Share

Bab 5

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2022-12-28 13:54:41

Seandainya aku memberikan jawaban iya pada papa. Apa aku harus bilang juga pada Mas Danu, bahwa aku hendak terapi ke luar negeri?

Aku ingin Mas Danu dan Syakila terkejut saat mendengar suara indahku nanti. Sebaiknya dirahasiakan saja dulu.

Dadaku masih terasa sesak menjadi wanita kedua, apalagi hanya menjadi batu loncatan. Harta lah yang menjadi incaran mereka, itu yang sebenarnya sangat menyakitkan. Ketulusan hati tidak ada secuil pun dalam diri mereka.

[Aku mau, Pah. Tapi, aku ingin pastikan kedua insan tersebut juga tidak akan berduaan selama aku pergi. Papa bisa memberikan tugas pada Mas Danu keluar negeri juga, dengan negara yang berbeda.]

Balasan pesan yang aku ketik tanpa sepengetahuan Syakila. Ia sedang ke toilet saat ini. Ternyata ponsel Syakila pun ia tinggal. Aku melirik ke layar ponsel yang menyala, tidak sengaja melihat pesan dari Mas Danu dari layar jendela.

[Sayang, nanti malam pulang dari kantor aku ke rumah. Jangan lupa pakai lingerie yang aku belikan kemarin.]

Deg!

Dadaku berdebar hebat. Sesak rasanya napas ini, melihat isi pesan yang berada di layar pembuka ponsel milik Syakila. Aku tahan air mata ini untuk tidak menangis di depan Syakila.

Fokus kembali pada ponselku, yang mendapatkan notifikasi balasan pesan dari papa. Sebaiknya aku minta tolong papa hari ini juga mengirim Mas Danu ke luar negeri. Tidak tanggung-tanggung, kalau hanya ke luar kota, Syakila akan mudah sekali untuk menyusul suaminya.

[Papa setuju dengan ide kamu, Fika. Anak papa pintar.]

[Pah, sebaiknya hari ini juga papa perintahkan Mas Danu untuk ke luar negeri. Rencana malam ini mereka akan bersenggama. Aku tidak ingin itu terjadi.]

[Siap, pokoknya untuk anak papa, apa sih yang enggak.]

[Terimakasih, Pah. Telah menjadi orang yang paling menyayangiku.]

Setelah menunggu Syakila lama sambil berkomunikasi dengan papa melalui pesan pada aplikasi berwarna hijau, akhirnya ia keluar juga dari toilet. Ya, untuk mencari tahu kebenaran semuanya, aku masih memerlukan beberapa bukti kuat. Saat nanti menguak kebusukannya. Tidak akan ada permainan lagi yang tersisa.

"Syakila, aku ingin bermalam di rumahmu, boleh?" tanyaku melalui gerakan tangan. Syakila tampak terkejut atas keinginan aku yang ingin bermalam di rumahnya malam ini. Dahinya kelihatan dikerutkan.

"Kamu tidak salah, ingin menginap di rumahku yang kecil?" tanya Syakila mendekat. Ya, karena sejak kuliah dulu. Belum pernah lagi aku ke rumahnya.

"Iya, aku ingin nginap di rumahmu. Kita tidur berdua, terus ngobrol-ngobrol," sahutku sambil memperagakan gerakan demi gerakan.

Semoga ada secuil bukti untuk bisa aku simpan. Mengenai mobil yang telah aku berikan untuk Syakila, pantang rasanya memintanya kembali. Namun, setidaknya, aku akan memerintahkan seseorang untuk menghancurkan mobil itu segera. Tidak rela juga melihat seorang penjilat yang memakai segala cara untuk mendapatkan keinginannya.

Syakila menatapku, ia tampak heran dengan sikapku yang aneh pada hari ini.

"Fika, kamu ada apa sih? Kenapa aneh sekali hari ini? Apa sedang ada masalah dengan Mas Danu?" tanya Syakila membuatku gantian menyorot matanya. Tidak aku sangka, ia bisa amat peka terhadap tingkahku saat ini.

"Tidak, aku hanya ingin diperhatikan kamu, sahabatku. Sudah lama kita tidak bersenda gurau," ungkapku dengan senyuman dan gerakan tangan ini. Suaraku juga masih meraung-raung. Tidak selembut Syakila, wanita normal.

"Kamu jangan khawatir, aku tidak akan berubah. Tetap menjadi sahabatmu. Meskipun kamu telah menikah, dan aku akan menikah nantinya," sahut Syakila sembari membelai pipiku.

Inilah yang membuatku tidak pernah mencurigai Syakila sedikit pun. Sebab, perlakuannya terhadapku teramat sempurna. Bagaikan ibu sambung yang baik hati. Syakila menggenggam erat tanganku dan tersibak senyuman di hadapan wajah yang terlihat polos itu.

'Saat ini, mungkin kamu masih mengira aku tidak tahu apa-apa dan saat ini mungkin kamu masih menilaiku wanita bodoh yang bisa dijadikan boneka,' batinku berkata sambil menyipitkan mata.

Kami bergegas berangkat ke rumah Syakila, dengan menggunakan mobilnya yang pernah aku berikan kepada wanita culas itu. Dengan kecepatan yang sedang, ia membawaku ke rumahnya. Tanpa menyadari bahwa ini adalah trik untuk mendapatkan bukti yang sebenarnya kucari, tentang ia adalah istri pertama dari Mas Danu.

Tidak jauh memang rumah Syakila, hanya memakan waktu setengah jam untuk sampai ke rumahnya. Setibanya di depan rumah, aku terkejut melihatnya, kini rumah Syakila bak istana megah.

Aku memperhatikan dari atas hingga ke bawah. Rumah yang sepertinya baru direnovasi beberapa bulan lalu. Sebab bau cat masih tercium melekat di hidung ini.

"Rumahmu, baru saja renovasi?" tanyaku sambil menunjuk ke arah rumah Syakila yang berwarna chat kuning itu. Warna kesukaan Syakila sama persis dengan Mas Danu. Kalau itu, aku mengetahuinya sejak lama sekali. Namun, tidak ada rasa curiga sama sekali.

"Iya, calon suamiku yang membantu dananya," ucap Syakila dengan bangga. Lalu kami masuk ke dalam. Tidak ada siapa pun yang huni. Ya, karena Syakila memang sejak lama tinggal sendiri. Orang tuanya di kampung halaman.

Dengan pelan aku melangkahkan kaki ini satu demi satu, aku menoleh kanan dan kiri dinding rumah. Siapa tahu ada foto yang terpampang di dinding rumah Syakila. Namun, ternyata dinding masih kosong melompong.

Rumah yang Mas Danu bangun, untuk singgah saat ia sedang membutuhkan belaian dari istri pertamanya. Ya, pasti ia ke sini tiap hari. Sebab sesungguhnya pulang ke rumahku hanya untuk mengelabuhi saja.

"Rumahmu masih kosong, tidak ada foto yang terpampang?" tanyaku dengan bahasa isyarat. Rumahnya masih sepi parabot. Apa ada di gudang semua ya? Aku jadi bertanya-tanya sendirian.

"Baru sebulan rapi, aku belum sempat merapikan kembali pada tempatnya. Nanti saja, nunggu calon suamiku pulang dari luar negeri," jawabnya. Lalu aku mengangguk, dan mencari kamar tempat kami akan tidur bersama.

"Ini kamarmu? Besar sekali, lebih besar dari kamar milikku! Pasti calon suamimu orang kaya, kan?" tanyaku saat sudah berada di kamar Syakila. Benar-benar besar dan sangat bagus. Pasti Mas Danu meminta orang untuk menatanya.

"Iya, sudah malam. Kita langsung tidur yuk!" ujar Syakila. Padahal baru jam delapan malam. Apa Mas Danu sebentar lagi datang? Tapi setahuku papa sudah menugaskan ia ke luar negeri. Tidak mungkin lah Mas Danu sempat ke sini.

Aku tatap benda pipih di tangan ini, melihat pesan masuk dari papa juga Mas Danu.

[Fika, maaf Papa tadi lupa memberitahu kamu, bahwa Danu baru bisa ke luar negeri besok pagi, karena terkendala paspornya]

Pantas saja Syakila menyuruhku cepat tidur, rupanya Mas Danu akan tetap datang ke sini. Besar juga nyali mereka. Aku pun melanjutkan untuk membaca pesan dari Mas Danu.

[Fika, Sayang, kata Syakila kamu akan bermalam di rumahnya? Aku ikut bermalam di sana, ya. Agar kita bisa melewatkan malam ini bersama, meskipun di rumah Syakila, nanti kita minta pisah kamar saja. Soalnya besok aku berangkat ke luar negeri pagi-pagi. Kamu pasti tidak akan melewatinya, kan?]

Seketika hati ini mencelos dan geram dibuatnya. 'Memang aku bodoh, Mas? Aku tahu tujuanmu ikut bermalam di sini. Agar bisa melakukan hubungan suami istri kepada dua istri sekaligus. Dengan berpindah-pindah kamar pastinya. Enak saja, itu takkan pernah terjadi,' ancamku di dalam hati.

_________

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 54. Akhir Kebahagiaan Fika

    Seorang pria berhasil membawa maling tersebut bersama dengan Ari dan Haris. Mereka berdua diseret ke mobil dan diperintahkan masuk olehnya."Udah jebloskan aja ke penjara, kalau sudah berani kabur sih artinya sangat berani," ucap Haris.Kemudian, kami memutuskan untuk membuat laporan ke kantor polisi atas penjambretan tadi. Namun, sebelumnya, aku menghubungi papa melalui pesan singkat untuk sekadar memberikan informasi padanya.[Pah, aku ke kantor polisi ya. Ada jambret tadi.]Setelah mengirimkan pesan, aku duduk kembali ke mobil dan menuju kantor polisi.***Setibanya di kantor polisi dan selesai membuat laporan, pihak kepolisian pun sangat berterima kasih terhadap kami, sebab ternyata orang yang menjambret adalah buronan. Jadi ini justru sangat memudahkan kami juga dalam membuat laporan."Ayo, Fik, pulang!" ajak Haris. "Ri, kami pamit, terima kasih bantuannya, sudah membantu menangkap maling tadi.""Iya, sama-sama. Kalian hati-hati," ucap Ari sembari meninggalkan kami yang masih mem

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 53. Detik-detik Ending

    Kemudian Tante Siska membicarakan perihal dokter yang memanggil Mas Danu dan dirinya. Ia bilang bahwa Syakila menitip pesan pada dokter, bahwa akan mendonorkan matanya untukku.Lagi-lagi ini hal yang tidak masuk akal, Syakila tengah memperjuangkan hidupnya tapi ia malah ingin menyerahkan matanya untukku.Aku terharu mendengarnya, sekaligus ingin menolak apa yang menjadi niat baik Syakila."Maaf Tante aku tolak mentah-mentah, ini tidak adil jika aku menyetujuinya," ucapku dengan tegas.Aku pun meminta apa-apa untuk melarang Tante Siska membujukku. Ini semua demi kebaikan bersama, seharusnya Syakila juga sembuh, bukan malah ingin mendonorkan matanya untukku."Tante paham betul, tapi ini keinginan Syakila," jawab Tante Siska lagi."Aku tolak, Tante," ucapku lagi."Kenapa tolak?" tanya Tante Siska.Aku hanya menggelengkan kepala dan tidak berkomentar apa-apa lagi."Baiklah, tapi Syakila sudah meninggal dunia, Fika," ucap Tante Siska membuatku spontan melotot. Mata ini benar-benar membuka l

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 52

    Mereka semua berhamburan keluar. Hanya aku yang tersisa di dalam. Papa pun ikut karena aku yang menyuruhnya.Aku merebahkan tubuh sambil menunggu kedatangan mereka. Dalam hati kecil ini berharap ada kabar baik yang dokter katakan pada mereka semua.Kecemasan yang aku alami memang terbilang berlebihan, Syakila bukan siapa-siapa, hanya seorang sahabat yang pernah menghancurkan hidupku. Namun, justru saat ini aku menginginkan dia bisa bertahan hidup.Selang beberapa menit kemudian, papa datang bersama dengan Haris dan Ari. Namun, tidak dengan Tante Siska juga Mas Danu, ia masih menemani Syakila. Setidaknya bukan kabar buruk yang aku terima, sebab tidak ada yang papa ucapkan saat mereka masuk ke dalam ruangan."Kok cepat? Nggak ada sepuluh menit," tanyaku seakan menyecar."Iya, Syakila tadi sadar, dan dokter ingin bicara dengan Danu dan Siska," kata papa sambil menarik kursi lalu duduk di dekatku."Syukurlah, ternyata Syakila masih berjuang untuk hidup," timpalku dengan disertai helaan na

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 51

    Dikarenakan teriakan Kau sangat kencang, Papa yang tadi berada di luar pun panik dan masuk ke dalam.Begitu juga dengan Haris dan Ari yang masuk mengekor di belakang papa."Ada apa, Fika? Kenapa kamu teriak?" tanya papa."Tadi aku dengar di kamar mandi suara kran mengalir, Pah, Aku takut Coba lihat ke sana!" Aku ketakutan sambil memegang selimut dan meremasnya."Aku akan melihat!" Itu suara Haris ia yang bersedia memantau toilet.Berselang kemudian Haris pun datang. "Nggak ada siapa-siapa dan kran pun masih tertutup." Ucapannya membuatku terdiam.Telingaku ini sudah berfungsi kembali seperti orang normal. Tadi jelas-jelas aku mendengar suara air mengalir dari keran kamar mandi."Mungkin kamu lelah, Fika, lebih baik kamu tidur ya, jangan mikirin macam-macam. Apalagi halusinasi tentang Syakila lagi, doakan aja dia mendapatkan yang terbaik untuk kesembuhannya," pesan papa.Kemungkinan besar halusinasiku ini terjadi karena terlalu takut. Ya, aku merasa sebagai penyebab kehancuran Syakila.

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 50

    "Tapi, Syakila di ruangan ICU, Fik," ucap Haris."Iya, katanya kritis lagi," susul Ari."Jadi aku halusinasi?" Aku bertanya sambil menutup seluruh wajah dengan kedua telapak tangan."Fika, kamu istirahat ya, jangan sampai cemas berlebihan hingga membuat kamu jadi berpikiran tentang Syakila," tambah papa.Aku terdiam, bukankah ada suaranya tadi? Ya, suara raungan wanita bisu. Aku dapat mengetahuinya, sebab pernah berada di posisi Syakila dulu. "Aku yakin itu Syakila, apa dia ingin bicara denganku?" "Fika, biar aku dan Ari yang lihat kondisi Syakila ya," pesan Haris.Aku mengangguk senang, senyumku melebar ketika ia melakukan hal itu. Sebab, memang dari tadi aku menunggunya menawarkan diri setelah aku suruh.Setelah mereka pergi, aku pun ditemani papa. Ia duduk di sebelahku sambil mengusap lembut jari jemari ini."Kamu itu lelah, kepikiran sana sini, jadilah mikirin Syakila lagi, padahal sudah tidak ada yang perlu kamu cemaskan, dia sudah ditangani oleh dokter, Papa rasa dokter juga p

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 49

    Aku merasa ini semua tidak adil jika harus kehilangan indera yang sangat penting, yaitu penglihatan. Seandainya mata ini tak bisa melihat dunia, aku pasti merasa orang yang paling buruk sedunia. Sebab, musibah yang ku terima tidak ada ujungnya.Dokter mulai melepaskan perban yang mengelilingi kepala dan mata ini. Kemudian, setelah lilitan terakhir ia menyuruhku untuk membuka mata.Perlahan aku buka mata yang biasa memandang indahnya dunia. Namun, setelah membukanya, aku malah menelan pil pahit. Semua berbayang, bahkan samar-samar. Untuk mengenali wajah papa saja aku tak mampu."Pah, mataku kenapa begini?" Aku bertanya sambil berteriak. Sebab, aku takut salah apakah yang berdiri di sebelahku persis itu papa atau dokter?"Nak, kamu yang sabar. Kamu pasti kuat, dokter bilang masih ada harapan dengan donor mata," ungkap papa.Papa memelukku, kemudian mengelus rambut ini."Kenapa aku tidak pernah merasakan bahagia, Pah? Baru sembuh dan bisa bicara, kini harus menerima kenyataan bahwa matak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status