Share

BAB 6

Frada meremas ponselnya. Bibirnya menciptakan seringai. Nampak buas sekaligus menawan. Kemarahan Frada tiba-tiba hadir. Nyonya keluarga Hardiyantara. Wanita dulu yang pernah Frada sebut sebagai mama. Namun sama sekali tak mempunyai sifat dan sikap yang mencermikan seorang ibu. 

“Apa ada masalah?” tanya Noval setelah ia puas mempethatikan saja. Respon Frada yang seperti itu telihat mengerikan dan membuatnya penasaran.

Frada mengalihkan perhatiannya pada Noval. Ia baru saja tersadar jika masih di ruangan yang sama dengan lelaki itu.

Frada mengganti seringainya menjadi senyuman sungkan. Ia telah bertingkah kurang sopan.

“Tidak. Hanya sebuah masalah kecil.”

“Jika saya bisa membantu masalah itu, saya akan dengan senang hati membantunya.”

Frada tercenung sejenak. Noval tiba-tiba menawarkan bantuan. Keningnya sedikit berlipat. Curiga. “Apakah Anda mengetahui masalah apa itu sehingga mau untuk membantu?”

Noval menggeleng ringan. “Tidak. Saya hanya menawarkan bantuan sebagai timbal balik karena kamu sudah mau membantu Yumna.”

Frada jadi sedikit malu. Kenapa ia tadi mencurigai Noval ya? Padahal ia baru mendapatkan kabar dari Ghina. Mana mungkin Noval yang sedari tadi tidak memegang ponsel bisa melihat berita itu?

Ia menggelengkan kepalanya. Menolak tawaran Noval. “Saya membantu Yumna karena saya ingin. Saya tidak membutuhkan timbal balik apapun.”

Noval mengangguk paham. Lalu mengulurkan tangannya. Frada hanya melihat dengan bingung.

“Senang karena bisa bekerja sama denganmu.”

Ini adalah salaman kerjasama rupanya. Frada kemudian membalasnya. Ketika kulit mereka saling bersentuhan, Frada merasakan sengatan yang menyenangkan. Hatinya menjadi tak karuan. Terlebih Noval yang menyodorkan senyuman menawan di akhir pembicaraan, membuat Frada semakin ingin memilikinya.

Frada tak tahu dan tak mengerti. Perasaan yang ia kira sudah meranggas tujuh tahun silam bisa bertumbuh subur dengan cepat seperti ini.

Sekarang, Frada malah tidak yakin. Apakah ia tetap bisa bertahan di sekitar lelaki itu tanpa memperlihatkan perasaannya?

***

“Fafa, apa yang akan kamu lakukan? Setelah aku lihat-lihat sepertinya Nyonya Hardiyantara ini ingin sekali menghancurkan bisnismu. Bahkan ia membongkar mengenai kasus plagiarism yang tengah kamu tangani di sana.”

Frada mengusap tisu yang sudah dibasahi dengan toner pembersih make up ke wajahnya. Suara Ghina terdengar jelas dari ponsel yang ia letakkan di atas kasur.

“Entahlah. Aku hanya ingin melihat sampai mana ia akan memberitakan pada media tentang kelemahanku. Tapi … lagi pula apa yang dilakukan wanita itu sangat bodoh. Menyebarkan tentang kegelapan keluarganya sama saja dengan mengahncurkan repurtasi perusahaannya.”

Frada sedikit menyeringai. Apa yang dilakukan oleh Nyonya Hardiyantara benar-benar mencerminkan tentang orang yang tidak memiliki otak. Mana ada orang yang dengan sukarela menyebarkan aib dirinya sendiri. pasti wanita itu juga tengah terkena masalah.

“Benar. Barusan aku mengecek nilai saham di perusahaan Hardiyantara Group. Sudah turun lima persen.”

Yeah, mungkin itu ganjaran bagi wanita yang hanya memikirkan kesenangan dirinya sendiri. 

“Jadi kamu akan membuat panggung untuk Nyonya Hardiyantara itu, kan?” tanya Ghina. Suaranya terengar semangat.

Frada memutar bola mata malas. Ghina adalah orang yang paling senang jika Frada hendak membuat masalah balik dengan orang yang sudah mengganggunya. 

“Fafa, kamu masih di sana, kan?” tanya Ghina kembali setelah lama tidak mendengar balasan dari sahabatnya.

Frada menghela napas dan membuang kapas ke tempat sampah setelah dirasa wajahnya sudah cukup bersih dari make up. 

“Fafa, hello! Kamu sudah tidur? Di Indonesia sekarang sedang malam, kan?”

Tapi rupanya Ghina memiliki tingkat kesabaran yang tipis. Frada mengambil ponselnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. “Iya. Di sini sudah jam sebelas malam.” 

“Ah, aku kira kamu sudah tidur. Jadi bagaimana? Kamu akan membuat panggung untuk mantan ibumu itu?” Ghina kembali menayakan itu.

Frada tak lekas membalas. Ada keraguan dalam dirinya. Sebenarnya ia tak begitu berminat untuk membalas orang-orang itu. sudah lama ia mencoba melupakan keberadaan mereka. Ia hanya ingin hidup dengan tenang. Itu saja.

Namun, siapa sangka. Sikap Frada yang diam dan membiarkan mereka selama ini masih saja kurang untuk mereka?

Frada bukanlah anak tujuh belas tahun lagi yang masih bisa seenaknya dibentak dan ditindas. Ia adalah Frada Adelia yang terkenal dan memiliki kekayaan juga kesejahteraan.

“Entahlah, aku hanya sedang memikirkannya.”

“Kenapa? Kenapa masih harus dipikirkan? Buat saja panggung untuk Nyonya Hardiyantara yang angkuh itu. Seperti yang pernah kamu lakukan untuk Mike, Clara dan Bram.”

Ghina menyebutkan nama orang-orang yang dulu pernah membuat masalah dengannya. Dan Frada membalasnya dengan harga yang setimpal.

“Aku akan memikirkannya kembali, Ghina.”

“Yeah … jangan lama-lama kalau berpikir—wow. Fafa, kamu harus melihatnya. Ah, tidak. Kamu harus membacanya. Ini benar-benar berita yang sangat fenomenal!”

Telinga Frada nyaris tuli ketika mendengar pekikan keras Ghina yang menyuruhnya untuk membuka berita. Frada menghela napas. Sebenarnya, berita macam itu sehingga Ghina sangat terkejut?

“Memangnya berita apa itu, Ghina?” tanya Frada malas. Ia sudah tidak berselera untuk membuka artikel omong kosong tentang dirinya sendiri.

“Ini … ah.  Bagaimana aku harus bilangnya? Pokonya cari saja.”

“Aku tidak mau. Aku mengantuk.”

Frada memejamkan matanya namun seketika langsung kembali terbuka kala mendengar apa yang Ghina katakan.

“Ini tentang ibu kandungmu, Fafa. Nyonya Hardiyantara membeberkan fakta tentang ibu kandungmu.”

Tubuh Frada menengang. Ia lantas duduk bersimpuh dan mencari berita terkait. Tak membutuhkan waktu lama, berita yang dimaksud oleh Ghina sudah ketemu.

Sangat banyak artikel tentang itu. Mata Frada memicing. Napasnya tercekat.

{Nyonya Hardiyantara Mengungkap Ibu Kandung Frada Adelia. Wanita Yang Telah Menggoda Suaminya.}

Dengan foto seorang wanita yang sangat cantik. Frada tidak mengenalinya. Namun kemungkinan besar itu adalah gambar ibu kandungnya.

Tangan Frada mengepal. 

Padahal dulu Frada memintanya dengan keras satu saja peninggalan ibunya yang katanya sudah tiada. Namun mereka sama sekali tidak memberinya apapun. Lalu sekarang? Perempuan iblis itu bahkan memampang foto ibunya sebagai seorang pelakor.

Muak.

Kesabaran Frada sudah habis. Iya, ia harus menuruti perkataan Ghina. Ia harus membuat panggung untuk wanita itu lalu menghancurkannya hingga Larasati Hardiyantara akan merasakan segala rasa sakit yang Frada rasakan dulu.

“Ghina, aku akan mempersiapkan panggung yang sangat megah untuk Nyonya Hardiyantara,” pesannya lalu menutup panggilan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status