POV Brata
Tidak mungkin juga aku berjodoh dengan Nita. Ya Allah, rasanya menyakitkan sekali. Aku kira Nita tidak ada kabar, karena telah kembali pada suaminya, ternyata dugaanku salah. Saat itu, saat terakhir bertemu dengannya, baru saja kuungkapkan perasaan cinta yang telah lama tersimpan. Namun, aku sendiri yang mengakhiri cinta itu tanpa menunggu jawaban dari seorang Nita. Aku salah, aku kira Nita kembali pada Duta, bagaimana ini, kenapa cinta serumit ini.Nita di mana kamu? Kenapa menghilang tanpa jejak? Andai kutahu dirimu tidak kembali pada Duta, tidak akan aku menerima dia. Sehari setelah aku mengikuti permainannya, dia hilang tanpa kabar. Seminggu, sebulan, dua bulan, berlalu, membuatku berpikir, mungkin Nita kembali pada Duta.
Saat itu datang Nanda, anaknya teman Mama. Mama memperkenalkan dia padaku. Dia bilang, aku sudah sepantasnya menikah, karena usiaku sudah menginjak 30 tahun. Tidak mungkin aku terus mengharapkan
POV AdnanAduh … buku diary Adnan mana ya?Oh … ini dia. Buku ini Mama beli untuk Adnan. Kalau Adnan sedih, ingin curhat bisa di buku ini. Saat Mama sedang tidak bisa mendengar kesedihan Adnan.Sekarang Adnan ikut Mama jauh dari Papa. Masih teringat ketika Mama menangis, minta ampun pada Kakek, karena telah membuatnya malu. Kakek tidak marah, Mama pamit untuk sementara waktu. Rasanya Adnan ingin berkata pada Mama, Adnan ingin bertemu dengan Papa, tapi Adnan tidak berani mengatakannya.Jujur perasaan Adnan sangat terluka, walaupun Adnan masih kecil, tapi Adnan tau apa itu pertengkaran, Adnan tau apa itu perpisahan. Ternyata perpisahan Mama dan Papa benar-benar sangat menyakitkan. Tidak pernah menyangka akan seperti ini.Mama memindahkan Adnan dari sekolah yang lama tanpa sepengetahuan Papa. Setelah itu, Mama mengajak pergi jauh. Adnan tidak tahu nama kotanya, Adnan hanya ikut saja.🖤🖤🖤
POV DUTALongkap cerita ….________________________________Lima tahun genap sudah kepergian Nita dan Adnan. Tidak ada kabar hingga Sekarang. Rasa rindu menjalar begitu dalam. Namun, tidak dapat kuungkapkan. Aku mencoba berkomunikasi dengan papa Sanjaya, berusaha mendapatkan simpatinya. Namun, hingga saat ini aku mencoba, papa tidak memberi tahu apapun. Namun, aku selalu mencoba berhubungan baik dengan papa Sanjaya berharap dia akan luluh dengan usahaku."Mas, kenapa bengong?" ucapan Vira mengagetkanku."Tidak apa, Mas, hanya sedikit pusing banyak urusan kantor." Aku mencoba berkilah darinya. Mungkin Vira tahu aku sedang memikirkan Nita dan Adnan, dia tahu dia tidak bisa menggantikan posisi Nita di hatiku."Mas, aku sedang mengandung, dapatkah kau berikan aku perhatian sedikit?" pintanya dengan wajah sedikit memelas."Maaf, Vir …," hanya itu yang terucap dari mulutku kemudian bergagas meninggalkannya.
"Mas …. " Seseorang menepuk pundaku, saat aku menoleh ke arahnya, aku sedikit terperanjat, dengan wajah lusuh dan pakaian penuh darah serta rambut acak-acakan aku menatapnya. "Nanda," mengapa kamu di sini?" tanyaku penasaran. "Aku sedang mengantar calon mertuaku untuk check up, Mas," ucap Nanda. Dia Nanda sahabatku waktu kuliah dulu. Sudah lama kami tidak bertemu. Aku kira dia telah menikah di usianya yang sudah tidak muda lagi. Ternyata dia Baru mau menikah. Aku mengetahui ketika dia mengucap kata calon mertua. "Bagaimana keadaan istrimu, Mas?" tanyanya. "Dia sedang kritis, Nand. Aku takut terjadi sesuatu padanya," ucapku penuh rasa takut. "Jangan cemas, Mas. Istrimu sedang di tangani oleh dokter. Banyak berdoa saja."
Setelah menunggu beberapa jam suster memanggil namaku."Pak Duta, silahkan jika ingin melihat istri anda," ucap seorang perawat."Baik sus." Aku langsung bergagas menuju ruangan dimana Vira terbaring lemah. Nanda dan Brata sudah kembali ke rumahnya. Tinggal aku dan Damar di sini. Namun, Damar juga harus kembali karena dia harus mengurus urusan kantor. Masalah ini datang bertubi-tubi, ada saja ujiannya.Andai Nita di sini aku tidak akan sepusing ini. Ternyata aku butuh dia. Dengan Vira aku memang merasa dibutuhkan. Berbeda dengan Nita, bahkan aku yang selalu bertanya tentang ide apa pun padanya.Sudah kubuktikan aku bukanlah apa-apa tanpa seorang Nita, ternyata yang di butuhkan dari kehidupan suami istri adalah saling mendukung dan memotivasi. Entah jika tidak a
Setelah beberapa menit aku kembali, kudengar Ibu masih memaki Vira."Bu, sebegitu hinakah aku di mata Ibu?" ucap Vira."Kamu bukan lagi hina! Tapi sangat terhina! Sampai kapanbpun saya malu mengakui kamu sebagai menantu! Haram jadah!" bentak Ibu."Siapa pun tidak akan mau menjadi wanita kedua di rumah tangga orang dan menjadi duri untuk mereka, Bu." Vira masih membela dirinya, walaupun dia masih lemah."Cuih …! Itu kamu sadar! Kenapa kamu mau menikah dengan Duta?! Kamu sadar kamu akan menjadi duri untuk mereka! Dasar perempuan hina menjijikan!" triak Ibu."Lalu apa yang harus saya lakukan, Bu? Ibu pikir selama ini saya hidup enak dengan Mas Duta? Tidak sama sekali, Bu. Mas Duta tidak ada waktu untuk saya! Dia sibuk dengan dirinya sendiri! Sesekali dia menghampiriku jika ingin memberikanku nafkah!" triak Vira
POV NitaSeharian ini aku sedikit lelah namun puas. Aku menatap bangga hasil kerja kerasku selama lima tahun. Aku tidak pernah menyangka akan menjadi sebesar ini.Lima tahun aku pergi dari kehidupan masalaluku yang menyakitkan. Aku fokus dengan karir dan anakku, sekarang usahaku berkembang pesat. Hotel yang aku dirikan mampu menjadi hotel terbesar. Welcome Duta Mahendra! Kita akan bertemu dalam dunia bisnis. Aku tidak perlu membalas perlakuanmu yang menyakitkan dengan perlakuan yang sama, cukup memberimu kebahagiaan sementara. Setelah itu, kamu akan memulai titik terendahmu dengan Madumu. Eh Maduku …. tidak … tidak … bukan maduku. Tapi, mantan maduku. Hah, ya, aku memberikan suamiku pada maduku tepatnya seperti itu.
Aku sudah tidak sabar menjelaskan materiku dirapat nanti, aku yakin dengan rencana ini, pasti investor akan bekerja sama denganku. Anita memang pengusaha perempuan yang sukses. Aku tidak sabar melihat reaksi Duta. Setelah ini aku akan hidup di sekitaran lingkungannya, bagaimana exspresinya nanti, pasti menggemaskan. Mari bersaing Duta. Melihat kembali wajah yang menjijikan. Ih membuatku bergidik jijik.Tidak terasa sudah dua jam aku berbaring di ranjang. Bermain ponsel berselancar di dunia Maya. Aku merindukan Brata. Sangat merindukannya. Kurasa aku mencintainya. Namun, siapa aku? Hanya seorang janda, sedangkan dia tampan sukses dan single. Dia pantas mendapatkan gadis perawan. Bukan janda seperti aku. Sepertinya takdir memang tidak menentukan aku untuk menikah lagi.Sudah pukul sepuluh m
Mbak Nita?" Wanita tadi kembali menghampiriku ketika aku hendak beranjak menghampri Gama."Sebentar Gam!" triaku pada Gama."Iya. Saya Nita, apa kamu mengenalku?" tanyaku bingung."Iya. Mbak Nita Mamanya Adnan kah?" tanyanya menyelidik."Iya, saya Mamanya Adnan," jawabku sedikit bingung."Kita pernah bertemu di sebuah restoran, Mbak, sekitar beberapa tahun lalu." Dia menjelaskan semuanya. Aku pun teringat pertemuan dengan dia, ketika Adnan ingin menghubungi Brata, bersembunyi di belakang punggung wanita itu. Aku tersenyum dan memperkenalkan diri menjabat tangannya. Dia menyambut hangat tanganku dan menyebutkan namanya."Saya Nanda, Mbak. Ber