Hari ini bu Aliyah dengan sengaja mengajak jalan rekan-rekan sanggarnya karena ada sesuatu hal yang perlu beliau tanyakan kepada mereka. Tak seperti biasanya, bu Aliyah kali ini berdandan secantik mungkin untuk bertemu mereka. Entah kenapa bu Aliyah merasa harus mengubah perilakunya yang selama ini tidak terlalu mementingkan penampilannya.
Bu Aliyah memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri dan tidak diantar sopirnya seperti biasa. Ketika sudah sampai di tempat tujuan, bu Aliyah bisa melihat sosok bu Sinta sudah ada disana, dengan penampilannya yang sangat cantik dan seperti anak muda. Bu Aliyah pun segera menghampiri bu Sinta.
“Yang lain belum datang Bu?” tanya bu Aliyah kepada bu Sinta yang sedang meletakkan ponselnya ke tas jinjingnya.
Bu Sinta menoleh dan mengangguk. “Iya Bu, saya tadi sudah hubungi bu Tia katanya sudah mau sampai,” ucap bu Sinta.
Setelah itu terjadi kehe
“Apa kamu membutuhkan bantuanku untuk membawa Zahra kembali ke pelukanmu?” tanya pak Rio sembari memeluk tubuh bu Sinta yang sedang menangis karena terlalu merindukan buah hatinya.Bu Sinta menengadahkan wajahnya untuk menatap kedua mata pak Rio yang juga sedang menatap bu Sinta dengan tatapannya yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang.Tidak lama kemudian, bu Sinta menggelengkan kepalanya untuk menolak usulan pak Rio. “Aku akan berusaha sendiri sebisa mungkin.” Nada suara bu Sinta terdengar sedikit tidak yakin, meski di sela-selanya ada keyakinan yang lebih memenuhinya.“Kalau kamu membutuhkan bantuanku, aku akan membantumu segenap mungkin. Aku akan mencari cara supaya kamu bisa mendapatkan kebahagianmu lagi yang sudah hilang selama ini,” raut wajah dan intonasi pak Rio penuh dengan keseriusan.Bu Sinta semakin mempererat pelukannya. “Jika sekiranya ak
Sanggar terlihat lebih sepi dari biasanya, bu Sinta awalnya mencurigai tentang hal tersebut, tetapi karena ternyata pada saat beliau masuk, Sanggar tidak terlihat sesepi yang ada di pikirannya, jadi bu Sinta mengabaikan pikiran sebelumnya.“Bu,” sapa bu Sinta kepada bu Aliyah, bu Niken, dan bu Tia yang sudah sampai duluan.Mereka bertiga balik menyapa bu Sinta dengan senyuman.“Ini sudah sampai mana kelasnya, maaf saya tadi ada keperluan jadi telat,” bu Sinta menunjukkan sikap perasaan bersalahnya dengan tulus.“Masih baru kok Bu, bu Yanti juga baru sampai,” jawab bu Tia. Bu Yanti adalah guru merajut di Sanggar Seni Kenangan.Mendengar jawaban dari bu Tia, bu Sinta bernapas lega, dan akhirnya beliau langsung duduk di samping bu Aliyah yang lagi fokus merajut kain di depannya. Karena bu Sinta tidak ingin mengganggu aktivitas rekan-rekannya itu,
“Masuklah,” intonasi bu Sinta sangatlah tegas, sehingga membuat Hani mau tidak mau menuruti perintah dari wanita yang ada di depannya itu.Sekarang mereka berdua sudah berada di dalam mobil bu Sinta, tetapi masih belum ada yang melontarkan sepatah kata pun di antara mereka. Baik bu Sinta maupun Hani merasa bingung harus memulainya dari mana.“Ada apa Bu?” akhirnya Hani terlebih dahulu yang mengucapkan pertanyaannya. Hani berlagak tidak tahu tentang situasi yang sedang terjadi saat ini.“Saya langsung to-the-point saja, apa saja yang sudah kamu ketahui tentang saya?” bu Sinta menoleh ke arah Hani dan menatapnya dengan tajam.Hani terlihat tidak takut sedikitpun meskipun mendapat tatapan tajam seperti itu dari bu Sinta. “Apa bu Sinta kira kalau bertemu suami orang di hotel saja tidak akan ketahuan oleh orang lain?” tanya Hani tanpa memperlihatkan ketakuta
Bu Sinta sudah terlalu bingung untuk memikirkan banyak hal yang memang harus dipikirkan oleh beliau. Mulai dari kendala bertemunya beliau dengan Zahra, permasalahan rumah tangganya yang sampai sekarang masih tidak ada ujungnya, belum lagi bu Sinta mendapat permasalahan baru yang datang dari Hani.Bu Sinta sempat berpikir supaya hubungannya dengan pak Rio tetap terjaga sampai akhir, beliau berniat memberi semua hal yang Hani inginkan supaya dia mau tutup mulut.Namun, setelah bu Sinta pikir-pikir lagi, beliau takut setelah dirinya memberikan apa yang diinginkannya tersebut kepada Hani, maka Hani akan ketagihan sehingga bu Sinta harus selalu siap untuk menghadapi dan menurutinya.Saat ini bu Sinta benar-benar membutuhkan sosok pak Rio di sampingnya. Bu Sinta ingin mengeluarkan segala keluh kesahnya dan meminta saran dari lelaki yang saat ini sangat dicintainya itu.Pada saat bu Sinta ingin berteriak sa
Hari ini dengan sengaja bu Niken menghabiskan hari liburnya bersama pak Surya. Semenjak kejadian kecelakaan yang dialami pak Surya, hubungan antara bu Niken dengan suaminya itu justru semakin dekat. Memang sejak dulu mereka berdua hanya tidak punya waktu yang tepat saja untuk saling terbuka satu sama lain. Apalagi setelah kejadian bu Niken keguguran dan disalahkan oleh pihak keluarga pak Surya yang mengatakan bahwa kejadian tersebut terjadi karena bu Niken tidak mau mengambil cuti ketika sedang hamil.Namun, meskipun pihak keluarga pak Surya hampir semuanya menyalahkan bu Niken atas kejadian tersebut, pak Surya tidak pernah sekalipun mengucapkan tentang hal itu di depan bu Niken. Justru pak Surya berusaha menjadi pihak penengah yang baik, supaya hubungan antara kedua belah pihak ini bisa kembali akur seperti dulu lagi.Ya, hubungan antara bu Niken dan pak Surya berawal dari perjodohan yang dilakukan oleh kakak Pak Surya dengan adik bu Niken.
Bu Sinta menyerahkan amplop yang berisi uang, dan amplop tersebut terlihat cukup tebal. Begitu melihat amplop yang diserahkan bu Sinta itu, Hani langsung tersenyum penuh arti dan langsung memasukkan barang berharga itu ke tas yang dijinjingnya.Di lain sisi, bu Sinta tidak berhenti melihat ke luar mobilnya, karena beliau merasa tidak yakin setelah tadi bertemu bu Niken di tempat yang tidak diduganya. Karena hal itu, bu Sinta jadi cemas akan ketahuan oleh rekan lainnya.“Apa bu Sinta sudah terlanjur mencintai pak Rio?” intonasi dan raut wajah Hani benar-benar menunjukkan sikap yang meremehkan bu Sinta. Namun, karena pikiran bu Sinta saat ini lagi tidak fokus, jadi beliau tidak terlalu memikirkan sikap yang diberikan Hani tersebut.“Kamu sudah saya kasih uang itu, jadi kamu harus menepati janjimu.” Ucap bu Sinta dengan sangat tegas meski tatapan matanya masih terlihat tidak fokus. “Kalau sampa
Bu Aliyah pulang ke rumah bersama anak-anaknya dengan langkah yang lelah meski raut wajahnya berusaha menutupi kelelahan itu secara apik. Hari ini, bu Aliyah akhirnya menepati janjinya dengan anak-anaknya untuk bermain ke studio main khusus anak-anak. Sebenarnya, sudah sejak beberapa hari yang lalu bu Aliyah dan pak Rio berjanji mengajak anak-anaknya untuk ke tempat ini bersama. Namun, setiap hari janji itu dibatalkan oleh pak Rio, dengan alasan ada kerjaan yang tidak bisa ditinggal.Akhirnya, karena bu Aliyah merasa kasian dengan anak-anaknya, beliau pun mengajak ketiga anaknya itu untuk ke tempat impiannya tidak bersama dengan pak Rio. Awalnya Dania bertanya tentang alasan mereka kesana tanpa ayahnya, tapi untungnya bu Aliyah bisa beralasan dengan masuk akal, karena beliau berkata bahwa ayahnya sedang ada kerja yang akan membuat ayahnya itu bisa menjadi orang yang hebat. Mendengar kalimat itu, tentu Dania merasa bangga telah memiliki sosok ayah yang hebat di p
Bu Sinta memasuki area parkiran Sanggar Seni Kenangan dengan hati yang bergembira, karena semalam beliau telah menghabiskan waktu yang berharga bersama dengan pak Rio, pria yang saat ini sangat beliau cintai. Senyuman di wajah bu Sinta tidak kunjung menghilang, sehingga hal tersebut memancing bu Larni yang melihatnya untuk mempertanyakan akan hal itu.“Ada kabar gembira apa Bu hari ini?” tanya bu Larni dengan nada suara yang sangat menunjukkan keramahannya.Bu Sinta tersipu malu, lalu beliau berkata, “Tidak ada apa-apa Bu, saya hanya merasa bahagia dengan kehidupan saya saat ini.” Bu Sinta tidak menjawabnya dengan terang-terangan, beliau dengan sengaja menjawab bu Larni secara gamblang.Bu Larni menyenggol ringan tubuh bu Sinta. “Nggak mau cerita nih,” canda bu Larni dengan tawa khasnya.Kali ini bu Sinta tersenyum ramah kepada bu Larni, lalu beliau berkata, &ldquo