"Mama! Mama! Mama!” panggil gadis kecil berusia sembilan tahun itu, dia berlari dari arah gerbang menuju pintu utama dan berlari menuju ruang keluarga di mana Areta sedang menikmati siaran televisi.
"Eh, Sayang, Putri kecil Mama sudah pulang ternyata, Papa mana?" aku mencium kening dan kedua pipi Keyra, aku memangkunya di pangkuanku dan memeluknya sebentar saja. "Kata Papa lagi buru-buru, Ma," jawab Keyra anakku "Ya sudah, mungkin Papa lagi ada kerjaan, Sayang." Aku menurunkan keyra dari pangkuanku, dan mendudukkannya di sampingku "Mama, Keyra menemukan foto Papa,” kata Keyra "Keyra, dapat dari mana foto Papa, Sayang?" Tanganku merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat berlari saat pulang sekolah tadi. "Mobil Papa, Ma, tetapi kok di foto itu bukan Mama yang pakai gaun pengantin?" Tanganku tiba-tiba saja terhenti saat merapikan rambutnya. Deg Gaun pengantin? Ucapku dalam hati. "Mama memang tidak pakai gaun saat menikah dengan Papa dulu, Sayang," jawabku mencoba berfikir positif. "Tetapi di foto itu gaunnya bagus banget, Ma. Seperti gaun seorang putri," kata Keyra. "Boleh Mama lihat Sayang, fotonya?" tanyaku dengan lemah lembut. "Boleh, Ma. Keyra ambilkan di tas dulu.” Tangan mungil itu membuka resleting tasnya lalu menyodorkan selembar foto pernikahan padaku. Mataku langsung saja membola, betapa kagetnya aku melihat foto sepasang kekasih yang menggunakan gaun pengantin ala putri mahkota, dan prianya memakai pakaian ala putra mahkota juga. Mataku fokus dimana sepasang kekasih itu berfoto sembari memamerkan cincin pernikahan dan buku nikah mereka. "Aku akan mencari tau tentang hal ini, jika foto ini benar, kau memang benar-benar tega, Mas,” kataku dalam hati sembari terus memandang selembar soto tersebut. Awal mula aku mengetahui semuanya adalah dari foto yang didapat putriku Keyra, aku akan tetap mempertahankan pernikahanku dengan Mas Abian. Malam hari aku berdiri di depan cermin, mempersiapkan diri untuk menyambut kepulangan suamiku. Tidak lama pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok yang aku tunggu dari tadi. "Waah, kenapa malam ini penampilanmu berbeda Sayang, hmm?" Mas Abian mendekatiku seperti ingin memangsaku, dia menaruh tas kerjanya di sofa yang ada di kamar pribadi kami. "Apanya yang beda, Mas?" tanyaku "Kamu kelihatan lebih menggoda untuk menyambut suamimu malam ini." Dengan senyum devilnya dia berkata seperti itu. Huh dasar lelaki tak cukup dengan satu wanita. "Apakah, Mas, menyukainya?" tanyaku "Tentu, Sayang. Kita seperti baru saja menikah." Tangannya melingkar di perutku. Aku membalikkan tubuhku dan melingkarkan kedua tanganku di lehernya, dia balas dengan menaruh kedua tangannya di pinggangku sembari menatapku dengan lapar. "Aku akan menyambut Mas Abian seperti ini setiap malam, atau bahkan lebih dari ini, biar Mas tidak berpaling dari wanita lain." Aku bisa melihat perubahan ekspresi wajah Mas Abian yang mendadak pucat saat mendengar kata-kataku tadi, sedangkan aku hanya tersenyum sinis. "Kenapa, Mas, hanya diam saja? Mas, tidak memiliki wanita lain diluar sana bukan?" tanyaku lagi dengan pandangan yang tetap melihat perubahan ekspresi wajahnya. "A-apa maksudmu Areta, aku tidak mungkin memiliki wanita lain selain dirimu," ucap Mas Abian terbata-bata "Apa, Mas, benar-benar mencintaiku?" tanyaku lagi padanya "Apakah kamu meragukan cinta, Mas? Apakah, Mas, masih kurang dalam memberikan kasih sayang padamu?" Aku hanya tersenyum dan menggeleng sebagai jawabannya. "Keyra, sudah tidur?" tanya Mas Abian padaku, aku sudah tau kemana arah tujuannya jika dia sudah bertanya seperti itu. "Sudah, Mas,” jawabku singkat. "Kalau begitu, Mas mandi dulu. Setelah itu …." Mas Abian menjeda ucapannya, tapi matanya melihat aku dari ujung kaki sampai ujung kepala "Mas, tidak akan memberikanmu ampun untuk malam ini, Sayang." Mas Abian mencolek daguku dengan gemasnya. Aku melihat punggung suamiku yang menjauh dari hadapanku, aku tersenyum miris memikirkan takdirku. "Aku akan mencoba mempertahankan rumah tangga kita, Mas. Demi Keyra, Bunda, Ibu dan Saudara-saudaramu yang sangat menyayangiku," kataku lirih setelah Mas Abian hilang dari balik pintu kamar mandi. Setelah beberapa menit Mas Abian menyelesaikan ritual mandinya. Dia hanya menggunakan handuk untuk menutup bagian bawahnya saja, sedangkan bagian atasnya terlihat tubuh kekar yang sangat menggoda bagi kaum hawa. Mas Abian mendekatiku tanpa aba-aba, dan pergulatan panas itupun terjadi. Tepat pukul 01.15 aku terbangun dari tidurku. Aku bangun perlahan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Baru beberapa langkah aku mendengar dering ponsel yang nyaris tidak terdengar, tetapi di mana?“Aku ingin bertemu dengan pembunuh anakku.” Tanganku terkepal, aku bicara terus menatap arah depan dengan tajam, bahkan aku tidak melirik mereka sama sekali. ‘Aku akan membunuhmu, Mas. Bahkan bukan hanya kamu saja yang aku bunuh, tetapi semua yang terlibat akan aku habiskan satu persatu,’ ucapku dalam hati dengan penuh rasa dendam.Tidak sengaja aku melirik ke arah pintu, senyum smirk di bibirku muncul melihat sosok bayangan yang begitu aku kenali. “Mereka tidak tertangkap semua, Kak. Masih ada Ibu yang berhasil kabur dari kejaran Polisi,” ucap Siska yang kembali menatapku.“Maafkan aku, Kak. Ini semua salahku. Seandainya aku tidak menyimpan bukti itu, seandainya aku memberikan semua bukti itu sejak dulu pada Ibu, mungkin ini tidak akan terjadi.” Siska kembali menangis di bawah kakiku.Aku menghembuskan nafas kasar, lalu berkata, “Mendekatlah, Dek.”Dia menatap dan mendekat ke arahku, aku merentangkan tangan untuk memintanya memeluk diriku, dia pun langsung masuk dalam pelukanku. A
“Jangan berlagak sok gak tau kamu, Areta! Aku sudah sering kali melihatmu bersama Pak Cakra Adimarta!” Tunjuk Siska padaku. Aku yang mendengar itu langsung saja melirik ke arah Mas Cakra. “Aku tidak tertarik dengan wanita murahan seperti dirimu,” ucap Mas Cakra datar. Sedangkan Sintia langsung melebarkan matanya saat melihat Mas Cakra ada di sana. Mendengar ucapan Sintia ternyata benar Bunda selamat, tidak apa jika mereka tidak tertangkap polisi, asalkan Bunda bisa selamat sudah membuat hatiku begitu lega, dan sekarang yang aku harus pikirkan untuk pertama kali adalah, bagaimana aku menyelamatkan Keyra dari atas sana. Sedangkan bodyguard mereka berbadan besar semua.“Kamu alihkan mereka, Ta,” ucap lina dengan suara kecilnya, “aku akan menyelamatkan para lelaki itu terlebih dahulu, karena tidak mungkin aku menghadapi semua pengawal mereka, otomatis kita pasti akan kalah telak.”Aku hanya menyetujui ucapan Lina, karena apa yang dikatakan lina memang benar adanya. Apalagi mereka membaw
“Aku tidak ingin membawa kalian dalam bahaya.” Aku melihat ke arah depan lagi, tiba-tiba saja mataku langsung membola melihat seseorang baru saja keluar dari mobil taksi. ‘Ya, Allah. Apakah dia juga mengkhianatiku selama ini,” kataku dalam hati. “Siska …,” ucapku lirih namun bisa terdengar oleh Lina dan Mas Cakra.Saat aku ingin membuka pintu mobil, pergerakanku langsung dihentikan oleh Lina. Aku menoleh dan menatapnya penuh tanda tanya, dia hanya menggeleng saja, aku melihat ke arah spion, di sana Mas Cakra hanya diam dan memperhatikan kami saja. “Jangan gegabah. Bisa-bisa nenek lampir itu tahu kalau kamu ada di disini,” ucap Lina, “kita perhatikan dulu, apakah dia benar-benar terlibat atau tidak. Jangan sampai tindakan gegabah kita merusak semuanya. Jika memang dia terlibat, maka rencana kita menyelamatkan Keyra akan gagal total. Namun, jika dia tidak terlibat, maka nyawa dia juga dalam bahaya, Areta.”Aku menghela nafas kasar, apa yang dikatakan Lina memang benar, kenapa pemikir
Aku dan Lina masih memperhatikan mereka yang berbicara di depan gerbang. Entahlah, aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Namun, aku begitu kecewa dari salah satu yang aku anggap saudara ternyata mengkhianatiku. Mereka seperti sudah mengenal sejak lama. “Mereka begitu pintar menyembunyikan rahasia,” gumam Lina lirih, tetapi masih bisa aku dengar. Apakah Lina mengetahui sesuatu? Ah, dari pada penasaran lebih baik aku bertanya saja padanya.“Lina, apakah kamu sudah tahu sejak lama kalau Sintia memang dekat sama mereka? Aku pernah bercerita padanya tentang semua masalahku waktu itu. Bahkan, dia sendiri yang memberikan solusinya,” ucapku menatap ke arah Lina yang masih fokus menatap mereka semua. “Maaf, kalau aku melakukan sesuatu tanpa izin darimu, Areta,” ucap Lina, “saat melihat tetesan air matamu membasahi pipi waktu itu, membuatku ingin mengetahui lebih dalam lagi masalah yang kamu sembunyikan, apalagi saat itu aku melihat kamu menatap Abian dan mertuamu bersama seorang wanita
Angel langsung memeluk erat Siska, dia tidak menyangka akan bertemu dengan salah satu putri sahabatnya, yaitu Yura. Angel masih menangis terisak di pelukan siska. Siska juga ikut menangis, dia tidak menyangka usahanya selama bertahun-tahun untuk mencari seorang wanita yang bernama ‘Angel Adimarta’ akhirnya ketemu juga. Sedangkan Riyan terus mengepalkan tangannya dengan kuat. Dia tidak ingin kehilangan sang kekasih, karena Siska adalah satu-satunya seorang wanita yang membuat dia nyaman selain ibunya sendiri. Siska melepaskan pelukannya, lalu menatap Angel dengan haru, dia berharap keluarga Adimarta benar-benar bisa menolong kakak iparnya selama ini.Siska mengeluarkan ponsel miliknya lalu memesan taksi online, dia tidak ingin membawa sang kekasih dalam bahaya. Dia akan pergi sendiri untuk menyelamatkan keponakannya serta sahabat almarhum mamanya. Sedangkan Riyan juga sibuk dengan ponselnya miliknya untuk menghubungi para sahabatnya. Tentu saja untuk menyelamatkan Siska dan yang la
Cepat, Kak, hubungi Kak Cakra!” teriak Siska, “cepat, Kak. Kak Areta dalam bahaya!”Riyan yang mendengar teriakan Siska langsung saja melakukan apa yang dikatakan sang kekasih. “Ya, Allah. Lindungi Keyra dan Kak Areta,” ucap Siska lirih. Sedangkan Riyan masih sibuk berbicara dengan Cakra lewat sambungan telepon.“Sayang, tenang, ya. Cakra sudah mulai bertindak,” ucap Riyan menenangkan Siska, “mereka pasti baik-baik saja,”Tidak lama Siska kembali mendapatkan notif pesan dari ibu tirinya. Tangannya pun terulur memegang ponsel miliknya lalu membuka pesan itu.[Aku kasih kamu waktu sampai malam, kalau tidak. Maka, anak ini akan menerima akibatnya sendiri. Dan ingat! Jangan pernah membawa polisi!] Siska langsung saja membalas pesan dari ibu tirinya itu[Aku lagi dijalan, Bu. Jangan sakiti keponakan aku] Siska membalas pesan itu dengan tangan yang gemetar. Riyan yang melihat itu langsung saja mengambil alih ponsel Siska lalu membaca pesan tersebut. Tangan Riyan mengepal erat. Dia tidak