Share

6.

Author: Demina07
last update Last Updated: 2021-08-14 14:31:33

POV Rengga

            Setengah jam tak terasa. Disinilah aku menunggu Bella di lobi kantor. Seperti yang sudah aku janjikan tadi. Tak lama dia datang menghampiriku

            “Mas sudah lama menunggu?” tanyanya.

            “Belum lama Bell. Ayo,” aku langkahkan kakiku mendahuluinya.

            Aku masih menghindari gosip yang miring. Walau aku sebenarnya tidak peduli.  Tapi yang kupedulikan adalah gadis dibelakangku. Dia harus merasa nyaman disisiku, jangan sampai dia takut dan menjauhiku. Itu mimipi buruk.

            Aku bukakan pintu untuknya. Dia merasa canggung, meski sudah kubuat sesantai mungkin.

            Sebelumnya Andre sudah aku hubungi terlebih dahulu. Kalau aku akan segera ke rumah sakit. Setelah menempuh kurang lebih setengah jam, akhirnya kami sampai. Aku bukakan pintu mobil untuknya. Aku melihat wajahnya penasaran. Tapi aku enggan menjelaskan sebelum dia bertanya.

            “Mas kenapa kita kerumah sakit?” tanyanya bingung.

            “Kamu akan tahu nanti. Ayo,” ajakku.

            Aku ambil tanggannya untuk kugenggam. Walau dia tampak risih, terap saja kulanjutkan aksi menggenggam tangannya. Karena aku sudah hafal dimana ruangnya. Jadi mudah saja bagiku menemukannya. Aku lihat suster keluar dari ruangan

            “Pak Rengga sudah ditunggu Dokter Andre didalam,” kata suster. Aku mengangguk lalu masuk kedalam.

            “Mas ngapain kita ke ruang praktek spesialis kandungan?” tanyanya.

            Aku bawa dia duduk disampingku. Walau bingung aku biarkan dia.  Aku akan menjelaskannya nanti.

            “Hai Ga, bagaimana kabarmu?” tanya Andre menyapa.

            “Seperti yang kau lihat Dre, aku baik,” jawabku. Dia mengangguk kemudian mulai melirik Bella.

            “Bella akan diperiksa oleh Dokter Ani,” kata Andre menunjuk Dokter wanita disisinya. “Silahkan mengikuti Dokter Ani.”

            “Ayo sayang,” kataku lembut.

            “Mas....”. ucapnya seperti memohon penjelasan.

            “Tenanglah tidak akan terjadi apa-apa. Dokter Ani hanya memeriksa kesehatanmu,” Jelasku menenangkan. Akhirnya, dengan sedikit bimbang dia mengikuti arahan Dokter Ani.

            “Jadi kapan kalian menikah?” Tanya Andre. Setelah Bella masuk bilik dibalik tirai bersama Dokter Ani.

            “13 hari dari sekarang,” beritahuku singkat.

            “Secepat itu Ga..” jawabnya agak terkejut.

            “Ya kenapa?” tanyaku tenang.

            “Kau selalu mengejutkanku,” Aku hanya tersenyum sebagai jawaban.

            “Jadi bagaimana apakah sudah ada obatnya?” tanyaku.

            Dia kemudian menyerahkan sebotol kapsul. Aku lihat bentuk dan rupanya.

            “Apakah ini manjur dan aman untuk dikonsumsi?” tanyaku ragu melihat kemasan obat.

            “Tentu saja aman dan manjur. Kau hanya tunggu 14 hari dari sejak kau berhubungan dengannya. Dan ini serbuk vitamin, campurkan pada makanannya. Dan kau lihat saja hasilnya setelah kalian sah,” tutur Andre.

            Aku simak semua penjelasannya dengan detail. Aku tidak sabar menantikan perubahannya ucapku dalam hati.

            “Oke,” Aku lihat Bella keluar dari ruang praktek. Aku berikan senyum termanisku. “Bagaimana tidak terjadi apa-apa kan?” tanyaku.

            Aku lihat dia hanya menggeleng sebagai jawaban. Aku usap rambutnya sekilas. Setelahnya barulah aku lihat Dokter Ani keluar, membawa hasil pemeriksaan Bella. Menyerahkannya pada Andre. Dia membaca sejenak kemudian tersenyum kearahku.

            “Tidak ada yang perlu dicemaskan. Hasilnya bagus,” senyum Andre membuatku lega. Aku genggam tangannya kubawa keatas pahaku. “Dan ini vitamin, bisa kamu konsumsi sehari 3 kali per 2 kapsul ya. Untuk yang ini, campurkan dimakananmu. Jangan kawatir dia tidak akan mempengaruhi rasa,” Jelas Andre. Aku pandang Bella yang balik memandangku. “Ini hanya vitamin untuk kesehatan jadi tidak perlu kawatir. Vitamin ini tidak menimbulkan efek samping,” kata Andre menjelaskan.

            “Bella mengangguk. Baik dok akan saya ingat,” jawabnya sopan.

            “Kamu percaya padaku kan Bel. Aku tidak mungkin, tidak memberikan yang terbaik untukmu,” kataku meyakinkannya.

            Bella memandang mataku seolah mencari jawaban. Kemudian dia mengangguk kembali.

            “Bella bisa menunggu diluar. Ada yang aku ingin sampaikan kepada Rengga,” kata Andre ramah.

            “Baik dok,”  

            “Tunggu ya, hanya sebentar,” kataku. Dia tersenyum sebagai balasan dan kemudian beranjak keluar. Setelah pintu menutup barulah Andre memulai.

            “Dari hasilnya sudah bagus Ga. Tidak ada yang perlu kau kawatirkan. Tapi tetap pantau konsumsi obatnya ya. Harus 2 kapsul setiap kali minum. Karena ini untuk pemberian dosis awal. Baru setelah obat yang ini habis, akan kutambah lagi dosisnya,” jelasnya detail.

            “Apakah aman Dre?” tanyaku sekali lagi.

            “Tenanglah Ga, aku yakin aman. Walau tidak sering orang menggunakannya, tapi pasienku juga mengkonsumsi obat ini. Dan hasilnya sangat memuaskan,”

            “Baiklah kalau begitu. Apa ada lagi yang perlu kau sampaikan lagi Dre?” tanyaku

            “Ah ya, untuk vitamin makanan juga akan aku tambah dosisnya. Tapi jika kau merasa sudah cukup, katakan padaku. Aku akan menghentikan konsumsi vitamin itu,”

            “Baiklah Dre, terimakasih.”

            “Oke, kabari ya kalau sudah ada tanda-tanda,” ucapnya sembari tersenyum. Aku hanya membalas dengan seringaian. Setelahnya aku menemui Bella didepan ruangan.

            “Bella sayang!” Aku dudukan diriku disampingnya.

            “Ah Mas sudah selesai rupanya,”

            “Ayo kita cari makan. Kamu pasti belum sarapan kan?”

            “Mas tunggu..” katanya membuatku berbalik menghadapnya. “Itu tadi baik-baik saja kan!”

            “Baik sayang, semuanya baik,” seraya kuusak poninya.  

            Aku raih pergelangan tangannya. Kemudian berjalan perlahan keluar rumah sakit menuju parkiran. Disepanjang jalan, dia hanya diam tidak bersuara. Aku takut sesuatu mengganggu pikirannya.

            “Kamu ingin makan dimana, atau kita order saja dari kantor dan makan bersama dikantorku?” tanyaku memberikan pilihan.

            “Pilihan kedua Mas,” jawabnya.

            “Baiklah kita langsung kembali ke kantor,”

            Hening sejenak antara kami, dia hanya menatap keluar jendela.

            “Bell soal pernikahan kita. Akan diurus oleh orang tua kita. Kita hanya perlu mengahadirinya saja, jadi jaga kesehatanmu jangan sampai kelelahan oke,” ujarku sambil fokus menyetir.

            “Apakah benar pernikahan kita akan diadakan 2 minggu lagi Mas?”

            “Iya sayang, kenapa kamu masih ada kekawatiran?”

            “Itu hanya terlalu mendadak untukku,” Jawabnya seraya menundukkan kepala. Aku yang melihat itu, segera meraih tangannya untuk aku genggam erat.

            “Ada aku bersamamu Bel jangan terlalu dipikirkan oke,” ucapku menenangkannya.

POV Bella.

            Hari-hari berlalu dengan cepat, Rengga semakin perhatian padaku. Walaupun kadang kala memaksa, tapi selain dia juga mengutamakan kenyamananku.

            Huffft tak terasa besok sudah hari pernikahanku. Sudah tiga hari pula aku tidak bertemu dengan Rengga. Karena Ibu yang memaksaku untuk mengambil cuti sebelum menikah.

            Ibu dari hari ke hari mengingatkan untuk perawatan tubuhku. Selalu aku ingat itu, bahkan diapartemenpun aku juga melakukannya.

            Setelah pemeriksaan ke rumah sakit waktu itu. Aku rutin minum vitamin yang diberikan dokter. Walau detailnya aku tidak tahu untuk apa. Tapi sedikit aku mulai paham kegunaan dari vitamin-vitamin tersebut. Mulai dari bentuk payudaraku yang semakin besar. Hingga aku harus mengganti ukuran dalamanku. Pun dengan ukuran bokongku yang semakin besar dan kencang.

            Baiknya vitamin itu tidak mengubah bentuk perutku, yang tetap rata seperti sedia kala. Bahkan setelah kapsul itu habis aku konsumsi. Kini aku harus mengkomsi vitamin yang sama. Dengan jumlah 3 tablet setiap kali minum.

            Meskipun aku terima dengan wajah cemberut, Mas Rengga tetap bilang bahwa itu untuk kesehatanku. Aku hanya berusaha percaya dengan apa yang dia katakan.

.

            Pagi hari aku sudah dibangunkan Ibu, untuk segera bersiap-siap. Setelah segala keriwehan terlewati, aku pandangi diriku didepan cermin. Rasanya tak menyangkan, bahwa aku bisa berubah secantik ini. Hufft bagaimana nanti tanggapan Mas Rengga ya. Lamunanku buyar, tatkala Ibu masuk kedalam kamarku.

            “Waduh anaknya Ibu, sudah cantik rupanya. Ibu hampir nggak ngenalin,” Jelas Ibu sambil terkekeh.

            “Ibu..” jawabku memberengut

            “Sudah-sudah ayo turun kebawah. Rombongan Papa Gilang sudah sampai,” kata Ibu menarikku untuk melangkah bersama.

            Pada acara pernikahan ini, aku memakai kebaya minimalis. Yang katanya kembar sama Mas Rengga. Setelah sampai diruang tengah, aku didudukan bersebelahan dengan Mas Rengga.

            “Sudah siap?” Tanya Ayahku kepada Mas Rengga.

            “Sudah yah,” Kemudian dijabat tangan Mas Rengga erat.

            “Saya nikahkan engkau dengan Arabella Swastika binti Johan Abimanyu dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” suara Ayah terdengar tegas dan mantap.

            “Saya terima nikahnya dan kawinnya Arabella Swastika binti Johan Abimanyu dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,”

            “Bagaimana saksi, sah?”

            “Sah, sah,”

            “Alhamdulillah,”

            Setelah berbagai doa dipanjatkan, Mas Rengga menyematkan cicin ke jari manisku. Pun sama dengan yang aku lakukan. Setelahnya, aku raih tangannya untuk salim. Sebagai takdimku padanya, yang sekarang sudah sah menjadi suamiku. Kemudian dia mencium lama keningku.

            “Kamu begitu cantik sayang,” bisiknya disamping telingaku. Aku tidak bisa menyembunyikan pipi merahku karena malu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • For Husband   74.

    POV Bella Pagi hari sebelum matahari menampakkan cahayanya. Mas Rengga sudah membangunkanku dengan cara kesukaannya. Berjalan pelan ke tepi pantai. Kami bertelanjang kaki menikmati air laut. Yang menjilat kaki kami seiring deburnya yang menepi. Lalu sedikit menjauh, duduk diatas pasir. Tanpa meminta, Mas Rengga sudah mengerti. Dengan menarikku perlahan untuk duduk dengan nyaman. Sweternya sudah membukus setengah badanku. Melindungi dari terpaan hawa dingin dipagi hari. Semalam, dengan telaten dia membereskan pakaian kami, ke dalam lemari yang sudah disediakan. Dan diluar dugaanku, dia bertahan tanpa menyentuhku. Walau setiap kali bersama, dia hampir lepas kendali. Posisiku begitu nyaman,

  • For Husband   73.

    POV Bella Hari selanjutnya, aku dikejutkan dengan kehadiran Dokter Brian saat makan siang. Mas Rengga juga memilih makan siang dirumah. Padahal jarak antara kantor kerumah ini, lebih jauh. Setelah berbincang santai dengan dokter Brian. Aku mulai paham, alasan kenapa dia datang. Bayangan yang memaksa hadir dalam pikiranku tersebut. Menjadi ketakutan tersendiri untukku. Setiap kali melihat ranjang dari sofa, yang berada bersebrangan. Selalu mengingatkanku, pada pesan Renita. Kemudian ulasan bayangan Rengga dan Renita. Bergumul dibawah selimut yang sama. Dengan tanpa satu helai kain yang menutupi tubuh mereka. Agaknya sering kali mengganggu pikiran dan mempengaruhi moodku. Selama sisa kami berad

  • For Husband   72.

    POV Rengga Andre datang setelah 15 menit kami menunggu. Aku silahkan dia memeriksa kondisi Bella, yang masih belum sadar. Aku was-was, menunggu hasil pemeriksaan Bella. Melihat raut wajah tenang Andre. Kini terasa tampak lebih mengkawatirkan. Dia sudah merapihkan alatnya, memasukkan kedalam tas. “Apakah Bella pernah punya riwayat gangguan kecemasan?” tanya Andre tenang. Pertanyaan Andre jelas tidak biasa. Mengingat Bella selalu tampak tenang, diam juga ceria. “Dia pernah mengalami sedikit trauma dibangku SMA Dok. Apakah ada hubungannya dengan keadaannya saat ini?” tanya Ibu cemas. Andre masih terlihat mengamati Bella yang belum sadar. “Sejauh ini. Itu diagnosa yang bisa saya berikan. Mung

  • For Husband   71.

    71 POV Bella Setelah perjalanan yang cukup lama. Karena dihadang kemacetan jakarta. Akhirnya kami sampai dikedai es krim. Yang biasa aku kunjungi bersama Mas Rengga. Dia membantuku turun dari mobil. Sedangkan kedua anak lelakiku, sudah gesit menarik kedua tanganku. “Hati-hati Aldo, Ares ingat kondisi Mama,” kata Mas Rengga dengan nada tegas. Aku usap kedua puncak kepala mereka. Berusaha mencairkan suasana, dengan senyuman lembut. Sedangkan Amira sudah digendong Mas Rengga, mengikuti dari arah belakang. “Papa hanya kawatir sayang,” ucapku menenangkan. Setelah kami sudah duduk didepan kedai.

  • For Husband   70.

    POV Rengga Dilorong menuju ruang praktek Andre. Aku lihat, Renita sudah mengirimkan nama ruangan, tempat Mamanya dirawat. Apakah tepat, jika aku mengajak Bella untuk ikut menjenguk Mamanya Renita. Aku baru saja dimaafkan. Aku tidak mau lagi diacuhkan oleh Bella. Batinku cemas. Aku berjalan menghampiri Bella, duduk disebelahnya. “Maaf ya lama,” kataku sebelum mencium keningnya. “Em Mas, jangan menciumku seenaknya seperti itu,” ujarnya. Sambil mengusap bekas ciumanku. Aku abaikan itu, biar saja semua orang melihat. Orang sekitar akan tahu. Jika wanita yang tengah minum air disebelahku ini, adalah istriku. Te

  • For Husband   69.

    POV Rengga Aku masih menggendong Arlan yang sempat rewel. Karena mulai tumbuh gigi, membuatnya tidak nyaman. Yang berakibat pada terpotongnya jam tidurku. Ayah sempat menengok ke kamar. Kemudian pergi, setelah mengetahui Arlan sudah ada dalam gendonganku. Beliau hanya tersenyum singkat. Lalu berlalu kembali ke kamarnya. Semenjak aku tak lagi menyentuh Bella, alias puasa diatas ranjang. Aku akan tertidur lebih malam dari biasanya, dan jarang sekali bisa nyenyak. Hal tersebut juga dikarenakan anak-anak. Yang mungkin terbangun dimalam hari. Jika ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman. Setelah jam lewat tengah malam, Arlan baru terlelap. Aku kembali ke kamar, mendapati Bella yang tengah tertidur. Masih sambil menyusui Arga. Aku lihat putraku satu ini masih men

  • For Husband   68.

    POV Rengga Pagi ini aku merasa agak lega. Sebelum berangkat ke kantor, Bella ternyata masih memperhatikan penampilanku. Sudah beberapa hari ini, dia tak lagi menyiapkan setelan kantorku. Tetapi dari semua itu, dia masih peduli padaku. Walau tetap mengunci mulutnya. Hanya dengan berbicara pada orang lain saja. Aku dapat mendengarkan suaranya. Sebagai ganti ciuman, aku hanya puas dengan mengusap kepalanya. Aku sudah memesan rangkaian bunga mawar merah kesukaannya. Yang akan dikirimkan ke rumah. Aku harap dia dapat sedikit terkesan oleh perhatianku ini. Tidak banyak pertemuan hari ini. Jadi aku dapat langsung pulang. Setelah selesai berdiskusi bersama Reno. Mengenai beberapa file kerja sama yang harus aku pelajari.

  • For Husband   67.

    POV Bella Aku tengah berbaring, sambil menyusui Alex. Ketika Mas Rengga masuk kamar. Setelah beberapa saat lalu, aku dengar suara mobilnya berhenti. Setelah meletakkan tas kerjanya disofa. Dia mendekat, dengan seulas senyum dibibirnya. Selanjutnya mencium Alex, lalu beralih mencium keningku. Kehangatan memenuhi dada, saat dia mencium keningku lama. Seakaan melepas rindu diantara kami. Atau mungkin, hanya aku yang berpikir seperti itu. Karena seharian ini, pikiranku terus dipenuhi olehnya. Walau aku sudah berusaha mengalihkan pikiranku. Dengan lebih sibuk, mengurus anak-anak. Namun tak dapat dipungkiri, pikiranku masih tersita olehnya. Awalnya aku puas membuatnya berharap. Bahwa aku akan tetap mau dicium. Dan memberikan ciumanku, sebelum dia berangkat ke kantor. Aku ta

  • For Husband   66.

    POV Bella Akhirnya kami kembali ke Jakarta. Aku tidak sabar untuk berjumpa dengan anak-anak. Aku lihat jam dipergelangan tangan. Mungkin mereka masih disekolah saat ini. Hem, aku ingin memasakkan mereka makanan kesukaannya. Aku lihat Mas Rengga yang tidur di kursi depan. Dengan Arga yang juga lelap bersandar di dadanya. Dia seperti kurang tidur semalam. Karena dia berada diruang kerja, setelah selesai makan malam. Hem biar saja, aku memang sengaja mendiamkannya. Tidak aku hiraukan perkataan maafnya. Kali ini, aku tidak akan semudah itu memaafkannya. Dia harus diberi pelajaran. Supaya bisa mengendalikan keganasan burung besarnya itu. Seenaknya saja memperlakukanku. Dikira aku hamil besar seperti ini, karena perbuatan siapa. Aku akan membuatnya tersiksa lebih dala

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status