Share

Kita sekelas?

Pagi-pagi buta, Fathan masih sibuk dengan gulingnya. terlelap diatas kasur yang dilapisi seprai biru berlogo Chelsea--Tim bola kesayangannya.

Daddy Anto--Daddy nya Fathan--masuk kedalam kamar anaknya tanpa permisi, ditambah dengan ekspresi wajah yang sangat sulit diartikan.

"Fathan, what the hell time is it? get up now! wanna be late?" Daddy Anto mengguncang kasar badan Fathan agar segera bangun. Sedangkan Fathan, hanya menggeliat kecil.

"Daddy, what time is it? i'am still sleepy." Fathan menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya.

"Sekarang sudah pukul tujuh, dua puluh lima menit lagi gerbang ditutup. Kalau kamu gak bangun dalam hitungan ketiga, Daddy batalin sekolah di tempat Ferdi! satu, du--" Daddy nya berucap seperti mengancam.

Saat itu juga Fathan memotong ucapan Daddy nya. "Oh Daddy, yeah i'm awake!" Fathan bangun dari kasur dengan sangat malas. Dia mengerjapkan matanya, meyesuaikan cahaya yang hendak masuk.

Fathan merenggangkan kedua tangannya ke atas. Menghirup udara pagi dari balik jendelanya. Lalu melirik jam beker diatas mejanya sekilas.

Pukul 07.00

"Daddy tunggu dibawah, buruan mandi." Daddy Anto lalu pergi ke lantai bawah dengan tergesa sambil mengumpat anaknya bungsunya dalam hati.

"Yaelah masih jam tujuh, tidur lagi ah." Fathan menarik kembali selimutnya.

"Ee-eh apa? jam tujuh? mampus gua!" tanpa ba-bi-bu, Fathan melemparkan selimutnya asal. Setelah itu kekamar mandi dengan tergesa, berharap waktu bisa mundur dengan sendirinya.

*****

"Sarapan dulu kamu!"

Daddy Anto berucap sinis pada anaknya yang baru saja keluar dari kamar.

"Gak. Aku pamit Dad!" Fathan bergegas ke SMA barunya tanpa sarapan pagi.

Fathan ke garasi dengan raut wajah yang panik. Oksigen terasa habis saat itu juga.

Fathan memanaskan motor, beranjak pergi dari rumahnya dengan kecepatan yang bisa dibilang seperti pembalap.

Saat ditengah jalan, Fathan memberhentikan motornya sejenak, dia hendak memikirkan sesuatu. Alamat sekolah barunya tak sedikitpun Fathan tahu.

Fathan meraba saku celananya, hendak mencari hp yang selalu ia bawa kemanapun.

tapi, hp nya tak kunjung dia temukan. Fathan baru ingat! hp nya tertinggal diatas kasur.

"Hape aja ketinggalan!! arghhhh" Fathan terlihat sangat frustasi. keringat yang bercucuran, rahang yang mulai mengeras, serta emosi yang sudah mencapai tahap batasnya.

Sepertinya kepulan asap dari otaknya akan keluar lewat telinganya saat itu juga.

Fathan mendapati seorang perempuan yang berjalan tepat dihadapannya. Dia menarik nafas dalam-dalam, ancang-ancang untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu pada perempuan didepannya itu.

"Mbak. permisi, saya mau tanya. Mbak tahu SMA 15?" Fathan masih mengatur nafasnya agar tidak gugup saat berucap.

"Oh, mas nanya SMA 15? Itu mah sekolahan saya dulu. Berhubung mas itu cakep, saya kasih tahu deh. Jadi, mas lurus terus dari sini. Ada perempatan mas ambil kanan. Lurus terus ikutin jalan. Ada pertigaan, mas ambil kiri. Nanti kan ada pangkalan ojek mang ucup tuh, mas lurus terus, nah ntar ketemu SMA 15 deh." ucap perempuan itu dengan panjang lebar, disertai cengiran khasnya.

Fathan yang mendengar jawaban itu hanya melongo.

"Mbak, susah banget sih, alamatnya." Fathan berucap jujur, apa adanya disertai menggaruk tengkuknya karena tak paham apa yang dijelaskan perempuan dihadapannya.

"Yaudah deh saya anterin mas. Biar mas tau. Nanti turunin saya didepan gerbangnya aja. Dari pada ntar mas nyasar?" perempuan itu berucap dengan nada menakut-nakuti.

"Yaudah deh ah daripada nyasar"--gumam Fathan dalam hati sambil menenangkan dirinya tak lupa mengelus dada, berharap tidak terjadi apa-apa bila ia memboncengi perempuan dihadapannya itu ke

sekolah barunya.

Fathan melajukan motornya.

Pandangan mata Fathan tak henti-hentinya menatap jalan besar yang banyak dilalui oleh kendaraan.

Diperjalanan, hening.

Perempuan itu hanya menggunakan bahasa isyarat dengan liukkan jemarinya untuk menunjukkan jalan.

1menit

5menit

10menit

15menit

Perempuan itu membuka suara.

"Mas itu didepan sekolahannya. Saya turun disini ya, takut ngga enak sama temen baru mas." seru perempuan tadi sambil membenarkan rambut panjangnya.

Fathan memberhentikan motornya, lalu diiringi perempuan itu yang hendak turun dengan hati-hati.

"Mbak, terima mbak.

Buat naik ojek. maaf ya sekali lagi udah ngerepotin." Fathan berucap sambil menyodorkan uang seratus ribuan pada perempuan yang sudah turun dari motornya itu.

"Gausah mas, saya ikhlas. Permisi" perempuan itu menolak dengan sangat lembut, lalu pergi dari hadapan Fathan.

*****

Bel masuk sudah berdenting sejak pukul tujuh lewat dua puluh lima menit yang lalu, Fathan melirik sejenak jam tangan yang melingkar indah dipergelangan tangannya. Sekarang sudah pukul tujuh lewat lima puluh lima menit, tamatlah riwayatnya sebagai murid baru. Dia memakirkan motornya asal. Berlari-lari kecil ke TU sekolah untuk menanyakan kelasnya.

"Permisi pak" Fathan berucap pada Bapak berbadan gempal, memakai peci tak lupa seragam coklatnya yang sedang duduk manis ditemani tumpukan kertas diatas mejanya.

"Ehm" Bapak itu berdehem, menghentikan aktivitas memilah lembaran kertas yang sudah menggunung. Fathan yang melihat kertas tumpukan itu hanya bergidik.

Bapak itu mendongak untuk menatap seseorang yang baru datang ke hadapannya.

Setelah berdehem, bapak itu mulai mengajukan pertanyaan pada sosok yang hanya diam mematung memperhatikan dirinya sejak tadi.

"Kamu Fathan Rasyid? yang didaftarkan Bapak Anto, bukan?" bapak itu mulai mengaitkan pulpen yang dia gunakan tadi kedalam saku kiri bajunya.

Sebelum menjawab, Mata Fathan tertuju pada Meja dihadapannya. Ada sebuah papan nama kecil bertuliskan 'Kepala Sekolah'.

"MAMPUS!"--gumam Fathan dalam hati sambil merutuki dirinya sendiri karena terlalu bodoh.

"I-iya pak" Fathan gugup menjawab pertanyaan yang keluar dari mulut bapak itu. Lidahnya kelu.

"Kamu jadi anak baru sudah terlambat! Bagaimana seterusnya? Apa kamu bisa lebih parah dari ini, Fathan?" Bapak itu menunjukan sikap yang kurang suka terhadap Fathan. Sedangkan Fathan hanya bisa diam menunduk.

"Maaf Pak." Fathan berucap lirih.

"Saya Maafkan kesalahan kamu. Tapi janji, jangan ulangi lagi. Sekarang, mari bapak antar ke kelas kamu." cetus bapak itu sambil berdiri.

Bapak itu mulai berjalan mendahului Fathan, Fathan yang masih sibuk dengan tatapan kagum terhadap pemandangan yang sudah disediakan sekolahnya itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Menurut Fathan, Pemandangan yang dia lihat sekarang sangat indah ditambah udara yang masih sejuk.

.

.

.

.

.

.

Tap..tap..tap

.

.

'12 Ipa 2'

.

.

Langkah bapak itu terhenti di kelas '12 Ipa 2'

Suasana kelas yang riuh, menjadi tenang, aman, bersahaja dalam waktu 30 detik, setelah bapak bertubuh gempal---yang biasa disebut Pak Parjo--memasuki ruang kelas itu.

"Anak-anak perkenalkan, ada teman baru kalian, namanya--" Pak Parjo menggantungkan ucapannya.

"Fathan, perkenalkan nama kamu." Pak Parjo berbisik pelan ke telinga kanan Fathan, lalu diangguki olehnya.

"Uhm ... Hi, my name is ... Fathan Rasyid. I'm moving from italy. Nice to meet you guys" Kata Fathan sambil membenarkan rambutnya agar tidak terlihat berantakan.

"Nice to meet you too, Fathan" ujar semua murid.

Kecuali, satu perempuan yang masih sibuk bergelut dengan buku kimianya di pojok belakang, dan mengabaikan suara lelaki yang sedang memperkenalkan dirinya di dalam ruang kelasnya itu.

Anak-anak perempuan di dalam kelas '12 ipa 2' mulai memuji Fathan tentang ketampanannya, kecuali Aida.

"Ah cakep bangett"

"Cool"

"Aduh meleleh"

"Mukanya ganteng"

"Nikahain eneng, bang."

Dan berbagai ucapan lain yang terlontar dari mulut mereka masing-masing.

Lain halnya dengan anak perempuan, anak laki-laki hanya bersikap biasa saja tentang kedatangan murid baru ke kelasnya itu.

Perhatian Fathan terfokus pada wanita yang sempat dia temui beberapa hari lalu. Fathan melukis senyum kecil saat memperhatikan sosok itu.

"Yasudah Fathan, kamu duduk dibelakang Aida" Ucap Pak parjo sambil menunjuk kursi kosong dibelakang wanita yang masih menunduk setia dengan buku pelajarannya.

"Oh, ya pak. Kok bapak bisa tahu nama perempuan itu? padahal sulit loh untuk menghafal nama murid satu persatu. Apalagi murid yang bersekolah disini pasti banyak." Fathan bertanya pada kepala sekolahnya dengan raut penasaran. Karena saat hendak ke kelas ini, dia sudah melewati banyak lorong kelas.

"Oh, Aida. Saya kenal Aida karena dia murid yang berprestasi. Pialanya sudah tertata rapi dan berada di kantor guru, sekitar lima belasan lebih" sahut Pak parjo.

"I have admired Aida, sir. I'am proud of her." Fathan berucap sambil memperhatikan Aida yang sedang duduk manis di sudut pojok kiri, dengan tatapan kagum.

"Yasudah, Anak-anak bapak pamit." Pak Parjo meninggalkan kelas '12 ipa 2' sambil membenarkan pecinya.

Baru ditinggal beberapa detik, kelas itu mulai riuh lagi seperti kondisi pasar umumnya.

Fathan menuju tempat duduknya. Ya, dibelakang Aida. Sosok yang dia kenal dalam waktu singkat itu, membuat jantung nya tak karuan.

Fathan menyangkutkan tasnya pada sudut kursi.

Lalu berjalan ke hadapan Aida.

Dia memperhatikan Aida sejenak, Lalu mulai membuka pembicaraan.

"Jadi, nama lu Aida ya?" tanya Fathan.

"Akhirnya gua bisa tau juga. Oiya lu masih inget gua kan?" Fathan melambaikan tangannya tepat diwajah Aida.

"Iya masih" Aida masih terpaku menatap buku pelajarannya itu.

"Kebiasaan lu emang nunduk mulu ya." Fathan menarik buku yang sejak tadi Aida baca. Fathan menutup buku itu. Lalu memperhatikan sampul depannya sejenak.

"Sshh. Jangan" Aida berdesis dan mengulurkan tangannya hendak menggapai buku yang diambil paksa oleh lelaki itu.

Fathan menjauh sebentar saat buku ditangannya hendak dirampas oleh Aida.

"Oh kimia, rajin banget si jadi anak." Fathan berjalan kearah kursinya.

Dia hendak memasukan buku Aida kedalam tas yang sudah tersangkut di sudut kursinya.

Aida menunduk lesu, padahal bukunya baru dia baca beberapa lembar saja. " anak baru nyebelin--gumam Aida dalam hatinya.

"Kan kalo gini, gua bisa fokus ngomong sama lu. Hehehe" Fathan nyengir pada Aida, tapi Aida tak sedikitpun mendongakkan wajahnya.

"Sabar Fath, Aida memang tipe yang cuek."--gumam Fathan dalam hati sambil menyemangati dirinya sendiri agar tak patah semangat.

Aida tak merespon ucapannya.

"Sial!"--Gumam Fathan lagi.

Fathan mulai kesal sendiri terhadap perempuan dihadapannya itu.

"Gua mau gabung sama anak yang disana dulu ya Da." Fathan setidaknya menginginkan ucapannya dijawab oleh Aida, tapi rasanya mustahil.

Hening, Aida tak menjawab sama sekali.

Fathan berjalan kearah kumpulan anak laki-laki yang sedang berbincang-bincang.

"Hey bro, salam kenal!" Fathan SKSD pada anak lelaki dihadapannya.

"Salam kenal juga bro, sini duduk, gabung ama kita-kita." sahut lelaki berperawakan kurus pada Fathan.

"Thanks bro!" Fathan berucap pada Lelaki itu.

"Woy Ada Pak Imro Ambil posisi!" ucap lelaki jangkung yang baru masuk dengan tergesa. Lelaki itu langsung duduk manis ditempatnya, diikuti semua anak lain. Tak lupa dengan Fathan yang berlari ketempat duduknya.

Pak Imro duduk di kursinya menaruh tas yang ia kenakan ke atas meja, tak lupa dia membuka resleting tasnya hendak mengeluarkan Al-Qur'an kecil.

"Assalammua'laikum warahmatullahi wabarakatuh" ucap Pak Imro.

"Wa'alaikummusalam warahmatullahi wabarakatuh" ucap semuanya serentak.

"Sebelum kita mulai pelajaran, kita tadarus dahulu seperti biasa. Oh ya bapak mau tanya. Dibelakang Aida seperti anak baru? benar tidak?" tanya Pak Imro pada seluruh murid. dan seluruh murid menjawabnya dengan kata "iya," tetapi ada juga yang menjawabnya dengan anggukan.

"Siapa nama kamu?" Pak Imro berjalan mendekati anak baru itu sambil menggenggam al-qur'an Kecil ditangannya.

"Fathan, Pak" jawab Fathan antusias

"Oh Fathan, kamu bawa al-qur'an?" tanya Pak Imro dengan tatapan menyelidik.

"Tidak, Pak" Fathan menjawab disertai gelengan kepala.

"Yasudah baca al-qur'an saya nih, baca surat al-fajr, karena ini masih masuk waktu pagi." ujar Pak Imro sambil menyerahkan Al-Qur'annya pada Fathan.

"T-tapi Pak, saya gabisa baca al-qur'an." balas Fathan pada bapak paruh baya dihadapannya itu.

"Baca!" sergah Pak Imro pada Fathan.

Fathan membuka lembar demi lembar al-Quran yang berada di tangannya itu. "Mampus!!! Gua aja gatau surat al-fajr depannya yang kayamana"--ujar Fathan dalam hatinya.

"Surat ke delapan puluh sembilan Fathan!" Pak Imro yang melihatnya hanya bisa mengelus dada.

"Ooo- iya pak" Fathan berucap dengan keringat yang sudah bercucuran sejak tadi.

"Wal f-fa-fajr" Ucap Fathan terbata-bata.

"Cukup! Fathan, mulai hari ini, kamu pelajari baca al-qur'an dengan baik dan benar. Kalo enggak, kamu pelajari Iq'ro enam saja, minggu depan ada pelajaran bapak, kamu setor, mengerti?" Pak Imro menunjukkan raut wajahnya yang sangat garang.

"M-me-mengerti pak" balas Fathan dengan wajah ngerinya.

"Hengky?" Ujar Pak Imro pada lelaki yang duduk berhadapan dengan mejanya.

"Iya pak" balas Hengky santai.

"Baca surat Al-Fajr ayat 1-10"

"T-t-tapi pak--?" Hengky hendak membantah.

"Gak ada tapi-tapian" sentak Pak Imro.

"Iya pak" Hengky pasrah. Dia melirik Ucok dibelakangnya. "Woy Cok, bantuin gua, buka surat Al-Fajr cepetan" Hengky menunjukkan tampang sinisnya. Ucok yang mendengar itu hanya bisa menuruti keinginan bosnya.

"I-iya bos"

"Baca cok buruan" Hengky Mengingatkan Ucok lagi.

"Bismiillahirahmanirrahim" Hengky mulai lipsing dan menyamakan gerakan mulutnya dengan ucok.

"Wal fajr"

"Wal layaalin 'asyrin"

"HENGKYYYYY?!!" Pak Imro menatapnya murka.

"BERHENTI COK!! GUA DIPANGGIL PAK IMRO. Ucok yang disentak Hengky mendadak seperti orang tuli. Ucok--Sahabatnya, Partnernya, budaknya--malah membacanya terus.

"Ucok, lu conge banget si. ketauan ini mah,"

Hengky menyimpulkan, "Ini Anak minta digaplok bolak-balik kali, ya." Hengky masih mengatur nafasnya agar tidak emosi pada sahabatnya itu. Sebenarnya, tangan Hengky sudah sangat gatal untuk membogem, menamparnya atau kalau perlu mencabik-cabik tubuh ucok. Tapi, tak mungkin dia lakukan. karena Hengky juga masih ingat tempat.

"I-IYA PAK!"

"Siapa yang suruh ucok baca?! saya suruh kamu! bukan Ucok! keluar kamu dari kelas ini sekarang!" Pak Imro sudah mengeluarkan penggaris kayunya.

Saat itu juga Pak Imro akan melayangkan penggarisnya pada Hengky. karena dia sudah berani membohongi guru agamanya sendiri.

Sebelum penggaris itu mengenai diri Hengky, Hengky sudah ngacir duluan ke luar kelas. Satu-satunya surga bagi dirinya hanyalah 'kantin'.

Anak-anak kelas itu terbahak melihat sikap Hengky yang melakukan lipsing membaca Al-Qur'an, dan hendak dilempar penggaris yang ukurannya lumayan oleh Pak Imro. karena penggaris kayu itu untuk menggaris di papan tulis, jadi ukurannya lumayan.

Lumayan 'Besar.'

Hengky sudah hilang ditelan pintu. Pak Imro menatap murid kesayangannya yang duduk di pojok belakang. "Aida, coba baca surat hafalan kamu, surat al-fajr"

"Baik Pak"

"Bismillahirrahmanirrahim"

"Wal fajr"

"Wal layaalin 'asyrin"

"Wasy-syaf'i wal watr"

"Wallaili idzaa yasr"

"Hal fii dzalika qasamul lidzii hijrin"

Aida melantunkan ayat demi ayat dengan sangat indah. Tak terasa, dia sudah selesai membacanya.

Tepukan tangan satu kelas sangat meriah. Lelaki dibelakang Aida hanya bisa menatap kagum. Selain cantik, pintar, suara Aida sangat bagus dalam membaca kalam Allah, yaitu al-qur'an.

*****

Bel istirahat mulai terdengar, Aida keluar kelasnya untuk beristirahat. Sahabatnya--Zalfa--sudah diambang pintu, untuk menjemput Aida. Mereka berjalan menuju kantin untuk mengisi perutnya yang sudah mulai melilit karena lapar.

Didalam kantin, gerombolan Fathan sudah menduduki kursi panjang Mpok Minah. Warung nasi yang sudah terkenal nikmat sejak didirikan dua tahun yang lalu.

Aida yang melihat Fathan ada disitu, mulai mengurungkan niatnya untuk membeli nasi. Nafsu makannya hilang saat melihat Fathan. Aida berbalik arah tak memedulikan Zalfa sedikitpun yang sudah mengoceh tak jelas, menanggapi sifat Aida yang mendadak berubah tanpa alasan yang masuk akal.

Lalu Fathan yang menangkap sosok Aida, mulai pamit pada teman-teman barunya itu.

Fathan meneguk sisa jusnya yang tinggal setengah. Fathan menatap teman barunya sejenak. "Gua pamit ya."

"Iya Fath."

Fathan mengejar Aida yang sudah mulai hilang dari pandangannya.

"Da, berhenti" Ujar Fathan yang masih tersengal, dan berusaha mengatur nafasnya.

"Ada apa?" sahut Aida cuek.

"LO KENAPA SIH NGEJAUH MELULU? GUA SETAN YA? ATAU SEJENIS MAKHLUK LUAR ANGKASA? Apa--"

"Cukup. Kamu tuh kenapasih ganggu aku mulu? Tolong jangan Gangguin aku! please." Aida mengakhiri ucapannya dengan nada memohon.

"Lu marah gara-gara buku itu?" tanya Fathan sambil menerka-nerka.

Aida melanjutkan jalannya kembali tanpa menjawab ucapan lelaki itu. Dia mengabaikan Fathan yang masih mematung. Fathan baru pertama kali dibentak oleh Aida.

Rasanya, seperti ditusuk beribu jarum; Perih.

*****

Guru kimia ternyata sedang mengikuti rapat di luar kota. Kelas 12 Ips 2 terpaksa dipulangkan. Anak-anak bersorak kegirangan.

Semua murid berhamburan keluar kelas. Tak lupa Fathan.

Fathan bergegas ketempat parkiran, hendak menaiki motornya. Saat menuju gerbang, dia memberhentikan motornya sejenak. Dia melihat Aida dengan sosok lelaki. Fathan memperhatikan lelaki itu dari ujung kepala hingga kaki. Sosok yang tak asing baginya. Tampilan rambutnya, tas yang dikenakannya. Sepertinya, Fathan sangat mengenal lelaki disamping Aida. Saat sudah dekat dengan mereka berdua, mereka mulai menaiki angkot. Arah angkot dan arah pulang Fathan berbeda. Fathan ke kiri, angkot itu ke kanan.

Dalam hati, Fathan masih bertanya-tanya. Siapakah sosok lelaki disamping Aida itu. Apa jangan-jangan?

Puk

"Woy Fath! Ngelamun aje lu!" Seru lelaki yang menepuk bahunya.

"Eh elu Fer! gua kira siapa. Ngagetin aja dasar." balas Fathan tersontak kaget saat Ferdi Menepuk Bahunya tiba-tiba.

"Gua nebeng ya" Ferdi menunjukkan raut berharap pada Fathan.

"Iya Fer. Boleh kok, cukup dua puluh ribu aja." cetus Fathan sumringah.

"Najis, pelit amat sih lu. Dasar tukang ojek." Ferdi mulai menampakkan raut sinisnya.

"Emang." jawab Fathan dengan senyum liciknya.

"Eh Fer, gua mau nanya nih, menurut lu, gua pantes ga sih suka sama perempuan sholehah?" Fathan berucap dengan mata yang masih terfokus pada jalanan yang dia lewati.

"Kalo menurut gua sih, perempuan sholehah gaakan pernah mungkin jatuh hati pada lelaki nakal. Ya you know lah, peribaratannya bagaikan langit dan bumi. Gaakan pernah bisa nyatu. Coba dah nanti anterin gua pulang kerumah, buat ngambil kaca. kayanya elu butuh kaca Fath. Hehehe" sahut Ferdi sekenanya. Tak peduli Fathan Marah atau tidak akibat ucapannya itu.

"Yaelah sahabat macem apa lu?" gertak Fathan menahan emosi.

"Gua jujur Fath, selera perempuan sholehah tuh gamungkin lelaki nakal, Understand?"

Fathan hanya bisa termenung memikirkan ucapan sahabatnya itu. Fathan rasa, Ferdi benar.

***

Sangat mustahil bagi Fathan bila Aida jatuh hati pada dirinya.

.

.

Lagipula mana mungkin.

Lelaki yang sifatnya urak-urakan, bisa menarik hati perempuan sholehah seperti Aida?

.

.

Sekeras apapun Perjuangan Fathan untuk dilirik oleh Aida, Rasanya mustahil.

.

.

Kecuali,

.

.

.

.

.

.

.

.

Kecuali, bila Fathan adalah sosok lelaki 'Sholeh'

*****

-

---------------------------------------------------------

What

the

hell

time

is

it? Get

up

now! Wanna be late? : Sudah jam berapa Ini? Bangun! Kamu ingin terlambat?

Daddy, what

time

is

it? I'am

still

sleepy : Ayah, Sudah jam berapa ini? Aku masih mengantuk.

Oh

Daddy, yeah

I'am

awake : Oh Ayah, iya aku bangun.

Hi, my

name

is

Fathan

Rasyid. I'am

moving

from

Italy. Nice

to

meet

you guys : Hai, namaku Fathan Rasyid, aku pindahan Dari Italia. Senang bertemu dengan kalian.

I

have

admired

Aida

Sir. I am

proud

of

her

: Saya mengagumi Aida Pak. Saya bangga padanya.

Understand : mengerti/paham

-----------------------------------------------------------

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status