Share

3.

            “Ah akhirnya anak Ibu turun juga. Ini Win yang dulu suka main sama Rengga,” kata ibu menyambutku. Aku melangkah menghampiri Ibu diruang tamu. “Yuk Bell sini duduk sebelah Ibu,” ucapnya menepuk tempat disisinya. Aku dudukan diriku disebelah beliau, masih dengan menundukan kepala.

            Aku tidak berani manatap tamu Ibu. Karena malu diperhatikan sedemikian rupa. Dari aku berjalan hingga duduk disebelah ibu.

            “Bagaimana Rengga, kamu sudah mengenalinya kan?” Tanya seorang wanita, yang kuperkirakan Tante Winda. Kemudian aku tak mendengar jawaban dari yang ditanya.

            “Oke Mbak Rita, sepertinya langsung saja ke inti acara ini,” tukas seorang pria. “Ma tolong cicinnya berikan pada Rengga,” kata perintahnya terdengar.

            Kemudian hening beberapa saat. Hingga kulihat uluran tangan kearahku. Aku dongakan kepalaku, melihat seseorang didepanku. Ibu yang memberikan isyarat untukku berdiri. Segera aku lakukan dengan menggapai tangan kasar itu.

            Susanana begitu canggung, hingga Rengga menyematkan cicin dijari manisku. Begitupun aku, juga menyematkan cicin berukir nama masing-masing.

            “Akhirnya mereka bertunangan juga Mbak,” ucap tante Winda tersenyum puas.

            “Iya Win,” jawab Ibuku dengan senyum simpul

            “Papa rasa, kalian perlu waktu untuk saling mengenal lebih dekat. Bukan begitu Ma,” ujar Om Gilang.

            “Iya Pa, Mbak Rita bagaimana pendapatmu, kalau mereka dibiarkan bicara berdua?” tanya Tante Winda.

            “Jika itu baik untuk mereka boleh saja. Bella ajak Rengga ke taman belakang nak,” perintah Ibu. Aku mengangguk sebagai jawaban. Kemudian mulai beranjak menuju taman belakang.

            Hawa sejuk menyambutku ketika sudah tiba ditaman. Aku dudukan diriku di ayunan. Sambil memperhatikan cicin dijari manisku. Hingga aku sadari, Rengga mengambil tempat disampingku. Hening menemani kami, sampai dia mengawali pembicaraan.

            “15 tahun tidak berjumpa, dan kau sudah tumbuh secantik ini Bell,” katanya terdengar seperti pujian. “Bagaimana apakah kau sudah mengenaliku?” tanyanya menoleh padaku. Walau aku tidak dapat melihatnya.

            Aku masih menunduk, berusaha menenangkan degup jantungku. Yang berdetak lebih cepat saat, diposisi sedekat ini dengannya. Karena aku yang masih setia bungkam. Akhirnya dia meraih daguku. Aku mendongak tepat menatap matanya.

            “Tatap aku Bel, aku tidak suka diabaikan,” ucapnya lagi. Yang aku acuhkan. Aku alihkan pandanganku ke arah lain, asal bukan ke matanya. Kudengar dia berdecak, kemudian meraih pergelangan tanganku.

            “Mungkin kau kaget dengan pertunangan ini. Tapi setelah mama memberikan selembar fotomu, dua minggu yang lalu. Aku langsung menyetujuinya. Bel kamu mendengarku kan?”.

            Aku beralih menatapnya, setelah berhasil sedikit menenangkan detak jantungku. Aku mengangguk sebagai jawaban. Aku lihat dia tersenyum.

            “Bolehkan aku mencium pipimu?” tanyanya spontan, membuatku terkejut. Aku ambil jarak darinya. Berusaha melepas genggaman tangannya. Tapi genggamannya terlalu kuat. Aku hanya diam menatapnya dengan sorot mata takut.

            “Hey aku hanya bercanda Bel jangan takut, mendekatlah,” Dia menarikku lembut, hingga mengikis jarak diantara kami.

            Rengga merapihkan poniku, yang sedikit menutupi mata seraya terus memperhatikanku.

            “Kenapa bisa ada wanita secantik dirimu Bel,” dia bergumam sendiri. Yang masih dapat aku dengar. Aku alihkan pandanganku darinya. “Kenapa dengan pipimu Bel, apakah disini terasa dingin, hingga pipimu semerah ini?”tanyanya. Aku menutupinya dengan kedua telapak tangan sambil menggeleng.

            “Tidak kok,” jawabku pelan.

            “Akhirnya kamu menjawab juga Bel,” ujarnya. Dia tersenyum, lalu mengambil tanganku yang masih berusaha menutupi pipi. “Hey tak apa, tidak perlu malu. Aku malah suka ketika pipimu bersemu karenaku,” katanya.

            Dia membawaku kepelukannya. Dan aku dibuat terkejut dengan semua perlakuannya padaku. Aku baru dapat bernafas lega. Ketika dia sudah melepaskan pelukannya dan berganti mentapku lekat.

            “Jadi bagaimana, kamu mau kan mengenalku lebih jauh?” tanyanya.

            Aku melihat tatapan permohonan itu. Apakah benar dia sudah suka padaku. Walau hanya dari foto hatiku berbicara. Aku beranikan diriku, untuk berucap. Karena semua ini masih membuatku terkejut.

            “Rengga, terimakasih sebelumnya sudah ingin mengenalku lebih jauh. Tapi apakah ini tidak terlalu tiba-tiba?. Maksutku, memang kita sudah saling mengenal di bangku SD. Namun kita baru bertemu kembali, setelah 15 tahun berpisah. Ini masih terlalu mendadak untukku,” ujarku menjelaskan.

            “Apakah itu artinya kamu ingin menambah masa pendekatan kita Bel?” tanyanya memandangku lekat.

            “Bukan seperti itu. Maksutku, mungkin kamu sudah punya tambatan hati lain selama ini!. Aku hanya tidak mau jadi penganggu. Jika memang kamu sudah punya wanita lain. Dan jika kamu lupa, aku belum menyetujui semua ini dengan hati yang lapang,” Jelasku sambil menatap ke depan.

            “Jika wanita lain yang kamu kawatirkan. Kamu tidak perlu kawatir, aku tidak punya wanita lain saat ini. Aku hanya punya dirimu. Tapi jika kamu juga menginginkannya,” katanya hati-hati.

            Aku palingkan pandanganku kearahnya. Terlihat gurat kekecewaan, apakah benar dia mulai tertarik padaku. Hah kuhembuskan nafas pelan, sepertinya dia jujur dan memang menginginkan hubungan ini. Baiklah kalau begitu Bella, jangan kecewakan ibumu. Ucap hatiku menyemangati.

            “Kalau memang benar seperti yang kamu katakan baiklah,” ucapku pelan, “Aku bersedia melakukan pendekatan denganmu” putusku, “Tapi kumohon, jangan terlalu banyak kontak fisik antara kita,” Jelasku menekankan padanya.

            “Kenapa Bel?. Sedikit demi sedikit, kamu akan terbiasa dengan semua itu iya kan,” katanya menyanggahku.

            “Iya tapi, aku masih belum terbiasa dengan itu semua,” ucapku menatap matanya.

            “Baiklah apapun yang membuatmu nyaman,” Jawabnya, seraya mengusap lenganku lembut.

            “Kurasa kita sudah terlalu lama disini. Lebih baik kita segera masuk kedalam,” ucapku seraya bangkit dari ayunan.  Sebelum aku beranjak terasa tanganku dicekal olehnya.

            “Bolehkah mulai sekarang, panggil aku dengan sebutan Mas Bella,” ujarnya meminta. Aku angkat sebelah alisku tidak mengerti, “Agar lebih akrab kedepannya hem.., ingat aku lebih tua 3 tahun darimu” sambungnya.

            “Baiklah Mas,” jawabku.

            Senyum cerah terbit dibibirnya. Menambah kadar ketampanannya. Dia berdiri, kemudian menarikku kepelukannya.

            “Terimakasih sayang,” ujarnya senang. Mataku melebar, terkejut dengan pelukannya. Dan apa yang dia sebutkan barusan. Tidak cukup dengan pelukan. Aku rasa dia mulai mengecup ringan leherku. Membuat aku menggeliat tidak nyaman.

            “Mass...” kemudian pelukan itu melonggar.

            “Maaf Bel, aku hanya terlalu bahagia,”

            Tanpa memandangnya lagi. Langsung saja kulangkahkan kakiku, masuk kedalam menghampiri Ibu. Yang sudah menyiapkan berbagai makan di meja makan.

            “Eh Bel sudah ya, baru saja mau Ibu panggil,”

            “Iya kami mengira kalian lupa waktu” ucap Tante Winda. Dengan senyum tipis dibibirnya.

            “Mohon maaf tante,”

            “Tidak apa. Duduk lah. Dimana Rengga kenapa dia tidak menyusul kedalam..?”

            “Mungkin Mas Rengga masih melihat-lihat Bu” jawabku singkat.

            Kiranya, semua orang nampak terkejut. Dengan sebutan yang baru aku ucapkan. Aku saja heran, kenapa aku bisa menuruti permintaannya.

POV Rengga

            Setelah kejadian aku kelepasan mencium leher Bella. Disini lah aku, masih duduk merutuki diri. Kenapa tidak bisa menahan gejolak dalam diriku, untuk segera menjadikannya milikku. Huffft benar-benar, dia sebuah cobaan yang berat untukku. Aku ingat masih 14 hari yang lalu, setelah mama memberikan selembar foto kepadaku. Benar itu foto Arabella Swastika, yang kemudian dapat mengalihkan duniaku sejenak. Besoknya segera saja aku memohon kepada Papa dan Mama untuk  melamarkan dia untukku.

            Aku tidak sabar. Tapi ketika keluargaku datang kerumahnya, dia sedang tidak ada dirumah. Aku baru tahu, kalau dia bekerja ditempat yang sama tempat aku dipindahkan. Tapi kuyakini dia belum menyadarinya. Karena kenakalanku yang suka bolos dan sering mangkir dari pertemuan, akhirnya aku dipindahkan ke cabang baru. Tapi tak apa, aku sudah menemukan letak kesenanganku. Sebelum itu memang aku sempat protes. Tapi setelah tahu gadisku juga bekerja ditempat yang sama tempat aku di pindahkan. akhirnya aku menurut saja pada papa.

            Ditempat kerja, aku tahu dia bukan orang yang suka bergaul. Apalagi ngobrol dengan teman yang lain. Dia terlihat tidak banyak bicara dan menanggapi seperlunya. Bella juga bukan orang yang peka terhadap lingkungan sekitar.  Buktinya sejak seminggu aku pindah ke cabang baru. Dia tidak pernah terlihat. Walau aku panggilpun dia lebih banyak menunduk dan memperhatikan objek lain.

            Dan disitu letak kekesalanku muncul. Dia tipe orang yang memperhatikan penampilan. Apalagi style baju yang dia pakai setiap hari. Setelah mengetahui dia dari foto dan dunia nyata. Aku tahu dia lebih cantik dari apa yang terlihat di foto. Kadang aku ingin mengumpat. Ketika dia memakai rok span yang terlalu pendek atau kemeja yang transparan. Walau dia memakai dalaman tapi tetap saja, tetap akan terlihat.

            Sedangkan sebagai bos baru, dia bahkan belum pernah memandang kearahku. Begitu ingin aku menegur dan melarangnya memakai setelan kerja seperti itu. Tapi aku tahan karena dia yang belum mengenaliku. Apalagi para lelaki yang melihatnya. Menilai dari rambut hingga ujung kaki, seperti menelanjangi. Ingin aku tutup semua mata nakal itu.

            Kembali ke acara, setelah cukup menyesali diri. Aku bangkit, melangkah menuju ruang makan dan bertemu mama dipersipangan.

            “Rengga dari tadi ditungguin. Yuk makan, Tante Rita udah masak banyak buat kita” kata Mama, sambil mengarahkanku duduk disebelah Bella. Yang terlihat sedang memainkan ponselnya.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fiiz Hap
terpikat dan terpana
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status