Share

6.

POV Rengga

            Setengah jam tak terasa. Disinilah aku menunggu Bella di lobi kantor. Seperti yang sudah aku janjikan tadi. Tak lama dia datang menghampiriku

            “Mas sudah lama menunggu?” tanyanya.

            “Belum lama Bell. Ayo,” aku langkahkan kakiku mendahuluinya.

            Aku masih menghindari gosip yang miring. Walau aku sebenarnya tidak peduli.  Tapi yang kupedulikan adalah gadis dibelakangku. Dia harus merasa nyaman disisiku, jangan sampai dia takut dan menjauhiku. Itu mimipi buruk.

            Aku bukakan pintu untuknya. Dia merasa canggung, meski sudah kubuat sesantai mungkin.

            Sebelumnya Andre sudah aku hubungi terlebih dahulu. Kalau aku akan segera ke rumah sakit. Setelah menempuh kurang lebih setengah jam, akhirnya kami sampai. Aku bukakan pintu mobil untuknya. Aku melihat wajahnya penasaran. Tapi aku enggan menjelaskan sebelum dia bertanya.

            “Mas kenapa kita kerumah sakit?” tanyanya bingung.

            “Kamu akan tahu nanti. Ayo,” ajakku.

            Aku ambil tanggannya untuk kugenggam. Walau dia tampak risih, terap saja kulanjutkan aksi menggenggam tangannya. Karena aku sudah hafal dimana ruangnya. Jadi mudah saja bagiku menemukannya. Aku lihat suster keluar dari ruangan

            “Pak Rengga sudah ditunggu Dokter Andre didalam,” kata suster. Aku mengangguk lalu masuk kedalam.

            “Mas ngapain kita ke ruang praktek spesialis kandungan?” tanyanya.

            Aku bawa dia duduk disampingku. Walau bingung aku biarkan dia.  Aku akan menjelaskannya nanti.

            “Hai Ga, bagaimana kabarmu?” tanya Andre menyapa.

            “Seperti yang kau lihat Dre, aku baik,” jawabku. Dia mengangguk kemudian mulai melirik Bella.

            “Bella akan diperiksa oleh Dokter Ani,” kata Andre menunjuk Dokter wanita disisinya. “Silahkan mengikuti Dokter Ani.”

            “Ayo sayang,” kataku lembut.

            “Mas....”. ucapnya seperti memohon penjelasan.

            “Tenanglah tidak akan terjadi apa-apa. Dokter Ani hanya memeriksa kesehatanmu,” Jelasku menenangkan. Akhirnya, dengan sedikit bimbang dia mengikuti arahan Dokter Ani.

            “Jadi kapan kalian menikah?” Tanya Andre. Setelah Bella masuk bilik dibalik tirai bersama Dokter Ani.

            “13 hari dari sekarang,” beritahuku singkat.

            “Secepat itu Ga..” jawabnya agak terkejut.

            “Ya kenapa?” tanyaku tenang.

            “Kau selalu mengejutkanku,” Aku hanya tersenyum sebagai jawaban.

            “Jadi bagaimana apakah sudah ada obatnya?” tanyaku.

            Dia kemudian menyerahkan sebotol kapsul. Aku lihat bentuk dan rupanya.

            “Apakah ini manjur dan aman untuk dikonsumsi?” tanyaku ragu melihat kemasan obat.

            “Tentu saja aman dan manjur. Kau hanya tunggu 14 hari dari sejak kau berhubungan dengannya. Dan ini serbuk vitamin, campurkan pada makanannya. Dan kau lihat saja hasilnya setelah kalian sah,” tutur Andre.

            Aku simak semua penjelasannya dengan detail. Aku tidak sabar menantikan perubahannya ucapku dalam hati.

            “Oke,” Aku lihat Bella keluar dari ruang praktek. Aku berikan senyum termanisku. “Bagaimana tidak terjadi apa-apa kan?” tanyaku.

            Aku lihat dia hanya menggeleng sebagai jawaban. Aku usap rambutnya sekilas. Setelahnya barulah aku lihat Dokter Ani keluar, membawa hasil pemeriksaan Bella. Menyerahkannya pada Andre. Dia membaca sejenak kemudian tersenyum kearahku.

            “Tidak ada yang perlu dicemaskan. Hasilnya bagus,” senyum Andre membuatku lega. Aku genggam tangannya kubawa keatas pahaku. “Dan ini vitamin, bisa kamu konsumsi sehari 3 kali per 2 kapsul ya. Untuk yang ini, campurkan dimakananmu. Jangan kawatir dia tidak akan mempengaruhi rasa,” Jelas Andre. Aku pandang Bella yang balik memandangku. “Ini hanya vitamin untuk kesehatan jadi tidak perlu kawatir. Vitamin ini tidak menimbulkan efek samping,” kata Andre menjelaskan.

            “Bella mengangguk. Baik dok akan saya ingat,” jawabnya sopan.

            “Kamu percaya padaku kan Bel. Aku tidak mungkin, tidak memberikan yang terbaik untukmu,” kataku meyakinkannya.

            Bella memandang mataku seolah mencari jawaban. Kemudian dia mengangguk kembali.

            “Bella bisa menunggu diluar. Ada yang aku ingin sampaikan kepada Rengga,” kata Andre ramah.

            “Baik dok,”  

            “Tunggu ya, hanya sebentar,” kataku. Dia tersenyum sebagai balasan dan kemudian beranjak keluar. Setelah pintu menutup barulah Andre memulai.

            “Dari hasilnya sudah bagus Ga. Tidak ada yang perlu kau kawatirkan. Tapi tetap pantau konsumsi obatnya ya. Harus 2 kapsul setiap kali minum. Karena ini untuk pemberian dosis awal. Baru setelah obat yang ini habis, akan kutambah lagi dosisnya,” jelasnya detail.

            “Apakah aman Dre?” tanyaku sekali lagi.

            “Tenanglah Ga, aku yakin aman. Walau tidak sering orang menggunakannya, tapi pasienku juga mengkonsumsi obat ini. Dan hasilnya sangat memuaskan,”

            “Baiklah kalau begitu. Apa ada lagi yang perlu kau sampaikan lagi Dre?” tanyaku

            “Ah ya, untuk vitamin makanan juga akan aku tambah dosisnya. Tapi jika kau merasa sudah cukup, katakan padaku. Aku akan menghentikan konsumsi vitamin itu,”

            “Baiklah Dre, terimakasih.”

            “Oke, kabari ya kalau sudah ada tanda-tanda,” ucapnya sembari tersenyum. Aku hanya membalas dengan seringaian. Setelahnya aku menemui Bella didepan ruangan.

            “Bella sayang!” Aku dudukan diriku disampingnya.

            “Ah Mas sudah selesai rupanya,”

            “Ayo kita cari makan. Kamu pasti belum sarapan kan?”

            “Mas tunggu..” katanya membuatku berbalik menghadapnya. “Itu tadi baik-baik saja kan!”

            “Baik sayang, semuanya baik,” seraya kuusak poninya.  

            Aku raih pergelangan tangannya. Kemudian berjalan perlahan keluar rumah sakit menuju parkiran. Disepanjang jalan, dia hanya diam tidak bersuara. Aku takut sesuatu mengganggu pikirannya.

            “Kamu ingin makan dimana, atau kita order saja dari kantor dan makan bersama dikantorku?” tanyaku memberikan pilihan.

            “Pilihan kedua Mas,” jawabnya.

            “Baiklah kita langsung kembali ke kantor,”

            Hening sejenak antara kami, dia hanya menatap keluar jendela.

            “Bell soal pernikahan kita. Akan diurus oleh orang tua kita. Kita hanya perlu mengahadirinya saja, jadi jaga kesehatanmu jangan sampai kelelahan oke,” ujarku sambil fokus menyetir.

            “Apakah benar pernikahan kita akan diadakan 2 minggu lagi Mas?”

            “Iya sayang, kenapa kamu masih ada kekawatiran?”

            “Itu hanya terlalu mendadak untukku,” Jawabnya seraya menundukkan kepala. Aku yang melihat itu, segera meraih tangannya untuk aku genggam erat.

            “Ada aku bersamamu Bel jangan terlalu dipikirkan oke,” ucapku menenangkannya.

POV Bella.

            Hari-hari berlalu dengan cepat, Rengga semakin perhatian padaku. Walaupun kadang kala memaksa, tapi selain dia juga mengutamakan kenyamananku.

            Huffft tak terasa besok sudah hari pernikahanku. Sudah tiga hari pula aku tidak bertemu dengan Rengga. Karena Ibu yang memaksaku untuk mengambil cuti sebelum menikah.

            Ibu dari hari ke hari mengingatkan untuk perawatan tubuhku. Selalu aku ingat itu, bahkan diapartemenpun aku juga melakukannya.

            Setelah pemeriksaan ke rumah sakit waktu itu. Aku rutin minum vitamin yang diberikan dokter. Walau detailnya aku tidak tahu untuk apa. Tapi sedikit aku mulai paham kegunaan dari vitamin-vitamin tersebut. Mulai dari bentuk payudaraku yang semakin besar. Hingga aku harus mengganti ukuran dalamanku. Pun dengan ukuran bokongku yang semakin besar dan kencang.

            Baiknya vitamin itu tidak mengubah bentuk perutku, yang tetap rata seperti sedia kala. Bahkan setelah kapsul itu habis aku konsumsi. Kini aku harus mengkomsi vitamin yang sama. Dengan jumlah 3 tablet setiap kali minum.

            Meskipun aku terima dengan wajah cemberut, Mas Rengga tetap bilang bahwa itu untuk kesehatanku. Aku hanya berusaha percaya dengan apa yang dia katakan.

.

            Pagi hari aku sudah dibangunkan Ibu, untuk segera bersiap-siap. Setelah segala keriwehan terlewati, aku pandangi diriku didepan cermin. Rasanya tak menyangkan, bahwa aku bisa berubah secantik ini. Hufft bagaimana nanti tanggapan Mas Rengga ya. Lamunanku buyar, tatkala Ibu masuk kedalam kamarku.

            “Waduh anaknya Ibu, sudah cantik rupanya. Ibu hampir nggak ngenalin,” Jelas Ibu sambil terkekeh.

            “Ibu..” jawabku memberengut

            “Sudah-sudah ayo turun kebawah. Rombongan Papa Gilang sudah sampai,” kata Ibu menarikku untuk melangkah bersama.

            Pada acara pernikahan ini, aku memakai kebaya minimalis. Yang katanya kembar sama Mas Rengga. Setelah sampai diruang tengah, aku didudukan bersebelahan dengan Mas Rengga.

            “Sudah siap?” Tanya Ayahku kepada Mas Rengga.

            “Sudah yah,” Kemudian dijabat tangan Mas Rengga erat.

            “Saya nikahkan engkau dengan Arabella Swastika binti Johan Abimanyu dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” suara Ayah terdengar tegas dan mantap.

            “Saya terima nikahnya dan kawinnya Arabella Swastika binti Johan Abimanyu dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,”

            “Bagaimana saksi, sah?”

            “Sah, sah,”

            “Alhamdulillah,”

            Setelah berbagai doa dipanjatkan, Mas Rengga menyematkan cicin ke jari manisku. Pun sama dengan yang aku lakukan. Setelahnya, aku raih tangannya untuk salim. Sebagai takdimku padanya, yang sekarang sudah sah menjadi suamiku. Kemudian dia mencium lama keningku.

            “Kamu begitu cantik sayang,” bisiknya disamping telingaku. Aku tidak bisa menyembunyikan pipi merahku karena malu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status