Frada meremas ponselnya. Bibirnya menciptakan seringai. Nampak buas sekaligus menawan. Kemarahan Frada tiba-tiba hadir. Nyonya keluarga Hardiyantara. Wanita dulu yang pernah Frada sebut sebagai mama. Namun sama sekali tak mempunyai sifat dan sikap yang mencermikan seorang ibu.
“Apa ada masalah?” tanya Noval setelah ia puas mempethatikan saja. Respon Frada yang seperti itu telihat mengerikan dan membuatnya penasaran.Frada mengalihkan perhatiannya pada Noval. Ia baru saja tersadar jika masih di ruangan yang sama dengan lelaki itu.Frada mengganti seringainya menjadi senyuman sungkan. Ia telah bertingkah kurang sopan.“Tidak. Hanya sebuah masalah kecil.”“Jika saya bisa membantu masalah itu, saya akan dengan senang hati membantunya.”Frada tercenung sejenak. Noval tiba-tiba menawarkan bantuan. Keningnya sedikit berlipat. Curiga. “Apakah Anda mengetahui masalah apa itu sehingga mau untuk membantu?”Noval menggeleng ringan. “Tidak. Saya hanya menawarkan bantuan sebagai timbal balik karena kamu sudah mau membantu Yumna.”Frada jadi sedikit malu. Kenapa ia tadi mencurigai Noval ya? Padahal ia baru mendapatkan kabar dari Ghina. Mana mungkin Noval yang sedari tadi tidak memegang ponsel bisa melihat berita itu?Ia menggelengkan kepalanya. Menolak tawaran Noval. “Saya membantu Yumna karena saya ingin. Saya tidak membutuhkan timbal balik apapun.”Noval mengangguk paham. Lalu mengulurkan tangannya. Frada hanya melihat dengan bingung.“Senang karena bisa bekerja sama denganmu.”Ini adalah salaman kerjasama rupanya. Frada kemudian membalasnya. Ketika kulit mereka saling bersentuhan, Frada merasakan sengatan yang menyenangkan. Hatinya menjadi tak karuan. Terlebih Noval yang menyodorkan senyuman menawan di akhir pembicaraan, membuat Frada semakin ingin memilikinya.Frada tak tahu dan tak mengerti. Perasaan yang ia kira sudah meranggas tujuh tahun silam bisa bertumbuh subur dengan cepat seperti ini.Sekarang, Frada malah tidak yakin. Apakah ia tetap bisa bertahan di sekitar lelaki itu tanpa memperlihatkan perasaannya?***“Fafa, apa yang akan kamu lakukan? Setelah aku lihat-lihat sepertinya Nyonya Hardiyantara ini ingin sekali menghancurkan bisnismu. Bahkan ia membongkar mengenai kasus plagiarism yang tengah kamu tangani di sana.”Frada mengusap tisu yang sudah dibasahi dengan toner pembersih make up ke wajahnya. Suara Ghina terdengar jelas dari ponsel yang ia letakkan di atas kasur.“Entahlah. Aku hanya ingin melihat sampai mana ia akan memberitakan pada media tentang kelemahanku. Tapi … lagi pula apa yang dilakukan wanita itu sangat bodoh. Menyebarkan tentang kegelapan keluarganya sama saja dengan mengahncurkan repurtasi perusahaannya.”Frada sedikit menyeringai. Apa yang dilakukan oleh Nyonya Hardiyantara benar-benar mencerminkan tentang orang yang tidak memiliki otak. Mana ada orang yang dengan sukarela menyebarkan aib dirinya sendiri. pasti wanita itu juga tengah terkena masalah.“Benar. Barusan aku mengecek nilai saham di perusahaan Hardiyantara Group. Sudah turun lima persen.”Yeah, mungkin itu ganjaran bagi wanita yang hanya memikirkan kesenangan dirinya sendiri. “Jadi kamu akan membuat panggung untuk Nyonya Hardiyantara itu, kan?” tanya Ghina. Suaranya terengar semangat.Frada memutar bola mata malas. Ghina adalah orang yang paling senang jika Frada hendak membuat masalah balik dengan orang yang sudah mengganggunya. “Fafa, kamu masih di sana, kan?” tanya Ghina kembali setelah lama tidak mendengar balasan dari sahabatnya.Frada menghela napas dan membuang kapas ke tempat sampah setelah dirasa wajahnya sudah cukup bersih dari make up. “Fafa, hello! Kamu sudah tidur? Di Indonesia sekarang sedang malam, kan?”Tapi rupanya Ghina memiliki tingkat kesabaran yang tipis. Frada mengambil ponselnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. “Iya. Di sini sudah jam sebelas malam.” “Ah, aku kira kamu sudah tidur. Jadi bagaimana? Kamu akan membuat panggung untuk mantan ibumu itu?” Ghina kembali menayakan itu.Frada tak lekas membalas. Ada keraguan dalam dirinya. Sebenarnya ia tak begitu berminat untuk membalas orang-orang itu. sudah lama ia mencoba melupakan keberadaan mereka. Ia hanya ingin hidup dengan tenang. Itu saja.Namun, siapa sangka. Sikap Frada yang diam dan membiarkan mereka selama ini masih saja kurang untuk mereka?Frada bukanlah anak tujuh belas tahun lagi yang masih bisa seenaknya dibentak dan ditindas. Ia adalah Frada Adelia yang terkenal dan memiliki kekayaan juga kesejahteraan.“Entahlah, aku hanya sedang memikirkannya.”“Kenapa? Kenapa masih harus dipikirkan? Buat saja panggung untuk Nyonya Hardiyantara yang angkuh itu. Seperti yang pernah kamu lakukan untuk Mike, Clara dan Bram.”Ghina menyebutkan nama orang-orang yang dulu pernah membuat masalah dengannya. Dan Frada membalasnya dengan harga yang setimpal.“Aku akan memikirkannya kembali, Ghina.”“Yeah … jangan lama-lama kalau berpikir—wow. Fafa, kamu harus melihatnya. Ah, tidak. Kamu harus membacanya. Ini benar-benar berita yang sangat fenomenal!”Telinga Frada nyaris tuli ketika mendengar pekikan keras Ghina yang menyuruhnya untuk membuka berita. Frada menghela napas. Sebenarnya, berita macam itu sehingga Ghina sangat terkejut?“Memangnya berita apa itu, Ghina?” tanya Frada malas. Ia sudah tidak berselera untuk membuka artikel omong kosong tentang dirinya sendiri.“Ini … ah. Bagaimana aku harus bilangnya? Pokonya cari saja.”“Aku tidak mau. Aku mengantuk.”Frada memejamkan matanya namun seketika langsung kembali terbuka kala mendengar apa yang Ghina katakan.“Ini tentang ibu kandungmu, Fafa. Nyonya Hardiyantara membeberkan fakta tentang ibu kandungmu.”Tubuh Frada menengang. Ia lantas duduk bersimpuh dan mencari berita terkait. Tak membutuhkan waktu lama, berita yang dimaksud oleh Ghina sudah ketemu.Sangat banyak artikel tentang itu. Mata Frada memicing. Napasnya tercekat.{Nyonya Hardiyantara Mengungkap Ibu Kandung Frada Adelia. Wanita Yang Telah Menggoda Suaminya.}Dengan foto seorang wanita yang sangat cantik. Frada tidak mengenalinya. Namun kemungkinan besar itu adalah gambar ibu kandungnya.Tangan Frada mengepal.
Padahal dulu Frada memintanya dengan keras satu saja peninggalan ibunya yang katanya sudah tiada. Namun mereka sama sekali tidak memberinya apapun. Lalu sekarang? Perempuan iblis itu bahkan memampang foto ibunya sebagai seorang pelakor.Muak.Kesabaran Frada sudah habis. Iya, ia harus menuruti perkataan Ghina. Ia harus membuat panggung untuk wanita itu lalu menghancurkannya hingga Larasati Hardiyantara akan merasakan segala rasa sakit yang Frada rasakan dulu.“Ghina, aku akan mempersiapkan panggung yang sangat megah untuk Nyonya Hardiyantara,” pesannya lalu menutup panggilan."Arkana Hardiyantara, saya tidak tahu kalian memiliki sejarah yang lebih gelap." Frada menundukkan kepalanya. Kepalanya menunduk. Suara berat Noval nyatanya seperti melodi yang mengusik telinganya. Tangannya menggenggam erat mug gelas. Sekuat tenaga, Frada tidak mengluarkan air mata setelah menceritakan segalanya kepada Noval. Tentangnya masalalunya bersama si bejat Arkana. "Istirahat di sini, sebentar lagi Yumna akan--""Frada, apa yang terjadi!" Belum sempat Noval mengakhiri perkataannya, Yumna sudah masuk dan berteriak heboh. "Dia sudah berada di sini." Noval lantas menuju keluar. Membiarkan Yumna dan Frada saling berpelukan dan menguatkan. Ia keluar. Tepat di depan pintu, seorang bermata hijau sudah menungguinya. Matanya menjadi menajam. "Kau menemuinya lebih cepat dari dugaan." Noval terus bergerak berjalan. Menuju ke atas sofa yang letaknya tak jauh dari mereka."Tentu saja. Ini kesempatan langka kau memperbolehkanku untuk berdekatan dengannya."Noval memdengkus acuh. Jika
Menangis. Sama ketika bertemu dengan Frada pertama kali, respon tubuhnyapun begini. Rasa sesak dan kesedihan menyeruak menjadi satu. Terlebih amarah juga perlahan-lahan menyembul kala ia melihat warna hijau pada bola mata itu.Siapa lelaki ini?Yumna tak pernah ingat ia memiliki teman bule. Dalam catatannya tak tertulis hal macam itu. Apa pria ini juga berasal dari masalalunya? Eksistensi yang sudah lama ia lupakan? "Jangan menangis. Aku tak pernah bermaksud apapun." Pria itu tegang. Manik hijaunya bergulir menatap sekitar seolah meminta bantuan. Tubuhnya maku nyaris memeluk Yumna seandainya gadis itu tidak mundur dan mencegah interaksi mereka. 'Yumna harus menguasai diri. Yumna tidak boleh terlihat lemah. Yumna ... adalah wanita pemberani.'Ia berusaha mengulang kalimat itu dalam hatinya. Sebuah mantra yang berulang kali secara ajaib menenangkannya. Dan begitupun saat ini. Ia mulai santai kala menatap mata hijau pria asing it
Arkana Hardiyantara adalah momok terbesar dalam hidup Frada. Bahkan kengerian lelaki itu melebihi ibunya sendiri. Larasati Hardiyantara. Frada merasakan seluruh tubuhnya meremang. Merinding bukan main ketika mendapati Arkana sudah berhasil masuk ke dalam kamarnya. Frada meloncat dari atas ranjang. Membuka pintu dan lari menuju bawah. meminta pertolongan pada siapapun.Semoga Yumna belum jauh. Semoga pengawal Noval masih ada di depan. Semoga dan semoga. Hanya saja, belum sempat Frada menginjakkan kakinya di lantai bawah, Arkana berhasil menarik tangannya kembali ke atas. Ia berusaha menolak dan berteriak sekeras-kerasnya. Namun Arkana malah hanya tertawa tak berdosa."Untuk apa kau berteriak seperti itu? Meminta pertolongan pada orang-orang bodoh di depan?" Lelaki itu mendengkus malas. "Lakukan saja. Mereka sudah kubuat pingsan."Frada dilempar oleh Arkana begitu merek tiba di lantai dua. Kamar Frada. Gadis itu menvoba merangkak menjauh. Kali ini targetnya adalah balkon. Ia tak mau be
Melani Bianca Maheswara.Maheswara. Sebuah nama keluarga yang dulu selalu dielu-elukan oleh Larasati. berharap apabila salah satu kakaknya dapat bersanding dengan keturunan perempuan keluarga konglomerat itu. Ak seperti Hardiyantara mauoun Ardiansyah--keluarga Noval dan Yumna. Maheswara berada di level berbeda. mereka berada di puncak bersama dua keluarga lainnya yang begitu dihormati dan disegani.Frada baru pertama kali bertemu dengan salah seorang dari mereka. itupun karena statusnya yang merupakan teman dari adik tunangan Melani Bianca Maheswara.Haruskan Frada senang dan menunuduk hormat pada Melani? Alih-alih memendam kecemburuan dan hanya tersenyum kikuk di depan wanita berkuasa itu."Aku ingat tudak memiliki janji denganmu. Mengapa kau bisa ada di depanku?" tanya Noval.Melani mendengkus sinis. "Memangnya bertemu dengan tunangan harus membutuhkan janji?"Noval memilih bungkam. sementara Melani nampak tersenyum angkuh. Lantas tatapan matanya jatuh pada Yumna. Matanya mengerlin
Frada tidak yakin bagaimana mediasi tadi berjalan. Yang jelas, sekarang surat perjanjian perdamaian antara durinya dan juga Larasati Hardiyantara sudah sama-sama ditandatangi. Dalam persidangan tadi, Yumna bisa merasakan tatapan menghunus mantan ibu tirinya.Ya, mantan. Frada secara khusus meminta untuk mengubah identitas Frada dan mencabut semua hak keluarga Hardiyantara atas dirinya. sebab sekalipun dia sudah lama diusir, nama Frada masih berada dalam kartu keluarga itu."Kalian sudah melakukannya dengan baik." Entah sejak kapan Noval Adriyansyah berada di antara dia dan Yumna. Bahkan tidak hanya dia yang kaget, Yumna pun menampakkan raut terkejut."Kakak kenapa ke sini?" Yumna nampak tak terima.*Hanya ingin menjemput kalian. apa salah?" "Salah! Salah besar! Aku ingin mengajak Frada jalan-jalan habis ini. Kakak kan pasti punya banyak kerjaan di kantor, kan? udah cepet sana balik!"seperti biasa, Yumna menolak keberadaan kakaknya itu. padahal tidak ada salahnya Noval berada di sin
Setelah sampai di pengadilan, Frada bisa melihat banyaknya wartawan yang berjejer apih menunggunya. Para pencari berita itu berdesak-desakan ingin mengorek info dan mengambil gambarnya. Frada bahkan bisa melihat dibeberapa tempat ada beberapa yang sedang live siaran.Helaan napas lelah terdengar samping. Tunggu, bukankah seharusnya Frada yang melakukan itu? mengapa kini malah Yumna yang terlihat capai melihat banyaknya media yang menunggu turunnya mereka.“Sekarang aku bisa mengerti perasaan para selebriti yang tertekan dengan kehadiran para wartawan sialan itu.”“Yumna, jangan berbicara kasar,” tegur Frada.Tapi Yumna malah memasang wajah innocent tak berdosa. “Aku tidak.”“Sudahlah.” Frada hanya menghela napas lelah dan membiarkan Yumna. Kini jantungnya tengah berlompat ria. Berulang kali ia mencoba meyakinkan diri bahwa orang-orang yang akan ia temui bukanlah siapa-siapa. Mereka bukan lagi bagian dari Frada bahkan terkecil sekalipun.