Hari ini tiba juga, di mana Clara dan teman sekantornya pergi sejenak dari pekerjaan yang membuat mereka jengah dan jenuh dan tentunya, hindari. Kalau bisa, mereka mau tiduran seharian dan tetap digaji namun dunia belum seindah itu. Clara memperhatikan interaksi Rendy dan Friska, Friska yang membawa satu koper sedang dan dua tote bag agak sedikit kewalahan dan Rendy dengan sigak mengambil semuanya, lalu tangan kanan laki-laki itu mengelus pucuk kepala Friska, dan semua interaksi itu tidak luput dari penglihatannya. Hal itu membuatnya tersenyum miris.
Dulu, kala keduanya masih berstatus pasangan, Rendy yang awalnya gencar sekali mendekatinya dan ketika sudah berpacaran beberapa bulan, perlahan perhatian Rendy mulai menurun. Meski hubungan mereka berjalan selama satu tahun lebih, tidak membuat Rendy berubah atau berusaha memperbaiki hubungan keduanya. Lihatlah satu pasangan ini, sudah hampir satu tahun pacaran—sama sepertinya dulu, tapi Rendy masih mesra dan benar-benar peduli
Sepanjang perjalanan semenjak terakhir kali Clara dan Joy saling membalas pesan sampai mereka semua tiba di Villa milik keluarga Rio yang berada di kawasan lembang, Clara merasaover hyped. Seperti disuntik sesuatu yang hebat sampai rasanya ia tidak bisa berhenti untuk tersenyum dan sesekali, membuka pesan terakhir dari Joy yang ia baca berulang-ulang. 22.45 | Voldemort: Aku tunggu kamu pulang and let's talk about us Gadis itu menaruh ransel di atas nakas di samping ranjang, Clara selalu memilih sisi kiri ranjang karena ia selalu tidur disisi itu. Merebahkan badannya pada ranjang yang super empuk ini membuatnya memejamkan mata sejenak. "Eh, Ra, mandi dulu gih! Nggak lengket apa lo?" Tegur Yudith yang satu kamar dengannya. Clara menggeleng lemah tapi masih terukir senyum dibibir yang mungil tapi penuh itu. "Eh, Dith." Yudith yang sedang membuka blazzer dan menyampirkan di kursi rias pun m
"Kalian nanti dijemput sama siapa?"Hari ini, hari terakhir merekastaycation yang memang nggak melakukan hal yang signifikan juga selain makan untuk sahur—bagi yang bangun dan sempat, dan berbuka. Pagi sampai hampir buka yang mereka lakukan hanya tidur-tiduran, ngobrol jika tidak mengantuk sambil sesekali mabar—alias main bareng yang kemarin Clara lakukan dengan beberapa temannya.Semua tas dan koper sudah dikumpulkan di ruang tengah, tinggal beberapa orang saja yang masih mandi dan merapihkan kamar yang dipakai."Gue dijemput sama bebeb dong." Jawab Caca pada pertanyaan Rio.Rio mengangguk lalu perhatiannya beralih ke Clara. "Lo dijemput sama siapa, Ra?""Hm, kayaknya gue bakal naik taksi online aja, Kak."Mana tega ia meminta Ayahnya untuk menjemput ke kantor di hari minggu siang yang pastinya panas dan mungkin selalu macet."Gue anter ya."Clara tertawa menanggapi tawaran Rio. "Nggak us
"Ra." Tegur pria yang kini mengejar perempuan yang tanpa ia sadari, sudah ia lukai dengan sikap 'selengean'nya itu. Niatnya bercanda tapi ia mungkin belum menyadari bahwa gadis ini memiliki hati yang setipis kertas. Kena air sedikit, bisa-bisa hancur tak bersisa.Clara masih mendorong troli itu tanpa arah. Yang jelas ia harus pergi sejenak untuk menetralkan perasaanya.Clara akui, ia memang tipe orang yang terlalu serius dan sulit beradaptasi karena pikiran kuno, kaku dan serius juga sensitif, itulah mengapa ia sulit sekali membuka hati dan berakhir dengan suatu hubungan dengan lawan jenis. Rendy saja sulit setengah mati meyakinkan Clara, ya walau pada akhirnya lelaki itu tetap mengecewakannya.Matanya yang tadi memanas sudah mulai kembali normal, degup jantungnya masih kebas sedikit dan pikirannya mulai kembali fokus."Clara."Enggan sekali tapi setelah berhasil meyakinkan dirinya kuat, ia pun menoleh. "Udahkan belanjanya?"Joy menatap waja
"Kamu masih bercanda ya rupanya.""Bagian mana yang mengindikasikan kalau aku bercanda?"Kali ini Clara dapat melihat kilatan marah pada tatapan pria itu. "Jujur, aku meragukan kamu dari awal hingga saat ini.""Kamu aja belum mencoba kenapa malah meragukan aku?""Sekian tahun, kenapa harus sekarang? Dua minggu kurang, bahkan satu minggu kita baru deket kilat danapa tadi?Jokes 'teman hidup' dan 'istri' udah melayang."Joy mendengus kasar. "Jadi menurut kamu orang pdkt yang normal berapa lama? Satu bulan? Satu tahun?"Clara tergagu. Benar juga, masa pendekatan antara sepasang sejoli tidak bisa diukur dari lamanya masa tersebut atau sudah berapa lama saling mengenal. Bahkan ada orang yang sudah cinta mati pada pandangan pertama di pertemuan pertama."Clara Devina."Perempuan itu mendongak ketika pria disampingnya sudah berdiri dan yang membuat matanya membulat ketika pria ini bersimpuh di depannya, mengambil k
"Ra.""Ya?""Kamu pulang jam berapa?""Seperti biasanya kok, jam enam atau tujuh." Clara mengapit ponselnya diantara pundak dan kepalanya, sedangkan tangannya dengan cepat mengetik dokumen yang sudah diminta oleh atasannya."Kamu lagi sibuk ya?""Lumayan."Joy terdiam sejenak sebelum berkata. "Semangat ya, pacarku sayang."Clara menghentikan kegiatannya dan menggeram. "Joyyyy.""Hahaha. Iya, iya.Bye.""Bye."Sudah dua hari setelah hubungan mereka resmi menjadi sepasang kekasih, keduanya sama sekali belum bertemu tapi kekasihnya itu tidak pernah absen menghubungi Clara. Seperti minum obat, tiga kali sehari plus video call ketika keduanya sudah selesai dengan rutinitas malam sebelum tidur.Pak Irwan—Manager Operation—tadi memanggil dan meminta tolong Clara untuk dibuatkan rekapan hasil penggunaan jasapaid promote berharga fantastis dariinfl
Begitu selesai membersihkan badan, ketika keluar kamar mandi arah pandangnya menyapu ke nakas yang berada di sebelah kiri kasurnya. Tepatnya, kotak kecil yang ada di samping nakas itu hampir tidak terlihat kalau tidak benar-benar dia perhatikan.Perlahan Clara mendekat dan mengambil kotak itu.Mungkin ketika beberapa minggu yang lalu ketika dirinya sedang pada mode 'Clara yang galau dan lebay' menangisi perihal perasaannya yang tak berbalas oleh lelaki yang dia cintai, membuatnya lupa akan kotak itu. Pasalnya setelah memangis, dia melempar asal karena saat itu pikiran untuk membuang kotak dan isinya sudah hampir terlaksana tapi apa daya, Clara yang sentimentil tidak akan semudah itu membuang barang berharganya.Deringan pada ponselnya membuat Clara dengan cepat menggeser gambar telepon ke kanan—tanda mengangkat panggilan tersebut."Hi."Clara tersenyum. "Hi."Hening sejenak. Clara bisa merasakan degup jantungnya perlahan semakin mening
“Maaf.”Clara yang semenjak masuk ke dalam mobil kekasihnya hanya terdiam. Bahkan beberapa kali pria itu berusaha mengajaknya bicara yang berakhir dengan dengan keheningan karena sepertinya tidak ada usaha gadis itu untuk melanjutkan percakapan.“Maaf kenapa?”Clara memalingkan muka ketika Joy melihatnya sekilas, karena Joy masih mengemudi.
Nggak apa-apa, Ra. Lo harus bersyukur.Nggak boleh sedih. Harus bersyukur.Jangan marah sama Joy. Harus bersyukur.Sudah ribuan kali kalimat-kalimat itu Clara ucapkan demi meredam banyaknya suara kekecewaan di hati dan benaknya. Sore tadi, setelah Clara menjawab dan gadis itu langsung mengajak pulang yang di iyakan oleh Joy.Setengah jam yang lalu lelaki itu pun baru selesai menelfonnya, seperti malam sebelumnya. Jam yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam tidak membuat Clara mengantuk.Badannya bergerak gelisah ke kanan dan ke kiri, akhirnya tangan kanannya memanjang ke nakas dan mengambil ponselnya.Begitu ponselnya berada di genggaman tangannya, po