Share

Friends with Benefits
Friends with Benefits
Penulis: Febby Ayu

Bab Satu

Suasana berkabung masih menyelimuti rumah yang ditempati oleh sepasang kakak beradik. Kehilangan kedua orang tua secara bersamaan terasa amat sangat menyakitkan bagi mereka berdua. Rasanya bagaikan ribuan belati tajam menghujami tubuh mereka secara bertubi-tubi.

“Dek…”

“Adek ikut Kak Ega aja ya…”

“Kakak gak tega kalau harus biarin kamu hidup sendirian di sini.” ujar pria yang bernama lengkap Edgar William Hadinata kepada adik semata wayangnya.

“Kalau aku ikut kakak, siapa yang mau jaga ayah ibu, kak?”

“Siapa yang mau jaga rumah?”

“Terus gimana juga kuliah dan pekerjaanku?” kata Marissa sembari menahan air matanya agar tak jatuh dan membasahi pipinya.

“Ayah ibu sudah bahagia dek. Kamu harus bisa ikhlas.” kata Edgar sambal memeluk tubuh ringkih adiknya.

Kedua orang tua Edgar dan Marissa mengalami kecelakaan lalu lintas saat mereka sedang melakukan perjalanan dinas. Tabrakan beruntun di jalan tol mengakibatkan tubuh kedua orang tua mereka terhimpit di dalam mobil yang mereka kendarai yang mengakibatkan nyawa mereka tak tertolong. Jonathan dan Fransisca menghembuskan napas terakhirnya di tempat kejadian pada saat itu juga, sebelum ambulance serta paramedis datang menolong mereka.

“Kalau aku pindah, nasib kuliah serta kerjaku gimana kak?” tanya Marissa kepada Edgar.

“Kamu kan bisa lanjutin kuliah di kota tempat kakak dinas, dek.”

“Banyak kampus yang gak kalah bagus dari kampusmu yang sekarang kok. Mereka pun memerima mahasiswa transfer. Jadi apa lagi yang kamu khawatirkan, dek?” ucap Edgar menjelaskan.

“Terus urusan kantorku gimana kak? Gak mungkin juga kan aku mengajukan mutasi. Aku masih junior kak di kantor, belum ada dua tahun aku bekerja.” ucap Marissa menjelaskan.

“Kamu gak perlu memusingkan masalah itu dek, kakak sudah urus semuanya. Tugasmu hanya bersiap, persiapkan dirimu untuk beradaptasi di lingkungan kantor cabang yang baru.” ujar Edgar.

“Terimakasih banyak kak, maafkan Rissa yang selalu aja merepotkan Kak Edgar.”

“Lalu aku tinggal dimana kak? Gak mungkin kan kalau aku ikut kakak tinggal di rumah dinas. Pasti banyak banget pertanyaan dari atasan ataupun tetangga di lingkungan asrama tempat kakak tinggal.” ucap Marissa lagi.

“Tentu saja di rumah dinas kakak. Memang mau dimana lagi dek?”

“Ya mungkin aja aku disuruh kost, atau mungkin kakak bakal kontrak rumah buat aku tinggali. Kan yang aku tahu, rumah dinas hanya ditempati keluarga. Semacam suami istri, bukan kakak adik.”

“Mulai deh sok tahunya.” ucap Edgar sambal mengacak rambut adiknya itu.

“Kamu tuh keluarga aku, dek. Satu-satunya hartaku yang tersisa. Kamu adikku, adik perempuanku, sudah menjadi tugasku untuk menjaga dan melindungi kamu sampai suatu hari nanti ada laki-laki baik yang meminta kamu secara baik-baik untuk dijadikan pendamping hidupnya.”

“Topik pembahasan kita kok jadi berat begini ya kak? Umurku baru dua puluh tahun lho, belum ada pikiran untuk menikah, mikir tugas kuliah dan kerjaan di kantor sudah cukup membuat otakku hampir meledak, apalagi ditambah memikirkan pacar dan lain-lainnya.” jawab Marissa sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Padahal Kak Ega tahu lho kalau kamu masih memendam perasaan kepada seseorang yang kamu kagumi sejak bangku SMP. Sampai kapan mau jadi pengagum rahasia dek?” ucap Edgar meledek adiknya.

Semburat merah tergambar jelas di pipi mulus milik Marissa. Agaknya ia merasa sedikit malu ada terkejut karena rahasia yang selama ini ia simpan rapat seorang diri diketahui oleh kakak kandungnya. Bibir tipisnya ingin mengucapkan kata bantahan kepada sang kakak, namun apadaya bibirnya terasa kelu untuk menyangkal kebenaran yang telah terungkap oleh Edgar.

“Kak… Kak Edgar tahu darimana?”

“Kakak baca buku diary aku di kamar?

“Ih, kakak kok gak sopan banget sih berantakin kamar Rissa.” ujar Marissa sambil memajukan bibirnya karena kesal.

“Gini nih kalo punya adik sotoy. Udah sok tahu, salah, ngegas pula ngomongnya.” ucap Edgar membela diri.

“Terus kenapa Kak Edgar bisa tahu kalo aku masih mengagumi orang tersebut? Gak masalah kan kak? Toh aku gak mengganggu dia. Hanya sekedar mengagumi, gak ada ganggu dia apalagi sampe anarkis macem sasaeng.”

“Karena laki-laki yang kamu kagumi itu ngomong langsung ke kakak kalo dia juga suka sama kamu. Maka dari itu kakak ngomong ke kamu.” jelas Edgar.

Jinjja? Seriously? Really? Yang bener? Seriusan? Omoo omoo.” Ucap Marissa yang terkejut akibat penuturan dari sang kakak.

“Mengkesel emang kalo punya adik lebay begini. Segala macam bahasa selalu muncul disaat yang seperti ini. Tadi aja nangis-nangis gegara gak mau ninggalin rumah, sekarang malah kayak cacing kepanasan karena dapet kabar begini.”

“Ya gimana dong kak, aku kan naksir udah lama. Dari kelas tujuh aku udah suka, hampir delapan tahun aku memendam rasa sendirian, eh ternyata sekarang terbalaskan. Rasanya tuh bagaikan menemukan mall di tengah gurun pasir.” ucap Marissa penuh semangat.

Tak ada lagi percakapan diantara kedua kakak beradik itu. Sang adik, Marissa masih sibuk larut dalam angannya tentang cinta pertamanya. Sedangkan Edgar sibuk membereskan barang-barang sang adik yang hendak ia bawa pulang ke rumah dinasnya yang berada di kota bagian selatan pulau ini.

Keesokan paginya…

Kedua kakak beradik itu duduk tenang di kursi ruang makan. Keduanya sarapan dengan penuh keheningan. Tak ada lagi celotehan dari Marissa yang selalu mencecar sang kakak dengan pertanyaan-pertanyaan tak jelas, tak ada lagi gurauan yang biasa dilontarkan Jonathan kepada putri cantiknya, tak ada lagi senyum manis yang selalu menghiasi wajah cantik Fransisca, tak ada lagi pujian yang terucap dari bibir Edgar kepada ibunya.

Pagi ini atmosfer di kediaman Keluarga Hadinata masih sama dengan suasana kemarin siang. Kedua kakak beradik itu sama-sama terhanyut dalam lamunan tentang kehangatan keluarga mereka.

“Kak Edgar…”

Suara parau Marissa memecah keheningan di antara mereka.

“Iya dek, kamu mau tambah lagi? Maaf ya, masakan kakak gak seenak masakan ibu.”

“Rissa gak masalahin itu kok, Rissa cuma mau kita balik kaya dulu lagi. Kasihan ayah ibu kalau kita terus-terusan sedih.”

Edgar yang mendengar penuturan sang adik hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya pertanja jika ia pun menyetujui saran dari adiknya itu.

“Udah selesai kan kak? Kita berangkat sekarang aja yuk, biar gak panas di jalan.” ujar Marissa seraya beranjak dari tempatnya duduk menuju wastafel.

Bersambung…

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status