“Maaf iya sayang aku telat.” Raka datang mengitari mobilnya untuk menghampiri Geby. Tanganya terulur memeluk dari samping. Kini Raka menghadap Geby dengan perasaan bersalah. “Sekalian aja enggak usah jemput.” Ujar Geby dengan kesal. Raka mengelus kepala Geby secara lembut. Seakan menandakan kepemilikanya di sana. “Janji lain kali enggak akan begini lagi.” Bujuk Raka sedangkan Geby masih saja cemberut namun karena ini hari yang menyenangkan untuknya jadi dia mengontrol emosinya sedikit, “Bagaimana kalo kita makan dulu. Kamu pasti lapar kan seharian ini.” “Aku sudah kenyang.” Jawab Geby yang baru saja diajak makan oleh Bram. Mereka berdua berpisah sepuluh menitan yang lalu sebelum Raka sampai jadi tidak ada yang tahu sama sekali. Terkecuali satu orang yang melihatnya yaitu Yura. Yura berdiri di seberang tempat Raka dan Geby berada. Yura berdiri dengan wajah yang sulit diartikan. “Ayok masuk! Anak lain udah pada nunggu di dalem.” Kiano menarik tangan Yura untu
Dari jarak pandang ketika masih di pintu masuk Kiano tampa melihat kedekatan Yura dengan Abi. Namun rasa mengganjal dihati di tepisnya karena Yura sekarang berhak dekat dengan siapapun. Jikalau dia masih berpacaran mungkin yang sekarang dia lakukan adalah membuat pria disamping Yura itu mampus dengan tanganya. “Beneran yak kakak lo.” Ucap Dini melihat cara pandang Abi pada Yura yang berbeda tampak tatapan suka. “Ck, iya beneran lah liat aja tuh. Gue ikhlas deh dari pada kakak gue jomblo sape mati mikirin tunanganya yang udah nggak ada. Lebih baik gini lah setidaknya dia udah bisa buka hati jadi enggak gangguin gue mulu.” Dini tertawa karena mendengar alasan Riri. Karena Riri pernah curhat diputus oleh kekasihnya gara-gara kakaknya sendiri. Sampai dia mogok makan dua hari. Riri berjalan santai mengahampiri kakaknya, “Dibilang gue pulang bareng Dini masih aja di jemput ada maksud lain pasti.” Canda Riri mengarah pada Abi namun beralih menggoda ke Yura. Yura mer
“Mau dibuatkan lagi tuan?” Tanya Suti pada Gilang ayah dari majikanya. Gilang datang sejak tadi tapi Raka dan menantunya Yura belum kunjung pulang. Gilang seja tadi mengamati pintu masuk karena mengingat hari sudah malam namun baik putranya maupun menantu belum kembali. “Tidak usah. Apa kamu tau mereka berdua kemana?” Tanya Gilang. Suti tahu jika tuanya akan menanyakan ini jadi dia sudah mempersiapkanya, “Nona Yura pergi ke kampus tuan kalo tuan Raka sepertinya pergi ke kantor jika di lihat dari pakaianya tadi pagi.” “Apa mereka berdua berangkat bersama?” “Kalo itu sepertinya tidak tuan.” Ucap Suti melihat kemarahan dari Gilang dari sorot matanya. Suti tida berani berbohong dengan tuanya ini. Dia mengatakan apa yang dia ketahui tidak berani mengambil resiko. Setelah menghabiskan waktu bersama Geby Raka tersenyum lebar di sela-sela kegiatan mereka berdua. Raka berakhir di pangkuan Geby dengan manja. Raka sekarang masih berada di kediaman Geby hunian keci
Raka dan Yura menduduki sofa yang berbeda mereka memberikan jarak sambil mengumpat dalam hati. Gilang sedang mode marah. Baik Raka maupun Yura belum ada yang bersuara sama sekali. Gilang sebenarnya lebih marah dengan anaknya Raka karena tidak bertanggung jawab sebagai suami pada istrinya. “Yura kembalilah ke kamar. Papah akan berbicara dengan suamimu.” Ujar Gilang kali ini memutuskan untuk memberi peringatan pada anaknya Raka saja. Yura mendongak heran tapi tersenyum mengganguk patuh. Sebelum pergi Yura meletakan obat Gilang di meja karena mertuanya yang menyuruhnya. Tanpa melihat kebelakang lagi Yura bergegas menuju kamar tampak santai. Yura tidak memikirkan apa yang mertuanya akan katakan bersama Raka suaminya. Gilang memandang Raka yang tidak bersuara apalagi meminta maaf kesalahanya hari ini. “Apa sudah tau letak kesalahanmu?” “Aku sama sekali enggak merasa bersalah. Aku seharian sibuk kerja terus letak kesalahanya dimana? Papah jangan nyalahin aku terus
Yura memasuki ruangan Bram dengan berkas ditanganya. Ini adalah berkas lamaran kerja yang Yura persiapkan semalam yang di pinta oleh Bram. Yura sebenarnya masih trauma mengenai kejadian waktu itu diruangan Bram tapi Yura bersikap profesinal. Bram tampa duduk di singgasananya mengenakan jas dengan wajah gagahnya. Yura sempat berhenti berpikir dahulu sebelum masuk ke dalam. Setelah berdebat dengan pikiranya akhirnya Yura meletakan tanganya pada pintu dan mulai mengetuknya pelan. “Permisi, pak. Saya mau mengantar berkas.” Bram sedang menerima telpon sehingga tanganya hanya melambai mempersilahkan Yura untuk masuk. Seperti biasa pintu dibiarkan terbuka agar kejadian sebelumnya tidak terulang kembali. Bram meletakan kembali ponselnya lalu melihat berkas yang di berikan Yura. Bram tersenyum, “Baiklah selamat bergabung. Nanti saya hubungi kamu kemungkinan minggu depan kamu sudah bisa masuk.” “Baik pak terimakasih sudah memberikan saya kesempatan.” Ujar Yura
Rombongan Yura sampai di sebuah rumah makan mewah, setelah tadi Bram memberikan opsi pilihan mengenai beberapa tempat makan diputuskan teman makan yang menyediakan makanan aneka bebek menjadi pilihan utama. Gerimis mendera setibanya Yura di tempat makan yang bernama sedap malam. Begitu sampai mereka semua langsung memilih tempat di pinggir tengah. Semakin malam tempat yang mereka sambangi ini semakin penuh terus-terusan bergantian makan. Setelah memesan dan menunggu makanan datang, semua terlihat asik berbincang. “Gimana laporan?” Tanya Bram yang kebetulan depan-depanan dengan Yura. “Masih dicicil, pak.” Jawab Yura. “Gimana mau kelar orang enggak di kerjain. Kalo ada yang bingung tanyain aja ke saya juga bisa.” Ujar Bram, “Kalian berdua pasti juga belum saya tahu.” Riri dan Dini terekekeh pelan mendengar ucapan Bram. Tidak lama setelah Bram memberikan nasehat makanan yang di pesan oleh mereka sudah tersaji di meja dan mereka langsung menikmatinya. Tan
Pesta pernikahan digelar sangat mewah di sebuah hotel terkenal di Jakarta. Satu persatu tamu terlihat memasuki pintu masuk pesta. Kedua mempelai terlihat menawan dengan gaun adat yang dikenakan keduanya. Gilang juga tampak hadir di pesta pernikahan Nesya. Kedua orang tua Nesya dan Gilang memang sudah akrab sejak dulu.“Selamat iya Nesya, Om doain, semoga langgeng sampai maut memisahkan kalian berdua.”“Makasih banyak om, sempet-sempetin dateng ke acara Nesya..” Ucap Nesya senang.“Nak Bani jagain Nesya biarpun dia bukan anak kandung om kalo ada apa-apa sama dia om juga bisa pukul kamu loh iya.” Canda Gil;ang membuat Bani sungkem dengan Gilang.“Anakmu kapan lang?” Gilang mendekati sumber suara, “Aku duluan ini yang bakal dapet cucu nanti.” Candanya lagi.“Sudah cuma belum ada resepsi.”Danu agak kaget mendengarnya, “Saya enggak sabar pengen lihat menantumu lang. Ki
Raka begitu memanjakan Geby begitu sampai dia langsung menggendongnya lagi masuk ke dalam rumah. Rumah kali ini adalah rumah barunya bersama Yura istrinya. Raka sengaja membawa Geby ke rumah baru karena jaraknya yang lebih dekat dari tempat acara. “Sayang, ini rumah siapa?” Tanya Geby yang berada di gendongan Raka tanganya melingkar manis di lehernya Raka. “Anggap aja rumah kita berdua.” Jawab Raka membuat Geby tersenyum senang. Jika berkaitan dengan uang tentu Geby akan senang. Apalagi melihat rumah yang sebesar dua kali lipat dari miliknya. Matanya langusung berbinar-binar seperti menatap berlian. Suti membukakan pintu untuk tuanya dan sedikit terkejut karena wanita yang di gendong bukanlah Yura istri majikanya. Raka membawa Geby masuk dan meletakanya di sofa ruang tamu. Suti menatap kemesraan dua manusia di hadapanya. “Ya gusti.” Pekiknya spontan begitu melihat adegan perselingkuhan di matanyanya langsung, “Kalo ini suami saya sudah saya potong-pot