempat kami berada.Mobil semahal itu setahuku hanya mampu dimiliki kakekku dari keluarga sebesar Hime dan orang-orang sekaya dirinya.Aku menoleh pada Camilla meminta pendapat yang dibalas dengan anggukan "Tentu" kataku. Aku menelan ludah, perasaanku menjadi awas dan tak karuan ketakutan. Mungkin saja dia salah satu penagih hutang ayahku.Lak
Pekerjaan yang ditawarkan Sharon Sykes terdengar cukup mudah, hanya membuktikan anak laki-lakinya masih normal sebagai laki-laki.'Astaga,sungguh tak bisa dipercaya' desahku dalam hati.Aku tidak menyangka masih ada laki-laki yang tidak memiliki hasrat terhadap wanita.Tapi itu wajar saja sih, laki-laki seperti anaknya mungkin terlalu tengelam dalam pekerjaan, terlalu cinta dengan pekerjaan dan dirinya sendiri atau alasan lain, Ia tidak tertarik pada wanita, malah sebaliknya.Wanita itu mengatakan sesuatu yang benar adanya, meskipun tidak melakukan apapun aku bisa saja membangunkan sesuatu pada seorang laki-laki.Tapi, lain perkaranya jika anak tertua wanita itu penyuka sesama, Ia pasti tidak meneteskan air liur melihatku telanjang atau menari erotis sekalipun.Kenyataan lainnya, aku tidak pernah terlibat dengan penyuka sesama, teman atau keluarga, tak satupun dari mereka yang ku kenal menyimpang.Aku langsung
Aku duduk dan menyandarkan punggungku ke kepala tempat tidur, lalu menutupi dadaku dengan selimut, ya, satu kenyataan bahwa aku masih telanjang di bawah selimut."Lewat pintu" kataku sambil berharap wajah datarnya menyingkir, tapi ternyata aku berharap pada kemustahilan. Wajahnya masih sama tenangnya sejak aku pertama kali melihatnya "Aku tidak mungkin menembus tembok, kan, atau tiba-tiba berada di rumahmu melewati lorong waktu, yang benar saja!" lanjutku."Aku bukan orang yang bisa kau ajak bercanda" balas Jay Sykes tajam dan dingin. Rahangnya yang sempurna bagai pahatan itu mengeras, sorot mata abu-abunya memandang penuh kesuraman."Aku juga tidak sedang ingin bercanda dengan Anda tuan wajah datar. Aku benar-benar masuk lewat pintu depan sana" Jelasku lagi.Aku tidak berbohong.Ia menatapku dengan tatapan kejam, berusaha keras menahan kemarahannya "Aku juga tahu, jejak sepatu kotormu itu mengotori lantai mahal dan sofa kesayanga
Aku ingin mengeluarkan suara, tapi menjadi "Hmmp" karena tertahan mulutnya yang agresif membabi buta sehingga yang terdengar hanya gumaman tak jelas bercampur desahan.Lidahnya memaksa untuk masuk, meski aku menolaknya, namun tubuhku terlalu hanyut di dalamnya.Permainan lidahnya yang handal, tangan kokoh yang dengan kuat menahan tekukku, membuatku tidak bisa berbuat apa-apa.Meski tanganku yang bebas terus memukul, mendorong, mencakar, atau melakukan apa saja agar ia menghentikan tindakan brutalnya, tak satupun usahaku membuahkan hasil.Bahkan malah membuatnya makin tertantang menaklukkan ku dalam belaian lidahnya di lidahku.Kakiku mulai kehilangan pijakan, aku merasa melayang dan tulang-tulang kehilangan fungsinya.Sekuat tenaga aku mencoba memposisikan diri agar tidak merosot kelantai dengan mencengkram lengannya ketika ciuman itu makin dalam dan intens, memberikan kesempatan padanya untuk meremas dua
"Bagaimana kau masuk ke rumahku?" tanya serius.Lagi-lagi pertanyaan itu.Aku tidak tahu harus menjawab apa, mana mungkin aku mengatakan bahwa ini semua pekerjaan rapi ibunya, mengantarkan aku kesini dengan segala peringatannya.Aku menelan makanan di mulutku dan menjawab "Soal itu, hmm, entahlah" aku melirik kesamping menghindari matanya.Ia menatap dengan tatapan kejam itu lagi, matanya menatap tepat ke mataku dengan kemarahan besar dan aku benar-benar gemetaran menelan ludah panik ketika bersirobok dengan tatapannya.Kucoba berpaling dari tatapannya, tapi tidak bisa.Kucoba berdiri dan melarikan diriku keluar dari sana, tapi aku tidak bisa juga.Matanya seolah menawan dan melumpuhkan dengan kilatan kejam membelenggu.Semakin aku mencoba melawan, semakin kusadari betapa sia-sia upayaku.Sendok dan garpu dengan kuat ku cengkram tanpa kusadari "Baiklah... Baiklah... Aku hanya turun di pember
Sesuai janjinya, Nyonya Sykes menepati membayar jika aku sudah selesai melakukan pekerjaan kotor itu, ia langsung mentransfer kerekeningku bahkan membayar lebih banyak dari kesepakatan beberapa jam setelah aku sampai di rumah."Terima kasih, Nyonya Sykes" kataku berat. Aku merasa di rugikan, tapi demi kesopanan aku tetap meminta terima kasih.Tapi setelahnya, aku terus merasa takut, entah mengapa. Ayahku di bebaskan setelah membayar semua hutang judinya, dan di kembalikan utuh karena aku membayar Im$ 50.000 dimuka."Ada apa denganmu Ella?" tanya Camilla McKenna ketika aku menemaninya berbelanja "Kau tampak sangat terganggu, bukankah masalahmu sudah terselesaikan""Ada beberapa masalah dengan toko kueku" jawabku tersenyum pahit dan berbohong jadi aku pura-pura melihat-lihat gaun yang tak mungkin kubeli."Oh, jika itu masalahnya, kau tanya saja Yui. Dia sudah terbiasa mengurus banyak masalah bisnis" Saran Camilla sambil memilih baju-baju yang t
Aku pulang sangat terlambat dengan mata sembab, merah dan bengkak, aku tidak ingin pulang sejujurnya dan tidak ingin menghadapinya semuanya.Aku ingin melarikan diri.Tapi pada akhirnya kakiku masih melangkah pulang, ke rumah, hanya ibuku yang berada di sana dan adik-adikku belum pulang dari bermain dengan teman-temannya.Soal ayahku, aku tahu ia tidak akan berada di rumah sebelum fajar terbit, bangka tua itu pasti sedang bersenang-senang di rumah bordil lagi atau kasino.Aku sudah membayar semua hutangnya, dan sekarang dia kembali kejalan lamanya. Aku tahu rentenir itu memang nyata dan ibuku tidak mau mengeluarkan uang untuk ayahku.Dan aku yang mesti harus berkorban. Sayang, pengorbananku sia-sia dan tidak ada harganya."Kau dari mana saja Kay?" tanya ibuku marah, kedua tangannya bersidekap di depan dada dan ia seperti sengaja menungguku.Untuk ukuran ibuku yang jarang berada di rumah di siang hari, aku tahu ada ha