Share

Bab 4

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2022-09-25 16:08:23

"Seraaa ...!"

"Ya, Bu ..."

"Kamu kemana aja, sih? Ibu laper. Pusing kepala liat rumah berantakan. Anak-anaknya Lastri itu nakal-nakal banget." Ibu yang baru bangun tidur berjalan keluar kamar menghampiriku.

"Rumah sudah aku rapikan, Bu. Ibu sabar ya. Masakan sebentar lagi matang."

"Dasar si Lastri seenaknya aja nitip anaknya disini," gumam ibu.

Sungguh uniknya ibu mertuaku ini. Jika di depan Mbak Lastri pasti tidak akan berani  bicara seperti itu. Justru sebaliknya.

Tapi walau bagaimanapun juga. Aku tetap harus  menyayangi dan menghormati beliau.

Setelah selesai memasak, aku mengajak ibu untuk makan bersama di meja makan. Ibu mertuaku itu pasti sudah sangat lapar. 

"Bu ... Ibu ..." Terdengar teriakan Mbak Lastri dari luar.

"Kalau masuk ke rumah itu ucapkan salam. Jangan malah teriak-teriak," gumamku seraya menikmati makan siang yang masih hangat.

"Hey, ini rumahku. Suka-suka aku dong. Kamu cuma numpang di sini. Nggak usah ngatur," ketus Mbak Lastri sambil melotot ke arahku.

"Santai, Mbak. Itu muka udah serem jangan di serem-seremin lagi," jawabku tenang tanpa menoleh lagi padanya.

"Eeh ... Lastri, Joko. Ayo sini makan sekalian," sambut ibu yang juga sedang makan bersamaku.

"Nggak usah, Bu. Lastri buru-buru mau pergi arisan. Ini mau ambil anak-anak," jawab Mbak Lastri sambil melangkah ke dapur.

Eh, Kok tumben. Biasanya nyari gratisan melulu. Alhamdulilah masakanku aman.

Tidak lama kemudian Mbak Lastri muncul dari dapur dengan membawa beberapa lembar plastik kiloan.

"Itu plastik untuk apa, Mbak? tanyaku dengan kecurigaan yang meronta-ronta.

"Buat bungkus lauk sama nasi. Nanti aku makan di rumah aja," jawabnya seraya membungkus lauk di meja tanpa perasaan.

Karena jelas-jelas ibu dan aku masih makan.

Tapi meja sudah ia bersihkan, lauknya.

Terdengar ibu membuang napas dengan kasar. Aku lirik beliau dengan sudut mataku. Tidak ada senyum seperti ketika Mbak Lastri datang tadi. Ibu pasti kesal melihat kelakuan anak tertuanya itu. Namun entah mengapa beliau tak pernah bisa untuk menegur mereka.

Untung saja aku sudah antisipasi, memisahkan lauk untuk Giska dan Mas Agung makan malam nanti.

Setelah puas membungkus nasi dan lauk pauk di meja hingga tak bersisa, Mbak Lastri dan anak-anaknya pamit pulang. Ibu hanya menatap kepergian mereka dengan wajah tak menentu. Selama ini Ibu selalu membela anak-anaknya di depanku. Jadi ibu tak akan pernah mengungkapkan kekesalannya terhadap Mbak Lastri, di depanku. Namun jelas terlihat raut marah bercampur sedih dari wajah yang sudah tak muda itu.

-----

Malam sudah larut. Ibu dan Giska sudah terlelap. Tapi Mas Agung belum juga pulang. Aku coba hubungi ponselnya, tapi  tidak aktif.

Lagi-lagi terbayang wajah si Yuyun. Aku coba membuka profile kontak pelakor itu. Masih foto tulisan kaligrafi.

Aku cek statusnya di aplikasi warna hijau, Betapa terkejutnya aku melihat ada foto suamiku sendiri disana, dengan caption 'jadikan aku yang pertama' , entah apa maksudnya.

Mas Agung memang tampan. Wajahnya yang  berahang tegas, mata sedikit sipit dan rambut ikal. Dengan jambang yang tumbuh di sekitar pipi dan dagu, membuat wajahnya semakin menawan. Tidak menutup kemungkinan para wanita diluar sana akan menggodanya. Apalagi Mas Agung saat ini cukup beruntung. Hanya sebagai lulusan Sekolah Menengah Atas, bisa menjadi manager di kantor. Tentu saja ini ada campur tangan Om Beni. Walau aku yakin jabatan yang didapat Mas Agung bukan karena cara kerjanya yang bagus.

Lagi-lagi aku melihat status di kontak si Yuyun.

Huh ! Dasar pelakor nggak tau malu. Pasang status kok foto suami orang. Apa jangan-jangan mereka sedang jalan bareng?

Menjelang tengah malam Mas Agung baru saja pulang.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Malam sekali, Mas."

Tanpa menjawab, Mas agung masuk dan langsung membersihkan diri.

Aku mencoba sabar untuk mendengar penjelasannya.

"Mau aku siapin makan?"

Ia menggeleng.

"Aku capek. Seharian meeting di luar. Aku Mau istirahat," ujarnya, lantas naik ke pembaringan.

Aku mengernyitkan dahi. Apa benar ada meeting hingga larut malam begini. Rasanya tidak mungkin.

Terdengar dengkuran halus Mas Agung. Pertanda ia sudah pulas.

Perlahan aku membuka ponselnya. Sayangnya terkunci. Ini mencurigakan. Karena sebelumnya ia tidak pernah pakai angka sandi. Suamiku ini sangat pelupa untuk hal-hal demikian.

Tiba-tiba ada notifikasi pesan masuk. Walau tidak bisa di buka, tapi terlihat nama si pengirim pesan dengan nama Yuyun. Sepertinya mereka sebelumnya saling berkirim pesan. Atau malah mereka baru saja bertemu?

Karena rasa penasaranku yang begitu membara, aku mencoba terus membuka ponsel suamiku. Namun angka sandi apapun tidak berhasil. Dari mencoba tanggal ulang tahun Giska, aku dan Mas  Agung. Tidak ada yang berhasil.

Aku coba mengirim pesan ke Dido.

[Do, lo tahu tanggal  lahirnya Yuyun nggak?]

Lama tidak dibalas. Akhirnya aku mencoba melakukan panggilan ke ponsel Dido berkali-kali. Dan akhirnya  pesanku di balasnya.

[Lo gila! Tengah malam telphon gue cuma buat nanyain gituan]

[Gue pecat lo ! Ngatain CEO gila. Udah buruan cari tahu! ]

Aku ngakak guling-guling, puas ngerjain Dido.

Tak lama pesan dari Dido masuk. Ia memberikan tanggal itu.

A-apa?? Tanggal delapan Mei? Berarti hari ini dong.

Yuyun hari ini berulang tahun?

Tanpa menunggu lama aku mencoba membuka kunci ponsel Mas Agung.

Ternyata ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (28)
goodnovel comment avatar
Yustien Ekowati
keren sekali ......
goodnovel comment avatar
Intan P.
mas agung ngak selingkuh mungkin judi online wkwk
goodnovel comment avatar
Hanifah Endrastyowati
bikin penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 254

    Wajah Arnold dan Elena menegang melihat sang dokter berdiri di ambang pintu. "Bagaimana, Dok?" Elena pun tak sabar mendengar kondisi Ida dan bayinya. "Selamat, Pak. Anak Bapak perempuan dan sehat," ujar dokter wanita itu hingga Arnold dan Elena bernapas lega untuk sesaat. Namun wajah sepasang suami istri itu masih cemas karena belum mendengar bagaimana kondisi Ida. "Bagaimana kondisi ibunya, Dok?" tanya Arnold gemetar. "Bapak suaminya?" Sang dokter memandang intens pada Arnold. "Iy-iyyaa, Dok." Arnold tergagap merasa bersalah karena tidak pernah menemani Ida periksa ke rumah sakit. "Pak, kondisi Bu Ida saat ini ... kritis. Pendarahannya masih berusaha kita hentikan. Mohon bantu doa!" Arnold terhenyak setelah mendengar ucapan dokter. Ia tidak bisa bicara apapun hingga dokter itu berbalik meninggalkan dia dan Elena di ruang tunggu. "Ya Tuhan, suami macam apa aku ini. Elena ... Elena ... Ida kritis. Aku harus bagaimana?" Arnold mengguncang-guncangkan tubuh Elena. Ia tampak frus

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab. 253

    "Ida, kamu baik-baik saja, kan? Apa Arnold mengurusmu dengan baik?" Tanya Elena panik ketika Ida menghubunginya. Suara Ida terdengar serak dan parau hingga Elena merasa khawatir. "Kak, kapan kak Elena kembali ke Indonesia? Aku ingin Kak Elena ada di sini saat aku melahirkan." "Loh, memangnya Arnold kemana? Apa dia masih nggak peduli sama kamu?" Elena makin cemas. Selama ini ia memang jarang sekali menerima panggilan dari Arnold, kecuali ada masalah kantor yang harus mereka bicarakan. "Bang Arnold ... katanya sangat sibuk dengan pekerjaannya, Kak." Elena menghela napas kasar. Dari suara Ida yang ia dengar, ia mendugaa adik madunya itu sedang dalam masalah. Tapi sepertinya wanita yang sedang hamil tua itu masih menutupinya. "Baiklah, Ida. Aku akan selesaikan pekerjaanku di sini. Aku usahakan secepatnya kembali sebelum kamu melahirkan. Kamu dan bayimu harus sehat, oke?" "Terima kasih, Kak. Terima kasih!" Setelah menutup panggilan dari Ida, Elena mengirim pesan pada Arnold agar su

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 252

    Serani kembali memekik saat tiba-tiba saja tubuhnya telah melayang karana diangkat oleh Pras. Kedua tangan kokoh suaminya itu menggendongnya ala bridal menuju sebuah ranjang berukuran sangat luas. Ranjang cantik itu dikelilingi kelambu tipis namun indah, serta taburan kelopak bunga mawar yang mengeluarkan aroma harum semerbak pada kamar itu. "Dokter bilang, kita sudah boleh ..., ehm jadi ... boleh, kan?" Pras membaringkan tubuh Serani perlahan di atas pembaringan yang begitu mewah dan nyaman. Sera tersenyum dengan wajah bersemu kemerahan saat pras sudah berada di atasnya. Wajah pria itu begitu dekat dengannya. "Aku juga rindu, Pras!" Wanita cantik itu mengalungkan kedua tangannya pada leher Pras, hingga pria itu tak lagi bisa menunggu. Ia pun mulai memberikan kecupan demi kecupan pada wajah Serani. Hingga kecupan itu berlanjut menjadi lumatan dan sesapan pada bibir Sera yang telah membuatnya candu. Entah siapa yang memulainya lebih dulu, beberapa menit kemudian keduanya telah mele

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 251

    "Sayang, sudah bangun?" Pras membelai wajah Sera. Istrinya itu mengerjap karena baru saja terjaga dari tidurnya. Sera memiringkan tubuhnya menghadap pada Pras. "Sudah pukul berapa, Pras?" "Pukul enam pagi. Kita jadi ke kantor, kan hari ini? Sera pun bangkit. "Tentu, Pras. Kamu juga mulai ke kantor, kan?" "Ya, Sayang. Oh ya, bagaiman stok ASI baby Raja? Apa sudah cukup?" "Lebih dari cukup," sahut Sera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Diam-diam Pras menyusul Sera ke kamar mandi yang ternyata memang tidak dikunci. Sera sepertinya lupa, karena sejak setelah melahirkan Raja, Sera selalu tak lupa mengunci pintu. "Praaass ...!" Sera memekik melihat Pras sudah berdiri di belakangnya, sementara ia baru saja melepaskan seluruh pakaiannya. Jantung Pras berdebar melihat tubuh polos istrinya yang hampir dua bulan tidak ia sentuh. Pagi ini Pras memberanikan diri mendekati Sera setelah sore kemarin dokter mengatakan bahwa Sera telah pulih. Istrinya itu juga telah melewati mas

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 250

    "Abang, kita pulang sekarang?" Ida duduk di atas brankar. Jarum infus di tangannya baru saja dilepas. Wajah wanita itu masih terlihat pucat. "Sebentar!" Jawaban singkat dan tanpa menoleh dari Arnold lagi-lagi membuat Ida harus menarik napas panjang, guna menghalau rasa nyeri yang terus menderanya. Sejak kepergian Elena tadi, Ida melihat Arnold bolak balik mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya. Ia menduga. Arnold mencoba menghubungi Elena tapi wanita itu tidak mengangkatnya. Ida hanya diam menunggu Arnold yang masih mondar-mandir di depannya. Tiur yang berjanji akan datang lagi ternyata tidak jadi kembali. "Ya sudah, ayo kita pulang. Kamu bisa jalan, kan?" Arnold hanya memandangi Ida yang sedang berusaha turun dari brankar dengan tubuh yang lemah. "Permisi, Bu Ida pakai kursi roda ini saja. Tubuhnya masih sangat lemah." Seorang petugas UGD menyodorkan sebuah kursi roda. Ida yang sudah berdiri di tepi brankar perlahan duduk di kursi roda itu. Lalu petugas itu mendorong kurs

  • Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku   Bab 249

    "Ya, Sekali lagi selamat atas kehamilan istri Bapak. Sore ini pasien boleh pulang setelah hasil observasi bagus." Arnold hanya mengangguk mendengar penjelasan dokter. Ia masih terdiam hingga dokter yang memeriksa Ida kembali ke ruangannya. Apa yang barusan ia dengar sungguh diluar dugaannya. "B-baang. Apa Abang tidak suka aku hamil?" tanya Ida dengan suara parau. Dadanya sesak karena tidak menemukan sedikitpun kebahagian di wajah Arnold setelah mendengar kehamilannya. Ia justru melihat Arnold bingung dan terkejut. Ida mencoba menekan rasa sedih dan kecewa yang ia rasakan. "Apa karena bukan Kak Elena yang hamil?" tanya Ida lagi. Kali ini ia berusaha lebih kuat untuk mendengar jawaban dari Arnold. "Sudahlah, jangan pikir macam-macam. Mamak dan bapak pasti senang. Aku ke depan dulu." Arnol pun meninggalkan Ida menuju ruang tunggu yang berada di depan UGD. "Hanya mamak dan bapak yang senang. Bang Arnold tidak." Ida menekan dadanya yang terasa penuh sesak. Berusaha agar air matanya tid

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status