Syakila tiba-tiba datang mengejutkanku, sudah memakai jaket juga membawa kunci motor. Ia hendak ingin membeli makanan. Sangat kebetulan, saat Syakila pergi aku akan geratak seisi kamar, mencari bukti-bukti yang akan menguatkanku nanti.
"Kamu mau ke mana?" Gerakan tangan ini sudah membuatnya mengerti."Aku beli nasi goreng dulu, kamu mau ikut?" tanya Syakila sembari menutup resleting jaket yang ia pakai. "Aku di rumah aja, khawatir Mas Danu datang," jawabku. Ia pun tersenyum ketika melihat tanganku menjawabnya."Oke, kamu hati-hati ya di rumah!" ujar Syakila dengan suara keras dan aku tersenyum padanya. Kemudian ia bergegas ke luar rumah.'Semoga lama perginya. Aku akan kirim pesan ke papa terlebih dulu, agar memberikan perintah pada Mas Danu untuk ke rumahnya,' ucapku dalam hati.[Pah, suruh Mas Danu ke rumah papa. Jangan sampai ia datang ke rumah Syakila. Tadi ia bilang akan bermalam di sini untuk menemaniku, tolong ya, Pah. Entah bagaimana caranya, Mas Danu tidak boleh ke sini. Aku sengaja nginap untuk mencari buku nikah mereka.]Pesan terkirim dan tidak lama kemudian papa membalas. Cepat sekali papaku dalam membalas chat anaknya. Sengantuk apapun, sesibuknya beliau, jika aku yang mengirim pesan, pasti langsung ada balasan.[Itu soal gampang, kamu hati-hati di sana, ya.] Ia tak lupa memberi emoticon penuh cinta di akhir kata.Aku menyegerakan mencari apa pun itu yang akan memberatkan mereka. Hati ini yakin sekali, ada foto prewedding berarti ada juga buku nikah. Apalagi jelas sudah tertera tanggal di fotonya.Aku membuka lemari, itu hal pertama yang kulakukan. Di dalamnya ada laci kecil yang tidak terkunci. Sebaiknya aku langsung tarik saja lacinya. Hatiku berkata, bahwa di dalam laci lemari itu ada sesuatu yang di rahasiakan.Setelah membuka laci tersebut pelan-pelan. Ternyata tidak ada apa pun yang menjadi bukti. 'Astaga, aku pikir diletakkan di sini buku nikahnya, laci ini kecil jadi bisa untuk mengelabuhi orang lain untuk tidak mencari ke sini,' batinku sambil berdecak kesal. Tangan pun aku banting seraya melampiaskan.Dengan mengembuskan napas panjang, aku coba mencari lagi, masih di area lemari pakaian. Firasatku ada di lemari ini. Entah ia letakkan di bagian mananya. Aku juga belum bisa menemukan apa pun.Aku melirik ke arah baju yang tertata rapi, ditumpuk dengan lepitan yang sudah disetrika tentunya. Di sana aku coba intip satu persatu baju paling bawah. Tumpukan pertama, ada secarik kertas yang berisikan kepemilikan rumah ini, atas nama Syakila. 'Ah, pasti Mas Danu yang membelikan ia rumah ini dan dengan memakai uang papaku,' gerutuku kesal.Saat ini tujuanku hanya mencari bukti agar bisa menuntut keduanya, untuk itu aku buka tumpukan paling bawah,Ternyata ada suatu surat, secarik kertas berisikan perjanjian. Di situ terpampang jelas nama Mas Danu dan Syakila sebagai penandatangan kertas tersebut. Sandiwara macam apa ini? Aku jadi lebih serius untuk membaca isinya.[Dengan ini kami berjanji tidak akan mengusut siapa pun. Jika pemalsuan data yang kami lakukan ketahuan. Saya, Syakila dan Danu, akan menanggung sendiri akibatnya. Tanpa menyalahkan orang lain. Kami melakukan ini karena terpaksa. Ingin membahagiakan seseorang wanita yang bisu. Hanya dengan cara ini kami bisa membahagiakannya.]Mereka melakukan pemalsuan data? Untuk menikahi seorang wanita yang bisu? Astaga, bisa-bisanya mereka menjadikan kekurangan yang ada pada diriku sebagai alasan. Di bawahnya tertera sangat jelas mereka bertanda tangan di atas materai.Sebaiknya aku foto surat ini dan kirim ke papa. Saat hendak mengirimkan foto yang telah aku jepret barusan. Tiba-tiba terlihat buku berwarna hijau tampak dalam selipan baju. Itu buku apa? Apakah buku nikah mereka? Aku letakkan secarik kertas tadi, kemudian jari jemari ini segera menarik buku yang terlihat berwarna hijau ujungnya.Tanganku bergetar, aku merasa takut tidak bisa menerima kenyataan. Buku itu pun aku tarik perlahan meski dengan mata terpejam. Setelah berhasil menariknya, mata ini kubuka kembali pelan-pelan.Bersambung'Buku nikah?' batinku bertanya-tanya.'Astaga.' Sambil mengusap dada aku membatin sendiri. Ini dia yang aku cari sejak tadi. Buku nikah mereka. Dengan menghela napas panjang, aku coba buka segera isi dari buku nikah tersebut. Aku memejamkan mata lalu membukanya kembali. Berharap perkiraanku salah. Ya Tuhan, foto suamiku juga sahabat yang telah menikah sejak tiga tahun silam. Mereka benar-benar sudah terikat dalam status pernikahan. Foto prewedding itu bukan editan semata tapi benar adanya, bukan hanya sekadar berprasangka.Kini bukti telah aku pegang, aku harap ia tidak mengetahui akan hal ini. Kemudian, aku mengambil gambar bagian depan buku nikah, bagian di mana ada foto mereka. 'Aku sudah dapat bukti foto-foto buku nikah asli mereka,' gumamku sambil tersenyum semringah. Kemudian, aku masukkan kembali buku nikah tersebut. Lalu merapikan baju-baju yang sudah berantakan. Setelah sudah rapi semuanya, aku segera mengirim bukti-bukti kepada papa. Agar ia mengetahui bahwa menantu yang
"Amit-amit, kamu serius Fika? Jangan-jangan cuma mirip! Kalau memang iya, Aku nggak mau lah dijadikan istri kedua, kaya gak ada laki-laki lain aja!" ucap Syakila. Bibirnya cemberut ketika mengatakan hal itu. Apa wanita itu tidak sadar diri telah menjadikanku istri kedua suaminya?Namun, sikap Syakila barusan sudah mampu membuatku jadi mesam-mesem sendiri. Sebab, akhirnya ia terperanjat dengan apa yang kukatakan barusan. Kalau otaknya masih dipakai untuk mikir, tentu ia langsung kepikiran dengan apa yang dilakukannya terhadapku. Menjadikan istri kedua dan sebenarnya yang kulakukan sekarang adalah hal sama seperti reaksi dia barusan, tidak akan rela jadi istri kedua dari suaminya. Aku menelan ludah. 'Nanti akan kuurus semuanya kembali seperti awal. Dimana kamu hanya teman yang menggantungkan hidupnya dari seorang teman yang cacat. Setelah saat itu tiba, akan aku tendang kamu sejauh-jauhnya bersama suamimu itu.' Aku terus menerus bergumam dalam hati."Coba kamu cari tahu dulu. Jangan a
Kami kembali tidur. Aku lihat ke arah Syakila, ia juga begitu, langsung memiringkan tubuhnya.Tiba-tiba aku terbangun kembali, entah kenapa mata dan tangan ini ingin membuka laptop yang ada di meja.Akhirnya aku membukanya di bawah, nyaris dekat dengan kolong tempat tidur. Ya, tentu memastikan dulu Syakila sudah benar-benar pulas.Iseng-iseng aku membukanya, ternyata ia tengah memutar suatu video tapi belum sempat dikeluarkan, mungkin sudah keburu aku datang tadi. Kemudian, dengan lancangnya aku membuka video tersebut."Aku capek, Mas. Hidup gini terus, susah terus! Kapan kamu ngebahagiain aku?" ungkap Syakila, aku mendengarnya ia bicara seperti itu pada pada suami yang ternyata suamiku juga."Sabar, kamu mau sabar kan hidup denganku?" tanya Mas Danu. Dada ini sesak, tapi aku harus sabar. Mataku sambil melirik, namun wanita itu masih pulas, Syakila memang tipikal seperti itu, istilahnya tidur seperti kebo."Mas, kamu mau ngebahagiain aku kan? Mau ikutin semua kemauanku?" tanyanya la
Kemudian, Papa mengirimkan suatu video.[Nak, simak baik-baik rekaman ini. Percakapan antara Papa dan Danu ketika di rumah, saat Danu sudah tak bisa menggunakan mobile banking yang papa sudah bekukan.]Aku menyimaknya, tapi sebelumnya, aku pura-pura bergegas ke toilet. Khawatir Syakila bangun dari tidurnya."Pah, ini kenapa mobile banking nggak bisa digunakan?" Aku dengar Mas Danu bicara seperti itu pada papaku. Jelas sekali, meskipun aku bisu dan sedikit terganggu pendengaran, tapi kali ini Mas Danu mengucapkan dengan lantang."Danu, di luar negeri sana, kamu sudah mendapatkan fasilitas komplit. Jadi, untuk sementara keuanganmu Papa bekukan terlebih dulu. Nanti sepulang dari sana, akan Papa buka kembali! Kamu tidak keberatan kan?" Papa hebat sudah bicara seperti itu, pasti Mas Danu sulit mengelak lagi dengan alasan Papa yang masuk akal. "Papa tidak percaya denganku?""Bukan tidak percaya, tapi mencegah sesuatu hal yang kita tidak inginkan, itu lebih baik." "Ya sudah, Pah. Aku ke ka
POV Sang PapaAnak adalah segalanya untukku, membuat Fika bahagia adalah termasuk kebahagiaan aku juga, seorang single parents. Sejak mamanya meninggal, saat itulah aku sebagai papanya berjanji tidak akan melakukan kesalahan secuil apapun kepada Fika. Ya, anak satu-satunya yang lebih memilih untuk tidak mau membuka suaranya sejak kejadian kecelakaan yang menewaskan ibundanya.'Seandainya kamu mau papa ajak terapi dari dulu, mungkin saat ini kamu bersanding dengan laki-laki yang layak. Bukan laki-laki pecundang seperti Danu,' batinku.Malam itu saat mobil Syakila terparkir di depan, aku menghubungi salah seorang preman untuk mencurinya. Aku berani melakukan hal ini, bukan karena ingin melanggar hukum. Namun, ingin memberikan pelajaran pada mereka yang silau akan harta."Kamu ambil mobil yang tadi saya kirimkan fotonya berikut alamat. Lalu bakar segera. Saya tidak ingin melihat mobil itu masih berkeliaran di sini. Ingat itu ya!" suruhku pada salah satu orang suruhan. Daripada mobil itu
Kata orang, cinta pertama seorang wanita adalah papanya. Ya, papa cinta pertamaku, sekaligus cinta sejati. Tidak ada yang lebih mencintaiku selain papa untuk saat ini. Beliaulah yang membuat hidupku menjadi berwarna. Beliau adalah semangatku. Membalas rasa sakit hati ini pun, atas permintaan papa. Karena, tidak terima anak gadisnya yang dulu ia gendong dan manja. Dipermainkan oleh teman dan suaminya sendiri.Papa telah banyak membantuku. Ia sangat mendukung untuk memberikan pelajaran pada Syakila juga Mas Danu. Meskipun masih ada perasaan cinta padanya, kini keputusanku tetap bulat untuk membuatnya sengsara. Seperti awal sebelum mengenalku, akan aku buat ia seperti itu lagi.Setibanya di bandara, aku celingak-celinguk. Sempat juga bertukar pesan dengan papa, tapi setelah itu baterai ponselku mati total."Maaf, Fika Amara ya?" tanyanya dengan suara lantang. Apa ia orang suruhan papa yang datang khusus menemaniku menemui dokter khusus pita suara di sini? Bingung bicara dengannya, karena
"Papa." Hanya kata itu yang mampu aku ucapkan. Bibirku masih kaku mengucapkan kata-kata lain. Aku mendengar kebahagiaan papa saat suaraku mulai memanggilnya, terharu melihatnya yang amat bahagia atas keajaiban ini. Ya, bagiku ini adalah keajaiban dari segala keajaiban yang pernah aku alami. Tuhan memberikan suaraku kembali. Saat aku sedang berusaha keras untuk mengembalikan anugerah yang pernah Tuhan berikan untukku.Dokter berdatangan, memeriksa kondisiku. Pendengaranku juga kini telah normal. Aku dapat mendengar suara tanpa mereka harus berteriak di telingaku. 'Terima kasih, Tuhan atas semua ini,' batinku bersyukur. Kemudian aku dengarkan baik-baik penjelasan dokter dengan seksama. Dokter menjelaskan dengan menggunakan bahasa Inggris."Kondisi Fika membaik, ini suatu keajaiban Tuhan!" ucap Dokter yang menanganiku. Semua yang mendengar tampak berkaca-kaca. Apalagi papa, ia sedari tadi yang tampak bahagia."Syukurlah, bagaimana dengan ingatannya, Dok?" tanya papa cemas. Aku terkeju
Papa menutup teleponnya. Aku pun dengan cepat menanyakan siapa nama yang disebut olehnya."Pah, Danu itu siapa?" tanyaku menyelidik."Bukan siapa-siapa, udah kamu fokus pada Haris aja," jawab Papa.Tiba-tiba saja, ada yang datang mengetuk pintu. Ia diantar oleh petugas. Aku melihat raut wajah Papa yang seketika itu juga membulat."Fika, istriku," celetuknya membuatku mengernyitkan dahi.Laki-laki itu tiba-tiba datang dengan menyebut aku sebagai istrinya. Astaga, lelucon macam apa ini?"Astaga, kamu siapa?" Kagetnya aku saat melihatnya."Fika, kamu sudah bisa bicara?" tanyanya kegirangan. Sepertinya aku merasakan pernah dekat dengannya."Tolong jangan ganggu, Fika," cegah Haris tiba-tiba muncul dari balik pintu."Mas Haris, laki-laki ini siapa?" tanyaku kebingungan."Fika, aku ini suamimu!" ungkapnya kepadaku, dan mendadak kepalaku sakit sekali. Tiba-tiba bayangan laki-laki tadi muncul di kepalaku. "Argh, sakit. Mas, kepalaku sakit!" teriakku meremas baju Haris. Setelah itu aku tidak