Share

Bab 5

Seandainya aku memberikan jawaban iya pada papa. Apa aku harus bilang juga pada Mas Danu, bahwa aku hendak terapi ke luar negeri?

Aku ingin Mas Danu dan Syakila terkejut saat mendengar suara indahku nanti. Sebaiknya dirahasiakan saja dulu.

Dadaku masih terasa sesak menjadi wanita kedua, apalagi hanya menjadi batu loncatan. Harta lah yang menjadi incaran mereka, itu yang sebenarnya sangat menyakitkan. Ketulusan hati tidak ada secuil pun dalam diri mereka.

[Aku mau, Pah. Tapi, aku ingin pastikan kedua insan tersebut juga tidak akan berduaan selama aku pergi. Papa bisa memberikan tugas pada Mas Danu keluar negeri juga, dengan negara yang berbeda.]

Balasan pesan yang aku ketik tanpa sepengetahuan Syakila. Ia sedang ke toilet saat ini. Ternyata ponsel Syakila pun ia tinggal. Aku melirik ke layar ponsel yang menyala, tidak sengaja melihat pesan dari Mas Danu dari layar jendela.

[Sayang, nanti malam pulang dari kantor aku ke rumah. Jangan lupa pakai lingerie yang aku belikan kemarin.]

Deg!

Dadaku berdebar hebat. Sesak rasanya napas ini, melihat isi pesan yang berada di layar pembuka ponsel milik Syakila. Aku tahan air mata ini untuk tidak menangis di depan Syakila.

Fokus kembali pada ponselku, yang mendapatkan notifikasi balasan pesan dari papa. Sebaiknya aku minta tolong papa hari ini juga mengirim Mas Danu ke luar negeri. Tidak tanggung-tanggung, kalau hanya ke luar kota, Syakila akan mudah sekali untuk menyusul suaminya.

[Papa setuju dengan ide kamu, Fika. Anak papa pintar.]

[Pah, sebaiknya hari ini juga papa perintahkan Mas Danu untuk ke luar negeri. Rencana malam ini mereka akan bersenggama. Aku tidak ingin itu terjadi.]

[Siap, pokoknya untuk anak papa, apa sih yang enggak.]

[Terimakasih, Pah. Telah menjadi orang yang paling menyayangiku.]

Setelah menunggu Syakila lama sambil berkomunikasi dengan papa melalui pesan pada aplikasi berwarna hijau, akhirnya ia keluar juga dari toilet. Ya, untuk mencari tahu kebenaran semuanya, aku masih memerlukan beberapa bukti kuat. Saat nanti menguak kebusukannya. Tidak akan ada permainan lagi yang tersisa.

"Syakila, aku ingin bermalam di rumahmu, boleh?" tanyaku melalui gerakan tangan. Syakila tampak terkejut atas keinginan aku yang ingin bermalam di rumahnya malam ini. Dahinya kelihatan dikerutkan.

"Kamu tidak salah, ingin menginap di rumahku yang kecil?" tanya Syakila mendekat. Ya, karena sejak kuliah dulu. Belum pernah lagi aku ke rumahnya.

"Iya, aku ingin nginap di rumahmu. Kita tidur berdua, terus ngobrol-ngobrol," sahutku sambil memperagakan gerakan demi gerakan.

Semoga ada secuil bukti untuk bisa aku simpan. Mengenai mobil yang telah aku berikan untuk Syakila, pantang rasanya memintanya kembali. Namun, setidaknya, aku akan memerintahkan seseorang untuk menghancurkan mobil itu segera. Tidak rela juga melihat seorang penjilat yang memakai segala cara untuk mendapatkan keinginannya.

Syakila menatapku, ia tampak heran dengan sikapku yang aneh pada hari ini.

"Fika, kamu ada apa sih? Kenapa aneh sekali hari ini? Apa sedang ada masalah dengan Mas Danu?" tanya Syakila membuatku gantian menyorot matanya. Tidak aku sangka, ia bisa amat peka terhadap tingkahku saat ini.

"Tidak, aku hanya ingin diperhatikan kamu, sahabatku. Sudah lama kita tidak bersenda gurau," ungkapku dengan senyuman dan gerakan tangan ini. Suaraku juga masih meraung-raung. Tidak selembut Syakila, wanita normal.

"Kamu jangan khawatir, aku tidak akan berubah. Tetap menjadi sahabatmu. Meskipun kamu telah menikah, dan aku akan menikah nantinya," sahut Syakila sembari membelai pipiku.

Inilah yang membuatku tidak pernah mencurigai Syakila sedikit pun. Sebab, perlakuannya terhadapku teramat sempurna. Bagaikan ibu sambung yang baik hati. Syakila menggenggam erat tanganku dan tersibak senyuman di hadapan wajah yang terlihat polos itu.

'Saat ini, mungkin kamu masih mengira aku tidak tahu apa-apa dan saat ini mungkin kamu masih menilaiku wanita bodoh yang bisa dijadikan boneka,' batinku berkata sambil menyipitkan mata.

Kami bergegas berangkat ke rumah Syakila, dengan menggunakan mobilnya yang pernah aku berikan kepada wanita culas itu. Dengan kecepatan yang sedang, ia membawaku ke rumahnya. Tanpa menyadari bahwa ini adalah trik untuk mendapatkan bukti yang sebenarnya kucari, tentang ia adalah istri pertama dari Mas Danu.

Tidak jauh memang rumah Syakila, hanya memakan waktu setengah jam untuk sampai ke rumahnya. Setibanya di depan rumah, aku terkejut melihatnya, kini rumah Syakila bak istana megah.

Aku memperhatikan dari atas hingga ke bawah. Rumah yang sepertinya baru direnovasi beberapa bulan lalu. Sebab bau cat masih tercium melekat di hidung ini.

"Rumahmu, baru saja renovasi?" tanyaku sambil menunjuk ke arah rumah Syakila yang berwarna chat kuning itu. Warna kesukaan Syakila sama persis dengan Mas Danu. Kalau itu, aku mengetahuinya sejak lama sekali. Namun, tidak ada rasa curiga sama sekali.

"Iya, calon suamiku yang membantu dananya," ucap Syakila dengan bangga. Lalu kami masuk ke dalam. Tidak ada siapa pun yang huni. Ya, karena Syakila memang sejak lama tinggal sendiri. Orang tuanya di kampung halaman.

Dengan pelan aku melangkahkan kaki ini satu demi satu, aku menoleh kanan dan kiri dinding rumah. Siapa tahu ada foto yang terpampang di dinding rumah Syakila. Namun, ternyata dinding masih kosong melompong.

Rumah yang Mas Danu bangun, untuk singgah saat ia sedang membutuhkan belaian dari istri pertamanya. Ya, pasti ia ke sini tiap hari. Sebab sesungguhnya pulang ke rumahku hanya untuk mengelabuhi saja.

"Rumahmu masih kosong, tidak ada foto yang terpampang?" tanyaku dengan bahasa isyarat. Rumahnya masih sepi parabot. Apa ada di gudang semua ya? Aku jadi bertanya-tanya sendirian.

"Baru sebulan rapi, aku belum sempat merapikan kembali pada tempatnya. Nanti saja, nunggu calon suamiku pulang dari luar negeri," jawabnya. Lalu aku mengangguk, dan mencari kamar tempat kami akan tidur bersama.

"Ini kamarmu? Besar sekali, lebih besar dari kamar milikku! Pasti calon suamimu orang kaya, kan?" tanyaku saat sudah berada di kamar Syakila. Benar-benar besar dan sangat bagus. Pasti Mas Danu meminta orang untuk menatanya.

"Iya, sudah malam. Kita langsung tidur yuk!" ujar Syakila. Padahal baru jam delapan malam. Apa Mas Danu sebentar lagi datang? Tapi setahuku papa sudah menugaskan ia ke luar negeri. Tidak mungkin lah Mas Danu sempat ke sini.

Aku tatap benda pipih di tangan ini, melihat pesan masuk dari papa juga Mas Danu.

[Fika, maaf Papa tadi lupa memberitahu kamu, bahwa Danu baru bisa ke luar negeri besok pagi, karena terkendala paspornya]

Pantas saja Syakila menyuruhku cepat tidur, rupanya Mas Danu akan tetap datang ke sini. Besar juga nyali mereka. Aku pun melanjutkan untuk membaca pesan dari Mas Danu.

[Fika, Sayang, kata Syakila kamu akan bermalam di rumahnya? Aku ikut bermalam di sana, ya. Agar kita bisa melewatkan malam ini bersama, meskipun di rumah Syakila, nanti kita minta pisah kamar saja. Soalnya besok aku berangkat ke luar negeri pagi-pagi. Kamu pasti tidak akan melewatinya, kan?]

Seketika hati ini mencelos dan geram dibuatnya. 'Memang aku bodoh, Mas? Aku tahu tujuanmu ikut bermalam di sini. Agar bisa melakukan hubungan suami istri kepada dua istri sekaligus. Dengan berpindah-pindah kamar pastinya. Enak saja, itu takkan pernah terjadi,' ancamku di dalam hati.

_________

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status