Share

Fixing The Shattered
Fixing The Shattered
Penulis: miss.possan

Prolog

Anna menunduk saat mendengar ayah dan ibunya bertengkar hebat di lantai bawah. Anak remaja itu berusaha meredam suara pertengkaran orang tuanya dengan menangkup kedua telinganya dengan kedua belah tangannya. Namun hal itu ternyata tidak membantu banyak.

Suara orang tuanya tetap melengking hingga menggetarkan gendang telinga Anna. Bukan hanya itu, tubuhnya menjadi sangat gemetaran.

“Di mana kau, anak jahanam?” teriak ayahnya dari bawah.

Anna berlari menuju ujung kamar. Dia mendengar derap langkah ayahnya yang tidak beraturan itu naik ke atas. Jelas kalau itu suara langkah orang yang sedang mabuk.

“Di sini kau rupanya,” kata ayahnya yang menyorotnya dengan tatapan nyalang.

Ayahnya berjalan mendekat dan menarik rambut Anna dan menyeretnya hingga lantai bawah.

Tubuh Anna terhempas tepat saat kaki ayahnya menyentuh lantai, membuat tubuhnya terasa remuk hingga ke tulang-tulang. Anna bahkan hampir tidak bisa berdiri.

“Hei, Yuni! Katakan sekarang, pelacur,” teriak ayahnya pada ibunya. “Dia ini anak siapa?”

Dalam keadaan menangis, ibunya berteriak, “dia anakmu. Demi Tuhan, Anna adalah anakmu, Wira! Tidak bisakah kau melihat betapa miripnya dia denganmu?”

Ibunya segera mendatangi Anna dan memeluknya dalam pelukannya. Anna tidak bicara apa-apa, dia hanya bisa menangis dalam pelukan ibunya.

Ayahnya melepaskan sebuah benda berkilau dari pinggangnya. Anna bisa melihat ayahnya memasang ancang-ancang untuk mengayunkan ikat pinggang kulit miliknya.

Ibunya langsung berbisik pada Anna. “Lari! Sekarang!”

Anna menatap ibunya nanar sebelum ia berlari keluar meninggalkan ayah dan ibunya yang bertikai di dalam. Beberapa bunyi tamparan memenuhi telinga Anna saat ia mencapai pagar, diikuti dengan suara tangisan ibunya.

Tetapi ketika Anna telah sampai pagar, suara tangisan itu berhenti. Seperti biasa, ayahnya pasti telah membungkam mulutibunya untuk tidak berteriak lebih keras.

Tidak ada satu pun tetangga yang menyadari kalau beberapa bulan belakangan, ayah dan ibunya kerap kali bertengkar. Segala macam jenis hujatan, makian, dan hinaan, sudah keluar dari mulut si kepala rumah tangga.

Anna tidak pernah tahu apa alasannya. Tetapi yang jelas, rumah mereka lebih mirip dengan kebun binatang secara kiasan, ketika ayahnya pulang dari melaut. Tidak ada lagi kata-kata “sayangku” atau “istriku” ketika ayahnya memanggil ibunya.

Kata “selingkuh” adalah kata yang paling sering diucapkan. Demikian tuduhan-tuduhan itu menjadi makanan sehari-hari bagi ibunya Anna.

Anna sendiri tidak pernah percaya kalau ibunya pernah selingkuh. Tetapi ucapan adalah doa. Dengan perlakuan seperti itu, wanita mana yang akan tahan? Dan bisa jadi, ibunya akan benar-benar mencari pria lain.

Dia menoleh ke sana kemari mencoba mencari perlindungan, tetapi hari itu adalah hari libur keagamaan yang panjang, dan orang-orang sedang kembali ke kampung halaman masing-masing.

Anna menoleh pada rumah yang tepat berada di samping rumahnya, yang belakangnya terdapat kebun jeruk yang luas sekali. Rumah Gina, sahabat baiknya. Dia sempat berpikir untuk lari ke sana, tetapi urung karena rumah itu terlihat kosong dan sepi tanpa penerangan malam hari.

Belakangan ini, tante Hilda, ibunya Gina sering sakit-sakitan. Mereka sekarang pasti sedang berada di rumah sakit.

“Aku harus lari kemana?” bisik Anna sambil menoleh sekeliling rumahnya yang gelap gulita.

Dengan cepat, Anna berlari menuju pohon besar yang ada di ujung jalan, sekitar 500 meter dari rumahnya.

Pohon yang berdiri persis di sebelah taman itu sering dijadikan tempat orang berpacaran. Tapi dalam keadaan seperti ini, sepertinya tidak mungkin ada orang yang sedang pacaran di sana.

Anna memperhatikan taman yang hanya diterangi oleh satu lampu jalan yang remang-remang.

Sorot matanya tertuju pada sosok yang ada di balik pohon itu. Orang itu sedang duduk dan memeluk lututnya. Tatapannya sayu dan kosong.

Ketika kaki Anna menginjak ranting hingga patah, orang itu menoleh pada asal suara tersebut.

“Siapa itu?” tanya orang itu.

Anna langsung mengenali suaranya. Dia adalah Jonas, teman satu kelas di bangku kelas 2 SMP. Pria yang membuatnya tertarik sejak SD, tetapi Anna benar-benar resmi menyukainya baru-baru ini saja.

Mereka teman, bukan sahabat, tetapi cukup dekat.

“Jonas,” bisik Anna sambil menangis.

Jonas langsung berdiri dan menghampiri Anna. Betapa terkejutnya dia ketika melihat wajah Anna yang memerah di sisi kiri, wajah basah karena air mata dan rambut yang acak-acakkan. Di lengannya terlihat secercah berkas cakaran yang dalam.

“Ada apa denganmu?” tanya Jonas dengan cemas. “Siapa yang melakukan ini padamu?”

Anna tidak banyak bicara dan hanya menangis dalam hening. Jonas menariknya ke dalam pelukkannya dan membelai kepalanya. Di sana, tangis Anna pecah dan semakin parau sambil menyalurkan seluruh kesedihan yang ia miliki dalam hatinya.

Dalam hatinya, Jonas merasa amat geram. Tangannya terkepal dan hidungnya mendengus. Merasakan emosi Jonas itu, Anna melepaskan diri dari Jonas dan menatapnya.

“Kau kenapa?”

“Aku rasa-rasanya ingin memberi ayahmu pelajaran.”

Anna menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin Jonas mampu melawan ayahnya yang bertubuh tinggi dan jauh lebih besar darinya. “Tidak boleh, Jonas.”

Jonas menatap Anna dengan tatapan penuh amarah. Tetapi dia menurut pada kekasihnya dan berusaha menyimpan semua dalam hati. “Aku sebaiknya mengantarmu ke rumah Gina.”

“Gina sedang tidak ada di rumah.”

“Kau tidak bisa di sini, Anna. Sudah malam.”

“Aku tidak tahu hendak kemana lagi,” kata Anna yang pasrah.

“Biar aku mengantarmu pulang.”

“Apa kau akan mengantarku untuk dipukul lagi?”

“Kalau begitu, kita mengintip sebentar ke rumahmu, bagaimana? Siapa tahu ayahmu sudah tidur?”

“Kita ke rumahmu saja.”

“Kau tahu sendiri kalau di rumahku juga tidak baik. Menurutmu kenapa aku di sini?” Biasanya, Jonas akan bersembunyi di sini kalau ibunya yang pemukul itu datang.

Kenyataan itu membuat Anna terdiam. Mereka ternyata anak-anak yang berantakan sejak awal. Dan mungkin, Anna menyukainya karena mereka punya nasib yang hampir sama saja.

“Di situ kau rupanya, anjing!” teriak seseorang dari tengah jalan, hanya beberapa meter dari mereka.

“Kau mau buat apa dengan anakku, anak bangsat?” teriak ayah Anna dengan mata merah dalam kemurkaan.

Ketakutan menjalar dalam tubuh Anna sampai ke tulang-tulang. Bukan karena ayahnya mencarinya, tetapi karena ada Jonas di sini.

Seketika, Anna bukan hanya merasa takut, tetapi ia juga malu karena orang lain menyaksikan drama keluarganya yang memuakkan.

Tetapi Jonas menatap datar pada ayahnya Anna, tidak ada rasa takut dalam hatinya sama sekali. Ini bukan hal baru, dan ia sudah biasa menghadapi drama semacam ini.

Ayahnya langsung melayangkan tinju sekuat tenaga pada Jonas, tetapi Anna melindunginya dan memposisikan dirinya dengan cepat, sehingga tinju itu mengenai wajahnya.

Seketika, Anna langsung jatuh dalam keadaan lemas.

Samar-samar, gadis itu masih bisa mendengar suara Jonas yang memanggil-manggilnya dengan nada cemas. Sesaat kemudian, tubuhnya terasa terangkat di udara.

Anna masih bisa melihat wajah Jonas dengan jelas sebelum semua menjadi gelap.

***

Ketika Anna membuka matanya, bau alkohol dan disinfektan langsung masuk dalam hidungnya. Membuatnya langsung terjaga.

Dia menoleh kesana kemari dan mendapati dirinya berada dalam rumah sakit. Dari cahaya yang masuk ke dalam IGD itu, Anna bisa melihat kalau ini sudah pagi.

Di sampingnya, ada seorang anak laki-laki tertidur dengan pulas. Di sentuhnya kepala Jonas dengan perlahan, tetapi sentuhan itu tidak cukup pelan dan membuatnya terbangun.

“Kau sudah bangun,” katanya sambil mengusap wajahnya.

“Kenapa aku di sini? Dan wajahku… aw!” pekik Anna saat ia merasakan tulang pipinya perih dan panas.

Ingatan terakhir yang dia ingat adalah bogem mentah dari ayahnya sendiri saat hendak menampar Jonas.

“Jangan lakukan hal bodoh itu lagi, Anna. Seharusnya wajahkulah yang dipukul, bukan wajahmu,” kata Jonas yang menyesalkan kejadian itu sambil menyentuh lembut wajah Anna yang terlihat memar.

Anna tersipu, hatinya terasa melonjak menerima perhatian dari Jonas. Anak laki-laki ini selalu bersikap seperti ini padanya, dan dia sangat menyukainya.

Namun ingatan karena kejadian itu membuatnya menunduk malu. “Kau tidak seharusnya melihat ayahku marah.”

Dengan penuh kelembutan, Jonas menyentuh tangan Anna dan menggenggamnya, “kau tidak perlu malu padaku. Aku tahu persis bagaimana rasanya berada dalam posisimu.”

Jonas lalu berdiri dan memanggil tenaga medis. Mereka memerika Anna dan memperbolehkan Anna pulang setelah jam 8 pagi.

Ketika mereka tiba di rumah Anna dan memastikan kalau di dalam sudah tidak ada lagi ayahnya, Anna berbalik pada Jonas dan mencium pipinya.

“Terima kasih, Jonas,” katanya dengan malu-malu.

Wajah Jonas memerah dan tubuhnya mematung saat menerima ciuman itu di pipinya. Dia memandang gadis itu berlari ke rumahnya sambil membanting pintu dalam keadaan salah tingkah.

Jonas tersenyum tipis saat menyadari kalau dia juga menyukai Anna.

follow i* miss.possan yaa, thanks

miss.possan

Hai hai selamat datang di novel pertama aku yang terbit di Good Novel. Ada beberapa edit yang harus aku lakukan ya... Biar lebih gereget hehehe. Mohon maaf kalo ada typo / kelebihan / kekurangan kata ya... author akan mencoba memperbaiki lagi jika ada kesalahan. Silakan dikomen jika menemukan kesalahan yaa... Selamat membaca ya readers! Cheers.

| 2

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status