แชร์

4.

ผู้เขียน: Demina07
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-08-03 18:12:15

POV Rengga

            “Lihat Win, anak kita sudah cocok kan bersanding dipelaminan,” seru Tante Rita senang.

            “Benar mbak, bagaimana kalau sekalian kita tentukan tanggal pernikahannya Pa?”

            “Bagaimana kalau 2 minggu dari sekarang Mbak. Tidak baik terlalu lama menunda niat baik. Lebih baik kita percepat saja bukan begitu Ma,” aku memasang wajah tenang, walau dalam hati aku bersorak.

            “Iya Mbak, Bagaimana?” aku lirik Tante Rita sekilas.

            “Kalau aku sih, setuju-setuju saja Win sebagai orang tua. Aku hanya menginginkan yang terbaik untuk anakku,” ujarnya disertai senyum tipis, membuatku lega.

            “Jadi bagaimana Rengga, Bella?” Tanya Papa memindaiku dan Bella bergantian. Bella yang masih terkejut, aku tenangkan dengan meraih telapak tangannya meremasnya lembut.

            “Bagaimana kalau memberikan kami waktu untuk pendekatan dulu Pa, Ma, Bu?” Tanyaku bergantian.

            “Rengga sayang, setelah menikah kalian bebas untuk melakukan pendekatan. Bukan begitu Pa,”

            “Benar Rengga, jadi sudah diputuskan ya Mbak. Kalau pernikahan anak-anak akan dilangsungkan 2 minggu dari sekarang,” putus Papa.

            “Iya Gilang, Ayah Bella juga sudah menyerahkan keputusan ini kepadaku. Jadi menurutku juga lebih baik dipercepat, agar tidak timbul fitnah nantinya.”

            “Akhirnya Pa kita dapat mantu juga,” kata Mamaku dengan senyum manis.

            Aku tidak dapat membantah banyak. Karena memang aku ingin segera memiliki Bella seutuhnya. Walau aku lihat dia masih nampak terkejut.

            “Sudah yuk Rengga dimakan makanannya. Itu tadi sudah diambilkan sama Bella,” ucap Mama disertai senyum. “Lihatkan dia udah cocok banget jadi istri kamu,” kata Mama. Mendengar penuturan Mama, aku alihkan pandanganku padanya. Yang masih setia menunduk dan meremas bagian bawah dressnya. Aku eratkan genggamanku. Aku kaitkan jemariku disela jarinya. Aku tahu dia sedang malu dan gugup.

            “Benar itu Bel, kamu yang menyiapkan hidangan dipiringku?” tanyaku. Berusaha memperoleh perhatiannya.

            “Iya Mas,” Jawabnya pelan. Begitu menggemaskan. Rasa-rasanya ingin segera aku tarik keranjangku. Sabar Rengga, 2 minggu lagi dan impianmu akan tercapai, batinku.

            Makan malam berjalan dengan hangat. Dipenuhi perbincangan antar orang tua. Aku hanya menimpali sesekali. Aku lihat disampingku, Bella masih setia melamun. Aku usap jerimanya ditanganku. Dia menoleh kearahku . Aku tersenyum, walau serasa tidak nyaman dalam genggamanku. Dia tidak berusaha menolak dan aku menyukainya. Itu berarti dia sudah mau beradaptasi denganku.

            Selepas makan malam keluargaku langsung pamit. Meskipun aku ingin lebih lama, tapi tak bisa. Aku harus bersabar, sebelum dia resmi menjadi milikku.

            Diperjalanan pulang aku terus berpikir. Bagaimana kalau besok membuat janji temu dengan Andre sahabatku, dia seorang dokter kandungan. Aku ingin berkonsultasi mengenai beberapa hal.  Karena aku akan segera menikah. Aku juga tidak ingin menunda, untuk memiliki seorang anak. Dan aku sangat bersemangat untuk itu.  Membayangkan banyak suara anak-anak dirumah. Mereka saling berlarian bercanda dan tertawa. Rasanya tak sabar untuk merealisasikannya.

            Ngomong-ngomong aku memang pulang ke rumahku sendiri. Yang nanti juga akan ku tempati, bersama istri dan anakku. Kalau dipikir, memang aku sudah sejak lama menyiapkannya. Namun karena belum ada wanita yang membuatku tertarik. Akhirnya rumah itu aku tempati sendiri.

            Sesampainya dikamar, aku langsung membersihkan diri. Selesai dengan itu badanku terasa lebih segar. Aku ambil hanphone yang terdapat diatas nakas

            “Halo Dre, selamat malam!” sapaku setelah sambungan terhubung.

            “Iya halo, selamat malam,” balas Andre. “Ada apa malam-malam menelpon?” tanya heran.

            “Apakah besok ada waktu kosong?..” tanyaku. “Aku ingin berkonsultasi padamu perihal persiapan kehamilan,” sambungku.

            “Apa?” serunya, terdengar keterkejutan dari suaranya. “Memangnya siapa yang akan hamil Ga?” tanyanya lebih tenang.

            “Sudahlah nanti kau akan tahu, jadi bisa tidak?” jawabku singkat.

            “Tentu saja berkunjunglah kerumah sakit,” seringai muncul disudut bibirku. “Nanti biar kuatur namamu,” seringaiku melebar.

            “Kau tahu persis apa yang aku mau kan?” tanyaku memastikan. “Aku bukan hanya ingin berkonsultasi tapi, you know lah,” pungkasku singkat.

            “Aku mengerti dirimu Ga, oke besok datanglah pukul 9 pagi oke,” kata Andre. ”Akan kusiapkan obatnya

            “oke aku percaya padamu” ucapku tenang.

            Akhirnya aku rebahkan tubuhku, setelah memutus sambungan telpon. Rumah ini dan sisi disebelahku akan segera terisi. Aku tidak sabar untuk itu. Oh iya, ada yang aku lupakan. Aku belum punya nomor telpon Bella. Besok aku akan memintanya ditempat kerja.

            Aku pandangi foto Bella di handphone ku, memang sejuk dipandang mata. Dari foto saja aku langsung jatuh cinta. Lama-kelamaan aku tertidur. Dengan ponsel, yang masih memperlihatkan foto Bella gadis pujaanku.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • For Husband   74.

    POV Bella Pagi hari sebelum matahari menampakkan cahayanya. Mas Rengga sudah membangunkanku dengan cara kesukaannya. Berjalan pelan ke tepi pantai. Kami bertelanjang kaki menikmati air laut. Yang menjilat kaki kami seiring deburnya yang menepi. Lalu sedikit menjauh, duduk diatas pasir. Tanpa meminta, Mas Rengga sudah mengerti. Dengan menarikku perlahan untuk duduk dengan nyaman. Sweternya sudah membukus setengah badanku. Melindungi dari terpaan hawa dingin dipagi hari. Semalam, dengan telaten dia membereskan pakaian kami, ke dalam lemari yang sudah disediakan. Dan diluar dugaanku, dia bertahan tanpa menyentuhku. Walau setiap kali bersama, dia hampir lepas kendali. Posisiku begitu nyaman,

  • For Husband   73.

    POV Bella Hari selanjutnya, aku dikejutkan dengan kehadiran Dokter Brian saat makan siang. Mas Rengga juga memilih makan siang dirumah. Padahal jarak antara kantor kerumah ini, lebih jauh. Setelah berbincang santai dengan dokter Brian. Aku mulai paham, alasan kenapa dia datang. Bayangan yang memaksa hadir dalam pikiranku tersebut. Menjadi ketakutan tersendiri untukku. Setiap kali melihat ranjang dari sofa, yang berada bersebrangan. Selalu mengingatkanku, pada pesan Renita. Kemudian ulasan bayangan Rengga dan Renita. Bergumul dibawah selimut yang sama. Dengan tanpa satu helai kain yang menutupi tubuh mereka. Agaknya sering kali mengganggu pikiran dan mempengaruhi moodku. Selama sisa kami berad

  • For Husband   72.

    POV Rengga Andre datang setelah 15 menit kami menunggu. Aku silahkan dia memeriksa kondisi Bella, yang masih belum sadar. Aku was-was, menunggu hasil pemeriksaan Bella. Melihat raut wajah tenang Andre. Kini terasa tampak lebih mengkawatirkan. Dia sudah merapihkan alatnya, memasukkan kedalam tas. “Apakah Bella pernah punya riwayat gangguan kecemasan?” tanya Andre tenang. Pertanyaan Andre jelas tidak biasa. Mengingat Bella selalu tampak tenang, diam juga ceria. “Dia pernah mengalami sedikit trauma dibangku SMA Dok. Apakah ada hubungannya dengan keadaannya saat ini?” tanya Ibu cemas. Andre masih terlihat mengamati Bella yang belum sadar. “Sejauh ini. Itu diagnosa yang bisa saya berikan. Mung

  • For Husband   71.

    71 POV Bella Setelah perjalanan yang cukup lama. Karena dihadang kemacetan jakarta. Akhirnya kami sampai dikedai es krim. Yang biasa aku kunjungi bersama Mas Rengga. Dia membantuku turun dari mobil. Sedangkan kedua anak lelakiku, sudah gesit menarik kedua tanganku. “Hati-hati Aldo, Ares ingat kondisi Mama,” kata Mas Rengga dengan nada tegas. Aku usap kedua puncak kepala mereka. Berusaha mencairkan suasana, dengan senyuman lembut. Sedangkan Amira sudah digendong Mas Rengga, mengikuti dari arah belakang. “Papa hanya kawatir sayang,” ucapku menenangkan. Setelah kami sudah duduk didepan kedai.

  • For Husband   70.

    POV Rengga Dilorong menuju ruang praktek Andre. Aku lihat, Renita sudah mengirimkan nama ruangan, tempat Mamanya dirawat. Apakah tepat, jika aku mengajak Bella untuk ikut menjenguk Mamanya Renita. Aku baru saja dimaafkan. Aku tidak mau lagi diacuhkan oleh Bella. Batinku cemas. Aku berjalan menghampiri Bella, duduk disebelahnya. “Maaf ya lama,” kataku sebelum mencium keningnya. “Em Mas, jangan menciumku seenaknya seperti itu,” ujarnya. Sambil mengusap bekas ciumanku. Aku abaikan itu, biar saja semua orang melihat. Orang sekitar akan tahu. Jika wanita yang tengah minum air disebelahku ini, adalah istriku. Te

  • For Husband   69.

    POV Rengga Aku masih menggendong Arlan yang sempat rewel. Karena mulai tumbuh gigi, membuatnya tidak nyaman. Yang berakibat pada terpotongnya jam tidurku. Ayah sempat menengok ke kamar. Kemudian pergi, setelah mengetahui Arlan sudah ada dalam gendonganku. Beliau hanya tersenyum singkat. Lalu berlalu kembali ke kamarnya. Semenjak aku tak lagi menyentuh Bella, alias puasa diatas ranjang. Aku akan tertidur lebih malam dari biasanya, dan jarang sekali bisa nyenyak. Hal tersebut juga dikarenakan anak-anak. Yang mungkin terbangun dimalam hari. Jika ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman. Setelah jam lewat tengah malam, Arlan baru terlelap. Aku kembali ke kamar, mendapati Bella yang tengah tertidur. Masih sambil menyusui Arga. Aku lihat putraku satu ini masih men

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status