Share

Bab 13

Nita meninggalkan Duta dalam keadaan terpuruk. Air mata hampir tumpah, tapi dia tahan. Nita kasian melihat Mas Duta, tapi ini memang sudah jadi pilihan terbaik.

Nita resmi meninggalkannya. Dia sudah resmi terlepas dari suaminya. Walaupun hari terasa sakit. Namun, dia tidak mampu menerima madunya. Seberapa pun kuat dia berusaha, tapi tetap tak bisa. 

Dari pada menambah banyak dosa karena hubungan rumah tangga yang tak sehat, lebih baik Nita melepaskannya.

"Adnan maafin, Mama ya?" ucap Nita sambil mengusap wajah putranya.

"Jangan sedih, Ma." Adnan memeluknya erat. Mengusap air matanya yang terjatuh. 

'Ya Allah anakku, aku tidak pernah menyesal menikah dengan Mas Duta. Aku bersyukur karena memiliki Adnan. Tanpa ada Mas Duta, tidak mungkin terlahir seorang Adnan,' batinnya.

"Ma, kita mau kemana?" tanya Adnan lirih.

"Kita tinggal di apartemen saja ya, sayang," ucap Nita pada anaknya.

"Kenapa gak kembali ke rumah kakek, Ma?" ujarnya.

"Jangan, Sayang. Mama tidak ingin merepotkan kakek. Kan kita masih punya apartemen," ucap Nita.

"Ok, Ma." Adnan kembali memeluknya dengan erat, seakan dia mengerti akan kesedihan Mamanya. 

"Mama, kenapa gak telpon, Om Brata?" ujarnya lagi.

"Enggak, Kita naik taksi aja ya?" lirihnya.

Baru kali ini air mata tumpah di depan anaknya.

"Iya, Ma." jawabnya kemudian menggandeng tangan mamanya.

"Taksi!" triak Adnan. 

"Ayok, Ma?" ucapnya menggandeng tangan Nita untuk menaiki taksi. Nita Menurut.

"Jangan sedih, Ma." ucap Adnan ketika mereka suda berada di dalam taksi. Nita hanya mengangguk dan memeluk erat putranya. Hanya dia yang di miliki untuk saat ini. Pada akhirnya seorang Nita tidak mampu lagi menahan air mata. Rasanya perpisahan ini sangat menyakitkan. Hanya Adnan yang dia pikirkan. 

"Sayang, maafkan Mama, bukan Mama egois, Nak. Mama terpaksa melakukan ini," ucap Nita merasa bersalah. Adnan hanya terdiam dipelukan Mamanya. 

"Seandainya kamu bisa menjaga kepercayaanku, Mas," lirihnya menahan sakit.

Teringat akan permohonan ampun Mas Duta, ingin rasanya Nita memaafkan. Namun ketika dia mengingat wajahnya sedang bersama Vira, seketika hatinya menolak dan jijik. Nita tidak Sudi untuk berbagi. Dia belum mampu membagi suami untuk wanita lain. 

"Pak, kita ke apartemen mension," triak Adnan. 

"Baik, Dek," ucap pak sopir. Nita masih terdiam, dia menangis, Adnan tidak banyak berbicara, hanya saja sesekali dia mengusap air matanya. Terlihat ada rona merah dari bola matanya yang indah, seakan ada sesuatu yang tumpah. Namun, ketika akan terjatuh, seketika dia mengalihkan pandangan. Membuat hati Nita semakin sedih di buatnya.

🖤🖤🖤

Sedang Adnan sendiri masih larut di dalam lamunan.

'Mama dan papa, tidak bersama lagi, hatiku sangat hancur. Namun, aku tidak mau terlihat sedih di mata mama. Mama rapuh, pertahananya runtuh, Adnan bingung apa yang harus Adnan lakukan. Adnan sayang papa, tapi Adnan juga sayang mama. Mama meninggalkan semua kenangan bersama papa, sekarang papa hanya berdua Tante Vira,' batinnya.

'Mama terus menangis, papa juga rapuh, saat Adnan pergi, Adnan melihat papa menangis, Adnan ingin memeluk papa, tapi Adnan takut sama mama. Kenapa keluarga Adnan jadi seperti ini? Adnan sedih. Adnan kira, keluarga Adnan sangat sempurna, dengan kekayaan papa, dan mama, ternyata tidak. Adnan harus ikut salah satu dari mereka. Kalau Adnan ikut papa, mama sendirian, lebih baik Adnan ikut Mama, di tempat papa masih ada Tante Vira dan ketiga Bibi Adnan.' Dia terus bergulat di pikirannya, karena menyaksikan mamanya terus menangis.

"Mama … Mama …." Nita hanya diam. 'Apa yang harus Adnan lakukan? Baru kali ini Adnan lihat mama nangis, Adnan jadi sedih. Adnan bingung. Ya sudah aku peluk mama ajh.'

Kemudian anak Yang sangat menyayangi mamanya itu pun memeluk erat tubuh sang mama, sambil mengusap derasnya rintik air mata.

🖤🖤🖤

"Bu, sudah sampai," ucap pak sopir. Ucapannya mengagetkan Nita dan Adnan yang sedang termenung. Lalu, Nita dan Adnan turun dari taksi, membayar dengan pecahan uang seratus ribu.

"Kembaliannya, Bu!" triak pak sopir.

"Ambil aja, Pak," ucap Nita, seraya meninggalkan supir taksi itu dan bergagas menuju apartemen.

Apartemen itu dia beli tanpa untuk investasi tanpa sepengetahuan Mas Duta, kebetulan letaknya di lantai 6 jadi tidak terlalu tinggi. Luas apartemen tidak berbeda jauh dengan rumah yang ditempatinya dengan Duta. Rumah itu hasil kerja keras Duta, ketika bekerja di kantor papanya Nita. Sampai akhirnya, dia mampu mendirikan perusahaan sendiri, berkat bantuan papa Nita.

🖤🖤

Adnan mengucap salam dan langsung masuk, dia membaringkan tubuhnya di ranjang yang empuk. 

"Ma, belikan aku HP. Kan untuk menelpon Mama jemput aku pulang sekolah, Mama kan harus kerja," ucapnya mengingatkan.

"Iya, nanti kita beli ya, sekalian, beli baju yang banyak," jawab Nita, di sambut tawa ceria dari Adnan.

"Yeeeee … ok, Ma siap." Adnan kegirangan.

"Ya udah yuk, kita tidur udah malam, Mama lelah. Adnan mau tidur sama mama, apa di kamar sendiri?" tanya Nita.

"Sama, Mama dulu aja, Mama kan lagi sedih," jawab Adnan.

"Ya udah kamu tidur sekarang."

Nita mematikan lampu dan pergi tidur. Walaupun dia tidak tertidur, setidaknya Adnan tidak lagi melihat tangisan mamanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status