Share

05—Kekhawatiran Seorang Teman

Menghubunginya hampir rutin selama dua hari terakhir. Bertemu juga sudah dua kali. Makan malam juga yang kata lelaki itu sebagai ajang reuni tapi hanya untuk mereka berdua dan untuk pertama kalinya, Clara merasa ada sesuatu yang berbeda. Bukan. Bukan tentang perasaannya tapi mengenai tindak tanduk Joy.

Belasan tahun lamanya Clara hanya bisa melihat Joy dari kejauhan dan dekat lewat sosial media yang bisa ia lihat hampir setiap hari—dulu ya, ketika ia masih dibangku SMA namun seiring berjalannya waktu, penuh dengan kesibukan kuliah dan sekarang saat ia sudah bekerja, kelakuannya yang kekanak-kanakan tersebut pun perlahan menghilang.

"Kenapa ngeliatin aku? Ganteng ya?"

Tersadar, Clara cepat-cepat menggeleng lalu mengambil gelas berisi es jeruk dan segera menenggaknya sampai tandas. Lu nggak ada manis-manisnya banget ya, Ra, sungutnya dalam hati.

"Geer banget."

Joy tersenyum mengejek. "Ah masa sih? Bukannya dari dulu kamu suka sama aku ya?"

Glek.

"Hah? Sok tau!"

Sial. Sial. Sial. Gue lupa pernah...

"SMA kelas 2. Kamu bilang loh ke aku."

"Dih ngaco." Masih mengelak walau sebenarnya ia sudah tertangkap. Ibarat ia adalah maling yang mencuri siang bolong ketika ramai, ya jelaslah ketauan.

"Mau bukti?"

Clara menaikkan sebelah alisnya, "Nggak usah aneh-aneh ya kamu."

"Ih siapa yang aneh? Aku beneran loh!" Joy membersihkan tangan kanannya yang berlumuran sambal lalu mengambil ponsel dari saku kanannya.

"Tau ah. Aku mau pulang."

Lelaki itu tertawa dan mengacak poni Clara pelan. "Ih jangan ngambek dong, Lalaaa." 

"Mas, Mbak yang lagi kasmaran di pojok sana. Jangan pacaran aja dong! Lirik sini bentar dong eike mau nyanyi nih." Panggilan dari baling a.k.a banci keliling membuat keduanya menoleh.

Clara berdeham pelan dan menurunkan tangan kiri Joy yang masih berada diatas kepalanya lalu merapihkan poninya yang sedikit berantakan. 

"Mbak, kami... bukan pasangan." Jelasnya pelan. Suaranya kalah kencang dengan baling itu. 

Joy menoleh sebentar ke arah Clara lalu kembali melihat si baling yang sudah sibuk bernyanyi dengan suara yang cukup bisa diterima di telinga walau agak cempreng dan pas-pasan.

"Akan, Ra."

Hah?

"Apa?"

Joy kembali melihatnya. Rasanya Clara ingin waktu berhenti karena ketika tatapan lelaki itu berhenti dikedua bola mata Clara, lelaki itu menatapnya cukup lama. Jantungnya pun sedari tadi tidak ada jeda untuk menurunkan ritme jantungnya.

Kenapa selalu seperti ini sih, Tuhan? jeritnya dalam hati.

***

Pagi ini, ketika baru sampai kantor. Tiba-tiba saja atasannya mengadakan rapat sebentar untuk membahas dan memberikan template baru untuk laporan bulanan dan target baru untuk divisinya, membuat Clara kesal setengah mati. 

"Eh, bok."

"Hmm."

Kepala Yudith menyembul dari balik kubikel disampingnya. "Gue kok rada curiga ya sama gebetan elo."

"Siapa?"

"Yang biasa anter jemput itu."

"Apaan sih. Nggak ada yang anter jemput gue." Gadis itu sibuk mengisi dan melengkapi laporan bulananan ketika Yudith datang, membuat konsentrasinya buyar seketika.

Yudith mengetuk dinding kubikel pelan. "Ih ngaco! Ada! Itu lohhh yang selalu bawa mobil gede warna item. Terus orangnya tinggi banget dan kalau senyum ada lesung pipi gitu."

Deg.

Jantung Clara rasanya mencelos. Sial. Sial. 

"Lo tau dari mana?"

Yudith memutar kedua bola matanya. "Uh-puh-les deh. Beberapa temen kantor ada yang liat kali drama yang lo berdua lakuin kemaren."

Triple sh—t.

Walau Yudith sudah tau tentang ceritanya dan cinta pertamanya itu, tapi Clara sudah berjanji dengan dirinya untuk mengenalkan pria itu pada temannya yang lain—apalagi teman-teman kantornya, karena Clara tidak mau menanggung malu atau ada yang tau bahwa seandainya, ia gagal menjalin hubungan lagi dengan pria yang notabenenya adalah cinta pertama gadis itu, ia akan habis diludahi dan diolok-olok setiap hari. 

Sh—t

Apasih yang ada dipikirannya? Mana mungkin juga Joy mendekatinya seperti lelaki yang sedang dalam masa penjajakan dengan gadis yang lelaki itu sukai, bukan? Terlebih, gadis ini adalah dirinya. Tidak akan mungkin.

"Nggak usah ngaco ya, Dith. Dia itu cuma temen pas SD doang kok."

Yudith menepuk lengannya pelan. "Eh geblek, mana ada temen SD yang udah dari SD... gue ulangi, dari SD nggak ketemu dan tiba-tiba... voila! Jadi gebetan elu dalam waktu seminggu? Asli, ini mencurigakan."

Clara mengerutkan dahinya. "Ya, gue kan nggak bilang dia pedekate sama gue, Dith. Kebetulan aja dia baik sama gue dan kasian juga kali karena gue harus pulang setiap hari pakai transportasi umum."

Yudith menatapnya tidak percaya. "Ra, gue kenal elo bukan baru kemaren sore ya. Ini kita lagi bahas Clara Devina yang keras kepala dan super mandiri sampe mantan lo aja pada gerah liatnya."

"He's really something and I doubt he has a good intention with you. It's like he's toying you, y'know. On top of that, it's hella fishy!"

"You don't even know him, Dith."

Lagi, Yudith memukul lengannya. "And look at you now. Belum jadian aja udah ngebela dia sampe segininya. Sumpah ya! Pake pelet apa sih cowok itu? Awet banget. Heran gue."

"Dan ya, hanya karena lo udah kenal dia pas masih SD, bukan berarti dia masih orang yang sama ya." Lanjut Yudith. "Asli deh ini, temen gue dipelet berbelas-belasan tahun lamanya."

"Kampret lo!"

Yudith tertawa. "Tapi seriusan deh, Ra. Lo kayaknya jangan terlalu terbuai ya karena ada cinta pertama lo yang tiba-tiba deketin. It's so freaking fishy. I know it's like a dream come true and I know you deserve it tapi gue nggak mau lo perpuruk nantinya kalau emang apa yang gue takutin beneran kejadian."

Clara mencibir, memajukan bibirnya seolah-olah ingin mencium temannya "Aw, you're so sweet. Love you, bat!"

"EW! Get away from me, you b—tch!"

Clara terbahak-bahak saat Yudith dengan cepat kabur dan menghilang dari pandangannya. Ada sedikit kalimat yang menyentilnya tadi, mungkin sampai saat ini, ketika Yudith berkata.

"Dan ya, hanya karena lo udah kenal dia pas masih SD, bukan berarti dia masih orang yang sama ya."

Ya, Clara pun memang ragu akan hal itu tapi hanya ia simpan sendiri. Ketika dijelaskan dan ditegur oleh orang lain, ia seperti tertampar. Hanya karena ia pernah mengenal cinta pertamanya dulu, bukan berarti orang itu masih orang yang sama, bukan?

***

Seperti hari sebelumnya, malam ini Joy pun sudah menunggunya di lobby kantor dan mengajaknya buka bersama dan berakhir dengan mengantarnya pulang. Iseng, Clara bertanya.

"Joy."

"Kenapa tiba-tiba kamu jadi gini sama aku?"

"Gini gimana?"

Laju mobil memelan dan berhenti tepat di bawah lampu lalu lintas yang berubah menjadi warna merah yang tak jauh dari area perumahan.

"Ya gini. Kayak... Hm, sorry bukannya aku mau geer ya tapi kamu kayak lagi deketin aku." Clara tertawa pelan. "I mean, so hard to believe."

Belasan tahun gue nggak dianggep and now you're here, J.

"Ya emangnya kenapa?"

"Ya nggak apa-apa sih, cuma aku heran aja."

"Yaudah nggak usah heran dong."

Setelah itu Clara bingung harus membalas apa. Tiba-tiba bibirnya kelu, pikirannya kembali melayang pada percakapannya dengan Yudith siang tadi. Apa benar ia hanya dipermainkan?

Joy mengantarnya sampai di depan rumah, Clara lupa mencegah tapi yasudahlah. Untung kedua orangtuanya sudah tidur dan saudaranya pun tidak ada yang bertanya. Selesai membersihkan badan, Clara yang berbaring menatap langit kamarnya yang dipenuhi bindang, tanpa sebab, tiba-tiba saja Clara teringat pada seseuatu, ia ingin mencari kotak rahasia yang ia simpan di dasar lemari pakaiannya. 

Berhasil mendapatkan kotak itu, Clara menaruh di tengah tempat tidurnya, ia duduk bersila samil menatap kotak yang ada dihadapannya saat ini.

Clara masih enggan membuka. Entah kenapa tiba-tiba ada dorongan ingin melihat isinya sedari tadi tapi ketika sudah dihadapan begini, Clara kelu dan terpaku.

"Susah banget ya Joy untuk membuang lo dari benak gue."

Clara sudah terbiasa bermonolog sendiri seperti ini. Ia turun dari tempat tidurnya dengan memeluk boneka beruang seukuran tubuhnya dan menuju cermin yang ada di samping kanan ranjang dan duduk, memposisikan diri di depan cermin yang sejajar dan dapat melihat pantulan dirinya.

Sambil memeluk boneka beruang seukuran tubuhnya, Clara menatap manik matanya. Melihat dirinya sendiri saya membuat air matanya menggenang.

"Clara, why you have to be this idiot?"

Bunyi pesan masuk membuatnya menghentikan sesi self-pity dan self-blamming yang selalu ia lakukan jika sudah merasakan sesak di dada. Hanya jika berkaitan dengan cinta pertamanya, lelaki yang berhasil memporak-porandakan hatinya.

23.57 | Voldemort: Ra

23.57 | Voldemort: Aku baru sampe. Makasih ya udah nemenin lagi hari ini :)

23.59 | You: Iya, sama-sama Joy

00.00 | Voldemort: Ra...

00.00 | You: Ya?

Gadis itu menahan debaran di dadanya. Setelah lima menit terlewati dan belum ada tanda-tanda pesannya akan dibalas oleh lelaki itu, Clara memutuskan untuk mematikan nada dering di ponselnya dan menaruh di bawah bantal.

Persetan dengan balasan selanjutnya, makinya.

Untung saja Clara tidak menunggu, jika tadi ia masih bertahan selama sepuluh menit saja, bisa dipastikan Clara akan telat ke kantor karena galau semalaman.

00.15 | Voldemort: Emangnya kalau aku deketin, kamu mau? :D

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mayang Purnama
Beruntungnya punya temen yang baik masih ngingetin haha
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status