Clara duduk termangu dengan perasaan campur aduk.
Seperti perasaan deja vu saat melihat sebuah foto sebuah tangan di atas pangkuan dengan cincin bunga serupa melingkari jemari seseorang.
Foto yang keduanya tadi abadikan sebelum keduanya berpisah, lelaki itu abadikan dan dia umumkan kepada publik bahwa mereka sudah memasuki jenjang serius.
Clara sedikit mendengus.
Tidak... tidak, bukan dengusan hinaan atau sarkas yang sering dia tujukan pada orang-orang.
Dengusan itu karena dia senang dan tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi.
Semuanya bagaikan mimpi dan Clara sangat takut untuk bangun dari kenyataan.
Pada realitanya, mimpi akan selalu lebih indah dari kenyataan, bukan?
Harapan bisa tumbuh dihati semua orang walau orang itu sudah berjanji untuk mumupuskan semua angan, khayalan, dan harapan.
Tanah tandus saja masih bisa dihidupi oleh rumput liar jika air turun pada permukaan itu.
Batu yang keras saja
Dua minggu berlalu sejak tahun baru yang Joy habiskan dengan keluarganya, keduanya semakin lengket tak terpisahkan.Bahkan keluarga Clara pun semakin mendukung keduanya untuk sedikit 'mencicipi' salah satu kegitan rumah tangga yaitugroceries shopping yang biasanya rutin dilakukan oleh kedua orang tua Clara dan salah satu dari anak mereka, entah dirinya, sang Kakak, atau adiknya.Sabtu sore itu pun mereka berdua dimanfaatkan oleh sang Ibu untuk membeli beberapa kebutuhan dapur di rumah Clara.Dalihnya sih sang Ibu bilang pada Joy bahwa kedua orangtua Clara ingin kencan tapi Clara tahu itu hanya akal-akalan saja karena paginya sebelum Joy datang, sang Ayah memberitahunya rencana sang Ibu."Eh, Clara Devina ya?"Clara yang saat itu ada di supermarket besar dan sedang memilih penyedap mana yang akan dia pilih dari salah satu rak, menoleh ke sumber suara."Iya, gue Clara. Lo..." Clara berusaha mengingat laki-laki yang ada di
"Ra." "Yoow." Yudith menaruh satu map berwarna kecokelatan di meja kerjanya dengan tatapan antusias. Clara yang saat itu tengah fokus mengisi data client untuk dimasukkan ke dalam kontrak draft menoleh malas-malasan ke arah map tersebut. "Apaan lagi nih?" Tanpa menoleh, Clara bertanya sambil fokus mengetik di layar laptopnya. "Proposal lo ditolak Pak Boss? Apa suratresignlo ngga di approve?" "Sialan." Umpat Yudith. "Dari cowok lo." Tangannya yang sedari tadi tak henti-henti mengetik seketika berhenti. "Mana sini." "Ilaah, baru dikasih tau gitu aja langsung 'mana mana mana'." Ejek sahabatnya. "Bodo amat." Clara mendelik pura-pura kesal walau diwajahnya ada senyum yang menghiasai. Dua hari lalu, ketika Joy mampir ke rumahnya tanpa kabar karena ingin memberikan ayahnya pot dan pupuk untuk tanamannya, tiba-tiba saja kekasihnya itu iseng bertanya mengenai surat cinta mereka berdua ketika
"Beneran cuma satu?" "Iya, Yang. Astagaa ngga percaya banget sih." Ini adalah percakapan mereka ketika Clara sudah berada di dalam satu mobil dengan sang Kekasih. Saking seringnya Clara bertanya, muka lelaki itu sampai agak jengkel dan sebal ketika niat baik dan romantisnya dipertanyakan. "Kalo ngga mau, yaudah balikin aja." "Lah kok kamu ngambek sih?" Clara mengapit lengannya pada lengan sang Kekasih dan bersandar pada pundak yang selalu menjadi sandaran perempuan itu dalam satu tahun terakhir ini. "Aku kan cuma tanya aja, Sayang." Tak lama, Clara bisa merasakan elusan pelan di pucuk kepalanya dan kecupan beruntun saat mobil mereka terhenti di pertigaan yang rambunya sedang memerah menembus kaca mereka. Clara menghembuskan napas dan membuka kedua matanya ketika kejadian tadi teringat olehnya. Joy selalu bisa membuat hatinya campur aduk di saat yang bersamaan. Entah itu perasaan dengan konteks bahagia at
"Ra, lo ikut ngga?" "Hm?" "Astaga nih orang ya!" Sungut Ica kesal. Clara yang masih sibuk membalas chat dari sang Kekasih tidak begitu mendengarkan celotehan Ica. Ghiffary yang sedang bersandar di bangku taman belakang rumah Ica hanya menggeleng pelan. "Udah gue bilang, dia kalau sampe pacaran sama Joy, bucinnya jadi 1000 kali lipat lebih berbahaya dari sebelumnya." "Kurang dihajar lu, Gip!" Balas Clara sebal. Ghiffary menggelus pundaknya yang dihantam tidak berprikemanusiaan oleh Clara. Benar-benar kuat tenaga perempuan itu. Ponselnya pun akhirnya Clara taruh di atas meja bundar di depan mereka dan mengalihkan atensinya lagi ke Ica. "Jadi apa yang kalian omongin?" Ica melotot. "Hhhh astagaaa!" Saking gemas bercampur kesal, Ica menenggak air minumnya sampai tandas. Akhirnya doa melanjutkan pertanyaannya yang sama sekali tidak didengar sahabatnya itu. "Bulan depan, anak-anak angkatan
Sepulang dari rumah Joy, Clara tidak langsung pulang ke rumahnya melainkan ke rumah Ica. Kemarin dia sudah izin kepada orang tuanya untuk menginap ke rumah Ica. Ya, perempuan dewasa yang sudah berumur 26 tahun dan masih tinggal dengan orang tuanya juga masih harus izin jika ingin pergi atau menginap di tempat lain. Ada kalanya dulu Clara luar biasa kesal dan marah kepada kedua orangtuanya tapi semua amarah itu perlahan menghilang seiring berjalannya waktu dan usianya bertambah. Clara paham apa yang dilakukan kedua orang tuanya, terutama sang Ayah untuk menjaganya. Yang Clara pahami adalah cinta dan kasih sayang orang tua tidak lekang oleh waktu. Mau umur berapa pun anaknya, di mata orang tua, anaknya pasti tetap anak kecil yang membutuhkan perlindungan mereka. Untuk itulah setiap pertengkaran yang terjadi antara Clara dan sang Ibu, Joy selalu berusaha memberi pemahaman tersebut yang pada akhirnya, Clara pahami dengan baik dan berusaha perlahan
Beberapa menit berlalu pun keduanya masih terdiam."Ra, surat ini..."Ini bukan benar-benar surat.Kedua amplop tersebut berisi foto yang ada tulisan di belakangnya.Kedua foto itu Clara pernah lihat.Kejadian yang pernah dia lihat langsung dengan kedua matanya.Tapi hal itu sudah terjadi lama sekali."Ini Joy sama..."Davina.Perempuan itu menghembuskan napas berat. Berat sekali."Ini... foto ini udah lama kok." Jelas Clara dan dengan cepat tangannya menyatukan kedua foto yang di pegang olehnya dan Ica lalu membelah foto itu menjadi beberapa bagian kecil yang kemudian dia buang pada tempatnya.Tempat sampah adalah tempat yang tepat dan seharusnya foto-foto itu berada.Ica menatap horor ke arahnya. "Ra, what the h*ll? Kenapa lo robek?"Masih dia ingat pose kedua orang di dalam foto yang beberapa detik lalu masih dia pandangi dengan tatapan tak percaya.Joy sedang duduk bersebel
Dia benar-benar sudah bucin. Buta Cinta.Alih-alih mengamuk dan mengkonfrontasi Joy seperti yang Ica sarankan untuk dia lakukan seminggu yang lalu, Clara malah berpura-pura tidak menerima, membaca, dan melihat amplop yang dia terima seminggu yang lalu.Dan bersikap normal seperti biasanya pada kekasihnya, Joy.Malah, perempuan itu makin manis dan lebih perhatian dari biasanya.Joy yang tidak pernah merasa diperlakukan se-special itu oleh siapapun, termasuk Clara jadi makin mencintai kekasihnya itu.Sudah seminggu ini dengan secara misterius, tiba-tiba saja Clara jadi dua kali lipat perhatian dan... manja padannya.Joy pun dengan senang hati menanggapi semua perubahan sikap Clara.Pasalnya, hal itu lah yang Joy sering pinta namun masih sulit dilakukan oleh Clara.Agar lebih rileks dan bergantung padanya karena Clara terlalu mandiri dan cuek. Joy senang jika Clara perlahan meruntuhkan dinding tebalnya yang sudah selama setahun in
Jadi begini rasanya mati segan hidup tak mau?Beberapa hari sudah terlewati tapi rasa sakit dari rasa kecewanya tidak sekalipun menghilang atau bahkan berkurang.Clara seperti zombie. Mati rasa dan kehilangan nafsu makan.Lelaki itu pun seperti menghilang dan tidak menghubunginya setelah mengantarnya pulang.Terakhir bertemu pun Clara yang biasanya akan mencium tangan atau pipi kekasihnya hanya mengucapkan terima kasih lalu masuk ke dalam rumahnya.Apakah ini akhirnya?Apakah hubungan keduanya hanya sampai sini?Apakah kemarin adalah perpisahan?Karena jika iya, Clara merasa bodoh bertengkar karena masalah sepele yang dia besar-besarkan.Kondisi fisik keduanya pun mungkin sedang tidak optimal karena sehabis pulang kerja.Mungkin itulah mengapa keduanya sama-sama sensitif dan tersulut emosi.Yudith pun melihat Clara yang beberapa hari terakhir selalu datang dengan mata sembab pun akhirnya tahu penyebabnya.