Share

Otak Udang

Author: Kaw Rostiarch
last update Last Updated: 2021-08-17 09:21:52

Aku duduk dan menyandarkan punggungku ke kepala tempat tidur, lalu menutupi dadaku dengan selimut, ya, satu kenyataan bahwa aku masih telanjang di bawah selimut. 

"Lewat pintu" kataku sambil berharap wajah datarnya menyingkir, tapi ternyata aku berharap pada kemustahilan. Wajahnya masih sama tenangnya sejak aku pertama kali melihatnya "Aku tidak mungkin menembus tembok, kan, atau tiba-tiba berada di rumahmu melewati lorong waktu, yang benar saja!" lanjutku. 

"Aku bukan orang yang bisa kau ajak bercanda" balas Jay Sykes tajam dan dingin. Rahangnya yang sempurna bagai pahatan itu mengeras, sorot mata abu-abunya memandang penuh kesuraman. 

"Aku juga tidak sedang ingin bercanda dengan Anda tuan wajah datar. Aku benar-benar masuk lewat pintu depan sana" Jelasku lagi.

Aku tidak berbohong.

Ia menatapku dengan tatapan kejam, berusaha keras menahan kemarahannya "Aku juga tahu, jejak sepatu kotormu itu mengotori lantai mahal dan sofa kesayanganku. Yang kutanyakan bagaimana kau melewati pintu dengan keamanan itu? Dasar udang!"

"Udang apa?"

"Level otakmu, sama seperti otak udang" katanya dengan datar, tapi aku tahu dia tengah mengutuk.

Selain datar ia juga kasar. Aku cukup tersinggung dengan kata-katanya. 

Apakah ia tidak pernah bercanda sekalipun? 

Aku tidak menjawab, lebih baik diam dari pada ia membantaiku dengan kata-kata lebih tajam lagi. 

Aku hanya terkunci di bawah tatapan tidak suka dan mengintimidasinya, sambil berusaha keras menerka apakah ia tertarik dengan wanita atau tidak.

Tapi otakku tidak bisa berfikir jernih di bawah intimidasi dirinya. 

Mungkin, dibalik wajahnya yang tampan itu, baik, kuakui dia memang tampan, sangat tampan malah, hanya matanya yang menunjukkan sebuah ekspresi. Aku bahkan menerka dia mungkin mengalami kelumpuhan wajah.

Tangannya yang tadi berada di depan dada kini tersembunyi dalam saku celananya "Jawab atau segera keluar dari rumahku!" suaranya meninggi dan matanya benar-benar menatapku penuh kebencian. 

"Baik" kataku tersinggung. 

Dia pikir dia siapa!

Menghinaku, memperlakukan dengan kasar, meninggikan suaranya, lebih baik aku tidak pernah menyetujui semua ini. 

"Tunggu!" sergahnya tercekat "Kalau kau berani keluar dari sana, kau mungkin tidak akan pernah lagi bisa hidup tenang dalam hidup ini"

Ia berlalu pergi dan kembali lagi dengan melempar kemejanya ke arahku "Pakai ini" katanya penuh penekanan perintah.

Entah mengapa ada luapan rasa senang yang aneh pada diriku. 

Ia cukup terganggu dengan penampilanku. Tadinya aku begitu putus asa, harga diriku terluka dan jikalau aku mundur hidupku bakal lebih hancur lagi di tangan ibunya. 

Tapi aku juga ragu, meski ia penyuka sesama tentu saja ia tetap bertingkah layaknya gentleman, Ia mungkin telah hidup dari dalam kandungan dengan aturan dan kesopanan mutlak. 

"Apa aku membuatmu terganggu?" aku bersumpah demi apapun tidak ada maksud menggoda, meski mengucapkannya dengan datar, suara rendah dan serakku mengakibatkannya terdengar begitu s*nsual dan aku membencinya. 

"Aku tidak tertarik dengan wanita sepertimu, di mataku kau sudah cukup rendah dan jangan buat itu lebih rendah lagi. Cepat pakai saja!" katanya marah. 

Hantaman badai akibat kata-katanya menyakitkan dan melukai harga diriku amat dalam. 

Apa yang sebenarnya aku pikirkan? 

Apa yang sebenarnya aku lakukan? 

Seharusnya aku tidak tersinggung dengan perkataannya, memang benar aku menjual diriku, tidak bisa dipungkiri kenyataan aku murahan, tapi entah mengapa air mataku mengalir begitu saja. 

Tanganku gemetar meraih kemeja itu, kepala tertunduk amat malu dan aku tidak punya sedikitpun keberanian untuk menatapnya lagi. 

Aku ketakutan dengan dirinya, ibunya dan kehidupan kelamku sendiri. 

Aku tenggelam dalam kekalutan besar saat ia meninggalkanku sendirian. 

Terlambat bagiku untuk mundur.

Terlalu banyak yang harus kuselamatkan, sehingga harus mengorbankan diri seperti ini. 

Satu-satunya jalan, hanya berhenti mementingkan diri sendiri. 

Saat amarah akan diriku sendiri memuncak, ia kembali masuk. 

"Turunlah, kau perlu makan" katanya lembut, tapi tak memandangku sama sekali. 

Aku menatapnya tidak suka dan sudut bibirku terangkat mengejek "Cih, jangan berlagak seakan kau peduli" kataku penuh penekanan kebencian. 

Siapa yang bisa menebak ia langsung menarik lenganku, dan menyeretku dengan kasar. 

"Apa yang kau lakukan?" pekikku kaget "Lepas. Lepaskan aku. Aku bisa berjalan sendiri" kataku lagi dengan lebih jelas "Lepas"

Aku meronta dan memohon melepaskan diri, tapi ia terlalu keras kepala untuk mengalah. 

"Aku juga tidak sudi kau sentuh, asal kau tahu saja" pekikku makin keras agar ia melepaskanku "Jikalau tidak terpaksa, aku juga tidak bakal ada disini. Laki-laki lembek bertampang datar sepertimu tidak bakal membuatku tertarik sama sekali, sial*n. Meski hanya kita berdua yang berada di bumi, aku bakal biarkan saja umat manusia punah. Aku sungguh tidak peduli" teriakku sekuat tenaga sambil menahan kaki kuat-kuat kelantai.

Ketika hampir sampai ke pintu keluar ia berhenti dan aku jadi tidak sengaja bertubrukan dengan punggungnya. 

"Aduh" kataku mulai mengeluh "Kalau mau berhenti harusnya kasih aba-aba, gimana sih!" lanjuku sewot, memegang kening yang berdenyut. 

Aku mengangkat kepala dan menyadari matanya tertuju padaku, memandang, memperhatikanku dari ujung kaki hingga kepala, sudut-sudut bibirnya terangkat tidak senonoh, kelaparan dan seolah-olah akan menerkam di detik berikutnya. 

Aku mulai merasa terancam, apalagi sekarang hanya mengunakan kemeja miliknya. 

"Benarkah, huh?" tanyanya berat dan berjalan mendekat. 

"A... Apa?" aku tergagap. Pupil mataku melebar sedang kakiku bergerak mundur ketakutan. 

Ia mengangkat ujung kaos yang ia pakai lalu meloloskannya lewat kepala tanpa berhenti mendekat ataupun memandang nakal. 

"Apa yang kau lakukan?" pekikku tidak percaya. Ia bertelanjang dada mempertontonkan otot-otot perut dan dada bidangnya yang terlatih dan bagus, membuatku meneguk saliva.

"Menurutmu?" cetusnya main-main. 

Ujung jariku terasa dingin bersentuhan dengan tembok, jalan buntu! Dan aku berakhir terjebak di antara dirinya dan tembok, meski sudah berusaha melarikan diri, tapi ia menarik tanganku dan mendesakku ke tembok. 

Mencoba keras menenangkan pacuan jantungku yang makin ngebut, aku menunduk dalam-dalam, membuang muka dari seringainya yang menelanku bulat-bulat. 

Aku terkesiap menahan nafas, tangannya sudah berada di bagian dalam pahaku, bergerak makin ke atas dengan lambat, ia mengelus bagian paling sensitif bagiku.

Seluruh rambut di tubuhku meremang oleh perlakuannya. 

Ia makin memepetku sehingga kulit kami saling bersentuhan. 

Tubuhnya yang tinggi besar itu makin berdesakkan terhadapku, sebelah kakinya menggeser kakiku agar terbuka lebar dan ia makin menempelkan tubuhnya. Aku merasakan sesuatu yang keras sudah tertekan ke pangkal pahaku, dan ia mulai menggesekkan dengan diriku. 

"Kumohon lepaskan aku... Argh"

Sensasinya aneh saat ia tak henti-hentinya melakukan gerakan lambat berima yang berimbas pada mulutku terbuka dan satu desahan lolos dari sana. 

Rasanya... 

....menyenangkan.

Ditengah-tengah sensasi nikmat tersebut tiba-tiba ia berhenti dan mengangkat kerah kemeja yang kugunakan dengan kasar. 

Bagian paling dalam dariku, sangat dalam, dan baru kusadari kehadirannya merasa sedikit kecewa.

"Lepas!" pekikku mulai histeris dan meronta lagi. Membuat ia makin tersenyum aneh. 

"Kau akan menikmatinya sayang" suaranya mulai gelap dan tak lagi bisa dikenali. Tatapannya dipenuhi gairah yang buncah. 

Sialan, ibunya pasti sudah buta. Apanya yang menyimpang, anaknya jelas-jelas penuh nafsu dan kasar.

Tanpa peringatan atau aba-aba apapun ia menciumiku dengan paksa, melumat bibirku keras. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Fire of Deceit   Kebenaran

    Wanita itu, Yui Kito, hanya berdiri menonton, seolah-olah tidak terjadi apa-apa, saat aku menumpahkan uang yang kubawa dengan jumlah fantastis tepat dihadapannyaSenyum aneh terbit diwajahnya "Kau pikir semua hanya tentang uang, Kaella?" tanyanya dengan santai, lalu menengguk susu dalam gelas tinggi di tangannya sedikit dan menatapku yang kesetanan dengan iba."Ambil uang ini dan jangan ganggu kehidupan kami!!! Uangmu kukembalikan dengan lunas" teriakku menunjuk-nunjuk uang yang menggunung dan berserakan dilantai penthouse baru miliknya. Aku tidak butuh tatapan kasihan darinya, aku hanya ia enyah dan pergi, meninggalkanku sendiri.Yui Sykes, Nyonya baru yang menyandang nama Sykes itu terkekeh, seolah-olah yang kukatakan hanya lelucon baginya. "Aku menganggu kehidupanmu? Apa aku salah dengar?" tanyanya dan tertawa lagi "Kalian yang lebih dahulu menganggu kehidupanku, bukan aku. Kau ingin membayar lunas? Kau pikir dengan uan

  • Fire of Deceit   Hamil

    Wajah Jay Sykes berkabut asing, kekesalan, kemarahan dan kejengkelan aku melihat semua dari matanya "Dia mengandung anakku, Ella. Ku harap kau mengerti posisiku sekarang" katanya tegas dan menaikkan nada bicaranya seakan aku terlalu cerewet dan terlalu mengekangnya."Pergilah" kataku.Lihat, bahkan ia langsung pergi begitu saja tanpa penjelasan lebih, tanpa menoleh lagi kebelakang. Jiwaku merintih kesakitan berusaha keras membebaskan diri dari serangan perih disudut dadaku.Saat Jay menjauh aku ambruk kelantai. Yui Kito mengandung anak suamiku? Apa lagi yang harus aku ketahui setelah ini?Dia hamil sekarang! Dan anak itu adalah milik Jay! Dan aku masih pengantin baru dengan Jay!Kapan mereka bermain di belakangku? Kapan mereka mempermainkan aku seperti orang bodoh!Jay Sykes mengucapkan kalimat manis, perhatian dan kelembutannya, yang membuatku lupa bahwa pernikahan kami hanyalah sebuah kontrak, bahwa pernikahan kami

  • Fire of Deceit   Penyerangan Kyoji

    Aku berada di dada Jay di gazebo tepi danau belakang rumah kami dengan sekotak es krim vanilla di tangan.Minggu yang indah, pikirku.Selain hari minggu Jay tidak mungkin bisa bersantai di rumah. Karena mengurusku beberapa hari menjadi imbas akan kesibukannya yang menggunung.Nicholas Sykes benar-benar membuktikan perkataannya. Ia telah berusaha menjauhkan Yui dari Jay. Mereka telah pergi ke negara tropis untuk bulan madu yang lama. Setidaknya sudah sebulan lebih tanpa kehadiran mereka."Mau lagi?" tanyaku dengan mengangkat sendok yang sudah terisi penuh dengan es krim.Jay Sykes menyeringai kecil "Ya" aku mendengar harapan dalam nada bicaranya "Tapi, singkirkan sendok itu"Aku mengerutkan kening pura-pura tidak mengerti dengan ucapannya "Maksudmu pakai tangan?" tanyaku.Jay Sykes segera bangkit sehingga kami berdua sama-sama duduk berhadapan dengan aku di atas pangkuannya "Jangan pura-pura tidak ta

  • Fire of Deceit   Pernikahan Yui Kito

    Aku menatap Goodie bag pernikahan Nicholas dan Yui yang khusus dikirim untuk tamu VIP mengunakan kotak kardus dua hari sebelum pernikahan mereka.Didalamnya terdapat undangan yang sebenarnya, satu botol ekslusif wine, voucher spa dan menginap tiga malam di Sykes Hotel dan beberapa produk kecantikan lainnya.Temanku yang penuh dendam itu memang sengaja mengunjungiku hari itu. Aku ingin berbicara dengannya, ingin meluruskan segala hal yang terjadi diantara kami. Aku ingin mengatakan bahwa bukan salah keluarganya perkebunan teh utara keluarga Kito, tapi entah mengapa aku tidak bisa mengatakannya, bukankah dia harus melepaskan kami karena dia sudah mendapatkannya kembali. Tapi disisi lain aku takut banyak hal bakal berubah setelah aku berbicara dengannya.Aku telah berpikir keras selama dua hari, takut menyakiti diriku sendiri jika menghadiri pesta pernikahan mereka. Jika aku tidak hadir, Jay Sykes bakalan menanggung malu karena salah satu menantu Sykes

  • Fire of Deceit   Menguping

    "Kau masih terlalu cepat seratus tahun untuk menantangku" dengus ibuku dengan tawa kecil. Seolah-olah dialah pemenang diantara mereka."Jangan terlalu cepat bahagia, Anyane. Sebentar lagi aku bakal menjadi bagian dari keluarga Sykes, kau tahu apa artinya itu? Ah, kau sangat mengerti akan hal itukan? Itu sebabnya kau mencoba berbagai cara kotor, memutar otak untuk menikahkan putrimu dengan keluarga Sykes. Mendekati Sharon dan mengungkapkan hubungan kami. Kau pikir jika aku tidak ingin anakmu menikah, Apa kah kau masih memiliki kesempatan untuk menjadi besanan keluarga Sykes? Kau bahkan tidak tahu siapa diantara Jay dan Nicholas lebih baik, siapa yang lebih berkuasa di dalam keluarga Sykes. Sudahlah, aku masih punya urusan penting untuk pernikahanku. Sampai berjumpa di neraka Anyane" balas Yui Kito. Aku belum pernah mendengar Yui berbicara dengan nada penuh penekanan dan kebencian.Sebab ibuku menikahkan dengan keluarga Sykes? Semuanya tidak hanya tentang proyek Pr

  • Fire of Deceit   Ibuku dan Yui

    "Nona Kito, Aku ikut bahagia dengan pernikahanmu" komentar Aime yang baru saja datang dari arah belakang Yui, langsung memeluk wanita itu seperti sangat merindukan kehadirannya.Yui balas memeluk Aime dan mulai mengomel seperti yang sering ia lakukan kepada semua orang "Aime, berapa kali aku harus mengatakan padamu, panggil aku Yui. Kau itu sudah seperti keluargaku, hilangkan kesopanan yang memisahkan kita itu. Ah, ini, aku juga punya undangan untukmu" katanya menyerahkan undangan yang sama denganku."Tapi saya tidak pantas berada di sana, Nona Kito. Ah, Nyonya Sykes" kata Aime malu-malu. Wanita itu selalu kaku padaku dan menjadi begitu ekspresif pada Yui. Apakah kesalahan memang ada padaku? Mengapa semua orang begitu akrab dengan Yui sedangkan padaku begitu kaku."Yui" kata Yui Kito psekali lagi mengingatkan Aime "Aku bakal mematahkan kaki siapapun yang bakal merendahkanmu di sana. Kalau kau tidak nyaman di sana, datanglah pada pernikahan keduaku di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status