Haruskah kukatakan jika semesta terlalu baik untuk membuat dua anak manusia tetap tersenyum dalam waktu lama?
***
Pertengahan September, 2018.
Kejadian dua minggu lalu layaknya air yang terkena panas, menguap begitu saja. Meskipun kerap kali wajah itu muncul di benaknya, tetapi terkalahkan dengan banyak tumpukan tugas yang menggunung di sudut meja belajarnya.
Jika dipikir kembali, Fira hanya upik abu yang mengharapkan pangeran berkuda putih. Ia hanya gadis biasa, hidup sederhana bersama seorang ibu yang bekerja sebagai pegawai di sebuah tempat pengiriman barang. Jangan tanyakan ayahnya. Gadis itu bahkan tak tahu ke mana perginya. Hanya menyisakan pertanyaan yang lantas entah kapan terjawabnya-atau mungkin tidak akan pernah terjawab.
Hari itu, di siang yang mataharinya hampir membakar kulit, gadis dengan rambut diikat kuda itu berjalan bersisian dengan lapangan basket. Mata bulat bermanik kecoklatan itu menyisir pandangan ke depan, mencari seorang gadis dengan gaya rambut bob yang katanya akan segera kembali dari toilet.
Sekarang sudah sepuluh menit berlalu, Fira juga sudah lelah berdiri di sana. Sedangkan tempat teduh di pinggir lapangan telah terisi dengan para anak laki-laki yang melepas penat setelah bermain basket atau sekedar bergurau ria.
Fira lanjut berjalan saja. Menyusul April di toilet bukan menjadi pilihannya. Lebih baik kembali ke kelas karena jam istirahat mungkin akan berakhir dalam beberapa menit.
Baru beberapa langkah kakinya mengayun, sentuhan sedikit kuat menyentak bahunya. Lantas, sesosok lelaki berdiri di depannya, dengan rambut cepak, wajah banjir peluh, napas tak beraturan, dan kaus putih yang mencetak bentuk badan akibat keringat. Fira menautkan alis heran sebab tak kenal sosok itu.
"Kamu tau Arya, kan? Tolong kasihin ini, dong," ucapnya dengan napas yang masih tak beraturan. Seperti baru saja berlari mengelilingi sekolah. Tangannya membuat Fira menerima sebotol ukuran sedang air mineral. "Dia di lapangan badminton. Makasih." Kemudian, langkahnya menjauh dari sana dengan cepat.
"Eh—" Tangan gadis itu terulur ke depan hendak menghentikan. Namun, langkah si lelaki sudah telanjur jauh dan mungkin takkan mendengar apa perkataannya lagi. Fira berkedip beberapa kali, semakin bingung.
Netranya bergulir menatap sebotol air mineral di genggaman. Mengapa bukan lelaki itu saja yang memberikan? Bukankah aneh menyuruh orang tak dikenal untuk memberikan hal konyol seperti ini?
Fira menghela napas dengan bola mata memutar. Ngerepotin!
Sudah panas, April tak kunjung kelihatan, dan sekarang ia disuruh mengantarkan air mineral pada seseorang di lapangan bulu tangkis. Sepertinya Fira sedang tidak beruntung hari ini. Yang masih harus disyukuri adalah, lapangannya tidak begitu jauh. Namun, tetap saja terik matahari semakin menyengatnya dari balik seragam putih abu-abu itu.
Tunggu. Arya?
Langkahnya terhenti saat lapangan bulu tangkis sudah dalam pandangan. Ia baru ingat siapa yang akan ditemuinya untuk memberikan sebotol air mineral ini.
Matilah! Fira menggigit bibir dalamnya dengan resah. Apalagi saat mendengar suara shuttlecock dengan raket beradu diiringi dengan suara sorakan pendek. Di lapangan berwarna kehijauan itu, ada dua lelaki bermandi peluh saling bertanding. Aku belum siap buat ketemu lagi.
Balik aja apa, ya?
Fira mengangguk mantap atas pikirannya. Entah harus malu atau canggung, intinya ia masih belum siap jika harus dihadapkan lagi dengan iris segelap dan semisterius danau itu.
Kala pandangannya menyisir lapangan, tak sengaja manik kecoklatannya beradu dengan manik gelap di ujung sana. Shuttlecock yang seharusnya dipukul, malah jatuh mengenai kepala lelaki itu. Ia sampai mengaduh kecil, mengusap ubun-ubun lalu mengutip shuttlecock yang jatuh tepat di depan kaki.
Tanpa sadar, Fira tersenyum humor. Cukup mengejutkan, akibat tatapan itu Arya tak dapat fokus. Teman sebagai lawannya bahkan sampai terbahak lantas menggeleng tak habis pikir. Sejenak, gadis itu melupakan akan hendak pergi.
Akan tetapi, itu tak berlangsung lama. Saat matanya menangkap sosok yang hendak berjalan menuju padanya dengan raket yang berputar di tangan, Fira segera berbalik. Mengingat kembali lantas mengutuk diri akibat tak langsung pergi dan malah menertawakan ketidakfokusan orang lain.
"Tunggu!" pekik lelaki itu.
Ia tak mengindahkan. Semakin berjalan cepat menjauhi tempat kejadian masih dengan menggigit bibir dalam. Fira tak siap.
"Hey!"
Tangannya berhasil dicekal. Fira mau tak mau berhenti melangkah. Lantas lelaki yang dua minggu lalu mengaku bernama Arya itu berdiri di depannya dengan tatapan bingung, tetapi juga mengulas sebuah senyum misterius.
"Tanggung jawab karena udah bikin shuttlecock-nya nggak berhasil dipukul," tandasnya dengan mata menatap pada Fira yang lebih pendek.
"Hah?" Fira berkedip beberapa kali. Apakah itu salahnya jika lelaki itu kejatuhan shuttlecock?
Tawa lantas mengudara. Bahu Arya sampai bergetar. Fira hanya menatap saat tiba-tiba seluruh dunia rasanya mengabur dan hanya ada Arya sebagai objek fokus. Gadis itu menggeleng kuat setelahnya.
"Bercanda," katanya di ujung tawa. "Btw, kenapa buru-buru?"
Fira membelalak sebentar, bingung hendak berkata apa. Bisakah ia mengatakan bahwa sebenarnya Fira tidak siap bertemu lagi dengan Arya. Ditatap penuh tanya begitu saja rasanya jantung Fira hampir meninggalkan tempatnya.
"Em ... itu ...." Lidahnya terasa keluh. Namun, lekas netranya bergulir pada benda di tangan lalu memberikan pada Arya. "Ini. Tadi ada cowok yang nyuruh kasih ke kamu."
Lelaki itu tampak menatap sebotol air mineral di tangannya dengan bingung. Lantas matanya kembali menatap Fira yang semakin gugup. "Dari dia atau emang kamu yang pengen kasih?"
Sudah panas, semakin panas saja saat kalimat itu meluncur. Fira tidak tahu bagaimana warna wajahnya saat ini. Semoga saja tidak memalukan. Sebab, jujur saja itu mengetuk dengan keras dada yang sesungguhnya sudah tidak stabil sejak berdiri di sini.
Lagi, Arya tertawa. Sudah jelas bahwa ucapannya adalah candaan semata. Seperti tidak mengetahui saja jika Fira sudah menahan mati-matian efek godaan yang lelaki itu berikan padanya. Wajah gadis itu bertambah panas. Ia hampir kehilangan oksigen.
"Kalau gitu, aku duluan, ya. Waktu istirahat udah mau habis soalnya." Fira tak beralibi, itu alasan sebenarnya sebelum ia pergi ke tempat ini.
"Eh!"
Sesaat setelah memutar tumit, kepala Fira menoleh pada panggilan itu. Arya tersenyum lalu menaikkan sebotol air mineral di tangannya yang tadi diberikan gadis itu. "Makasih, ya!"
Fira mengangguk lantas tersenyum canggung. Namun, urung berbalik sebab Arya seperti hendak mengatakan sesuatu. Ia menunggu.
Dilihatnya jika Arya mengusap tengkuknya dengan senyum canggung. Menatap lagi Fira yang masih menunggu. "Nama kamu?"
Fira menimbang-nimbang haruskah ia memberi tahu atau tidak. Gantian Arya yang menunggu. Sayangnya, gadis itu hanya memberikan ulasan senyum yang berarti tak memberi tahu. Meninggalkan Arya yang masih berdiri di tempatnya dengan sebotol air mineral serta decakan pelan akibat tak mendapat jawaban.
Keduanya sama-sama tak mengetahui jika semesta menyiapkan hal yang lebih besar dari sekedar nama dan pertemuan konyol berbuah senyum canggung.
Juni, 2025.Di satu waktu, di lengang tempat yang dipenuhi orang-orang saling bercengkerama, seseorang pernah berkata kalau tidak ada akhir bahagia untuk siapa pun juga, semua tetap akan berakhir pada satu tempat, tanah.Dia berkata sembari tertawa ringan, tanpa beban. Padahal kita semua mengetahui bahwa tiap-tiap manusia pasti akan selalu mencari bahagia di sepanjang hidupnya. Jadi, kalau nanti memang sudah waktunya untuk pergi dari dunia, ada rasa tenang ketika tubuh memang benar-benar menyentuh tanah.Kesimpulannya semua memang tidak ada yang akan berakhir mengembirakan, tetapi pasti ada banyak persimpangan jalan yang menyediakan bahagia setelah menempuh terlalu banyak rintangan.Tiga tahun lalu, ketika Arya dan Fira saling berbagi peluk dan tangis haru sebab restu semesta berakhir menjadi temu, kedua insan itu tahu jika bahagia di situ bukanlah bahagia yang paling akhir yang b
Juni, 2022.Jemari di genggaman tangan itu terasa dingin dan bergetar. Lorong panjang yang kebanyakan terbuat dari kaca tebal, nyatanya malah membubuhkan terlampau banyak kegelisahan dan gugup di satu waktu yang singkat. Arya Alvaro tahu sendiri, tindakannya untuk kembali ke London terburu-buru bukanlah hal yang pasti akan berakhir baik. Namun, menunda waktu lebih banyak lagi bukan berarti akan menunda hal-hal buruk lainnya.Langkah seseorang di belakangnya berhenti mengayun, mau tak mau memaksa laki-laki itu juga menghentikan langkah. Mereka hanya tinggal sedikit lagi saja, terhalang sebuah pintu kaca, menjemput restu semesta katanya. Akan tetapi, begitu tumitnya berbalik menghadap gadis berkucir itu, Arya merasa kalau kalut sedang membaur bersama dinginnya gugup yang semakin tak keruan saja.Zhafira Freya berdiri memaku di tempat, bahunya merosot sedikit, sepasang mata bermanik kecokelatan itu j
April - Mei 2022.Langkah yang menjejak pelan mencumbui ubin kayu dengan ritme konstan. Hampir sampai, tetapi kakinya berhenti mengayun tepat di penghujung belokan. Dengan pandangan menunduk, laki-laki itu menatap segenggam kamboja di tangan sembari memangku wajah kelewat riang.Begitu banyak yang terjadi dalam berbulan terakhir. Sejujurnya, Arya tidak tahu bagaimana atau dari mana harus memperbaiki. Berjibun keping hati yang mesti dipasang kembali. Dan di sini Arya menapakkan kaki saat ini, berdiri di ujung lorong dengan asa untuk dapat mencoba mencuri hati lagi."Kamu ngapain di sini, Ya?"Segenggam kamboja buru-buru disembunyikan. Arya tidak punya pilihan lain selain saku celananya sendiri. Sore yang berangin hampir merangkak naik dan laki-laki itu sudah ketahuan meski belum mencuri.Arya Alvaro berdeham singk
April, 2022.Manusia adalah salah satu dari sekian banyak makhluk Tuhan yang aneh. Namun, menurut Arya, manusia tidak aneh. Sama seperti anasir pada umumnya, mereka hanya istimewa. Barangkali disebabkan punya macam-macam perasaan yang hampir sebagian besar berdasarkan pengendalian hati dan pikiran.Hari itu, cuaca berselimut panas menyengat. Bahkan angin yang bertiup saja malah menghantarkan gerah tak main-main. Di sana, di sebuah titik di mana Arya melihat suatu hal yang membuatnya kembali dilanda iri. Ketika langkah-langkah dijejak agak gegabah menuju meja bundar yang terbuat dari semen serta bangku yang terbuat dari kayu akasia, ia merasa sedang sesak napas. Bukan sebab rasa gembira yang terlukis di wajah Randi ketika menyapa teman satu jurusannya, tetapi sebab mimpi yang sedang berusaha dibangun di atas meja bundar itu.Instruktur bangunan dengan banyak lantai, barangkali sebuah perkantoran, a
April, 2022.Ketika pertama kali bersemuka dengan gadis bernama Laura Cecilia--di hari ketika langit yang cerah terlampau cepat berubah mendung, serta momen saat kamboja yang rajin ia siangi dan sirami ternyata berakhir mati--Fira tidak membenci atau berpikir akan bersikap antipati kepadanya.Tidak pula di hari itu kala akhirnya ia menampakkan diri, melangkah terlampau anggun di atas rerumputan menuju satu-satunya pohon pinus yang umurnya sudah tua. Setelah sekian lama gosip tak mengenakkan tentang Fira menyebar, gadis setengah Eropa itu menggentaskan untuk duduk bersila bersama Arya dan Fira yang hampir perang dingin di depan kolam ikan yang ganggang hijaunya tak pernah dibersihkan.Mengingat apa saja yang telah Fira lewati, ia berhak untuk marah, benci, atau mengobarkan macam-macam emosi yang menggerogoti sebab janji yang berakhir teringkari. Kalau dipikir, Laura berhak menerima amarah Fira kare
but forgetting someonemay not be as simple as you'd imagine.to get you off my mindis not the same as just hitting delete.i need some timefor the wound to heal a bit.[1]***Maret - April 2022."Fira!" pekik seseorang dari kejauhan. Lantas kemudian, dengan cepat derap-derap langkah yang mencumbui paving block terdengar mendekat. "Fira ..., tunggu." Itu katanya ketika setelah berhenti berlari, memegangi pinggang, dan berusaha mengatur napas yang berantakan.Zhafira Freya mengembuskan napas terlalu panjang dan berat. Ia pusing sebab semalam mengerjakan tugas-tugas dengan tenggat mendadak dan belum cukup tidur. Ia pening dan laki-laki di depannya ini pasti akan berusaha mengacaukan hat