Share

Bab 5. Di Rumah Yudha 1

Jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Amira masih berada di ruang tengah di rumah Yudha bersama bayinya sembari memberikannya asi.

Kondisi Amira sudah membaik, meskipun wajahnya masih terlihat pucat. Yudha dan Pak Abdullah sudah berangkat kerja sebagai guru dari tadi pagi, sedangkan Yuni sudah berangkat ke sekolah.

Di rumah, hanya ada Bu Zaenab dan Amira. Setelah melihat kondisi Amira yang sudah tenang, Bu Zaenab kembali mencoba bertanya pada Amira. Tadi pagi sempat Yudha juga bertanya pada Amira, tetapi Amira hanya diam saja dan menangis. Yudha juga sempat bercerita pada Ibunya tentang telepon Yudha pada suami Amira yang dimatikan sepihak.

"Nak Amira," sapa Bu Zaenab.

Amira seketika menoleh ke arah Bu Zaenab.

"Sekarang apa bisa, kamu ceritakan masalahmu? Ibu ingin sekali membantumu, sepertinya kamu memiliki masalah yang berat," bujuk Bu Zaenab sembari mengelus pipi mungil Gemilang.

Amira tertunduk, sebenarnya ia merasa malu menceritakan masalahnya pada orang lain. Namun, hatinya begitu sesak, mungkin Bu Zaenab adalah orang yang tepat agar bisa membantunya.

"Sa-saya diusir suami saya, Bu," jawab Amira.

Bu Zaenab sedikit terkejut, "Kenapa?" tanya Bu Zaenab.

"Saya dituduh berzina .... "

Amira pun menceritakan masalah yang menimpanya. Ia kembali menangis saat mengingat perlakuan suami, ipar dan mertuanya. Amira mencoba ikhlas, tetapi tak dipungkiri hatinya begitu sakit. Amira menceritakan semuanya tanpa ditambah atau dikurangi.

"Astaghfirullahaladzim .... " Bu Zaenab tak berhenti beristighfar setelah mendengar cerita Amira. Jiwa keibuannya membuat ia segera memeluk Amira. Meskipun baru kenal, ada rasa kasihan yang teramat dalam saat mendengar cerita Amira.

"Sekarang, apa rencana kamu selanjutnya, Mir?" tanya Bu Zaenab.

"Saya tidak tahu, Bu. Saya ingin ke panti tempat saya dibesarkan dulu, tetapi tempatnya jauh di Surabaya. Saya tak punya ongkos untuk pergi ke sana," jawab Amira.

"Kamu yang sabar ya, Mir. Ya sudah kamu sementara tinggal di sini dulu, sampai kamu siap," tawar Bu Zaenab sembari mengusap punggung Amira.

"Terima kasih Bu. Tetapi, saya tak mau merepotkan keluarga Ibu," tolak Amira, bukannya ia tak mau menerima tawaran Bu Zaenab, tetapi ia merasa tak enak dengan Yudha karena masa lalu yang pernah terjadi diantara mereka.

"Tak ada yang direpotkan, kamu bisa bantu Ibu buat kue untuk dijual, nanti Ibu kasih kamu gaji agar bisa membeli keperluan Gemilang. Kebetulan Ibu butuh tenaga untuk membantu bikin-bikin kue, biasanya dibantu Yuni. Tapi dia sekarang sedang sibuk persiapan ujian kelulusan."

Tawaran yang menarik menurut Amira, ia pun mempertimbangkannya. Meskipun sebenarnya ia tak nyaman dengan Yudha, tetapi ia butuh uang untuk Gemilang dan juga ongkos pulang ke panti tempatnya dirawat dulu.

"Tetapi Bu, saya tak bisa bikin kue." Amira merasa ragu.

"Nanti Ibu ajarkan. Yang penting sekarang kamu aman berada di sini. Kamu juga bisa mengumpulkan uang untuk ongkos kamu ke Surabaya. Sebenarnya Ibu bisa saja memberikan pinjaman uang padamu, tetapi Ibu sudah jatuh cinta pada anakmu, Amira. Biarkan dia di sini," ucap Bu Zaenab, ia lalu menggendong Gemilang dan mengajak bercanda bayi tujuh bulan itu. Gemilang pun tertawa menggemaskan saat bercanda dengan Bu Zaenab. Hal yang sama sekali tak pernah dilakukan oleh Retno yang merupakan nenek kandung Gemilang.

Setelah lama terdiam, Amira pun mengangguk, menyetujui tawaran Bu Zaenab. Ia tak punya pilihan lain, ada rasa kasihan pada Gemilang jika ia pergi dalam kondisi tak punya uang. Untuk meminjam uang pada Yudha pun, ia segan. Maka dari itu lebih baik Amira menerima tawaran itu. Bu Zaenab pun tersenyum, penuh ketulusan.

Amira menatap Bu Zaenab yang tengah menggendong Gemilang, ia membayangkan andai saja dulu ia lebih memilih Yudha, mungkin ia akan memiliki mertua sebaik Ibu Zaenab.

'Astaghfirullahaladzim,' batin Amira beristighfar, ia harusnya tak boleh membayangkan yang tidak-tidak. Semua yang sudah terjadi adalah suratan takdir yang harus dijalaninya.

"Kamu tahu Mir, andai saja, Yudha bisa segera menikah. Ibu pasti sudah punya cucu, usia Yudha tahun ini sudah tiga puluh, harusnya ia sudah menikah," kata Bu Zaenab pada Amira.

"Mungkin belum bertemu jodohnya, Bu."

"Halah, anak itu susah, Mir. Entah, wanita seperti apa yang ia mau. Sudah sering ibu jodohkan, juga banyak wanita yang ingin dekat dengan Yudha. Namun, ia masih tak mau membuka hatinya," keluh Bu Zaenab.

Amira hanya mengangguk, ia bingung mau menanggapi apa.

"Yudha pernah cerita sama Ibu, beberapa tahun lalu, ia pernah mencintai wanita. Tapi kayaknya, cintanya bertepuk sebelah tangan," ucap Bu Zaenab yang merasa lucu dengan nasib cinta anaknya.

Deg! Amira seketika merasa tak enak, ia merasa takut jika Bu Zaenab akan membahas dirinya dan Yudha.

"Wanita itu bod*h nolak cinta Yudha, Mir. Anak Ibu kan ganteng, Sholeh, kerjaan juga udah mapan tapi malah ditolak. Hemm ... Yang Ibu gak habis pikir, Yudha masih belum mop-on dari wanita itu."

"A-apa Ibu kenal dengan wanita itu?" tanya Amira berhati-hati.

"Yudha gak pernah ngasih tahu, baik nama maupun foto. Setiap Ibu nanya, dia tak mau jawab. Ibu kesel jadinya, Mir. Padahal, Ibu penasaran."

'Syukurlah berarti Bu Zaenab tak tahu apa pun,' bathin Amira. Namun, cerita Bu Zaenab mengenai Yudha, membuat ia semakin merasa tak enak pada keluarga Yudha yang sudah berbaik hati menolongnya. 

Bu Zaenab menyerahkan Gemilang kembali pada Amira, ia lalu menyuruh Amira menempati kamar kosong di belakang dekat dengan dapur karena hanya kamar itu yang kosong.

Malam ini, semua anggota keluarga Yudha sudah berkumpul di ruang keluarga. Mereka membahas tentang Amira yang akan tinggal di rumah mereka untuk sementara. Yudha sangat antusias mengetahui Ibunya ingin menolong Amira, meskipun di depan keluarganya ia menyembunyikan itu semua dengan bersikap acuh. Bu Zaenab pun menceritakan hal yang menimpa Amira sehingga membuat ia merasa iba.

"Bagaimana menurut Bapak? Ibu sangat kasihan dengan Amira, biarkan ia sementara di sini bantu Ibu. Ibu juga sangat menyukai Gemilang," ucap Bu Zaenab pada suaminya.

"Tapi apa tak sebaiknya kita kasih ongkos saja Amira supaya dia bisa pulang ke Surabaya?" Pak Abdullah terlihat keberatan.

"Ibu juga pengennya gitu, Pak. Tapi, Ibu gak tega lihat Gemilang yang masih bayi."

"Terus, itu gimana temanmu Yud? kamu sudah hubungi suaminya kan?" Pak Abdullah bertanya pada Yudha.

"Sudah Pak. Tapi Amira sudah ditalak oleh suaminya," jawab Yudha.

"Bapak sih tak masalah menolong dia, Bu. Cuman, Bapak hanya tak ingin menimbulkan fitnah untuk keluarga kita. Ibu kan tahu sendiri, kita punya anak bujang yang belum menikah. Apa nanti gak jadi omongan tetangga, Bu?" tanya Pak Abdullah.

"Bapak tenang saja, untuk urusan itu biar Ibu yang atur. Nanti bilang saja, Amira saudara kita yang dari Jawa sana," ucap Bu Zaenab menenangkan hati suaminya yang gelisah.

Pak Abdullah pun akhirnya setuju dengan keinginan Bu Zaenab, ia akhirnya mengizinkan Amira dan Gemilang tinggal di rumahnya untuk sementara. Begitupun dengan Yudha, dalam hati ia tersenyum bahagia melihat wanita yang masih dicintainya itu akan berada di dekatnya.

***

"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status