Home / Romansa / From Your Eyes Only / 41 :Uang bisa membeli banyak hal, tapi tidak semua kebahagiaan bisa dibeli dengan uang

Share

41 :Uang bisa membeli banyak hal, tapi tidak semua kebahagiaan bisa dibeli dengan uang

Author: Netganno
last update Huling Na-update: 2025-09-14 07:35:12
Julio POV

Hari Sabtu. Meja makan kami sudah seperti ladang salju, penuh tepung, dengan adonan donat yang lembut seperti bantal kecil di atas talenan. Bau ragi yang hangat bercampur aroma manis gula bubuk memenuhi dapur, berpadu dengan sinar matahari pagi yang menembus tirai dan jatuh di rambut Laras, membuatnya berkilau.

Di sela gerakan mengadon tepung dan ragi, aku memberanikan diri.

“Ra… besok kita kencan, yuk?”

Laras menoleh. Tangannya masih berbalur tepung, tapi pipinya langsung merona, merahnya muncul cepat seperti kelopak bunga yang baru tersentuh cahaya pagi. Ada jeda sebelum ia menjawab, seolah sedang menimbang jawabannya.

“Mau ke mana?” tanyanya hati-hati.

“Makan di restoran, nonton, terus jalan-jalan… sebagai sepasang kekasih.” Aku sengaja memberi jeda di akhir kalimat untuk menangkap setiap perubahan di wajahnya.

Laras menghela napas, setengah tersenyum. Lalu dengan nada yang hati-hati tapi lembut, ia menjawab,

“Tapi semua itu mahal, Liyo. Kita nggak usah deh
Netganno

Happy morning, Liyo Dan Laras Mau Kenyan nih.. jadi aku triple update ya supaya manisnya bisa menyungsep dalam hati. a was baper ya. hihihihi.

| 24
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (42)
goodnovel comment avatar
lapis_legit
300 tapi penuh syukur rasanya pasti beda dengan uang tak berseri orang tuamu liyo
goodnovel comment avatar
Iin Huang
uang dari hasil keringat sndri itu terasa lbih bangga kan Julio. iya klu mencri uang dengan hasil sndri lbih terasa dan kita bisa menghargai setiap rupiah. Semoga kencan kalian romantis ya, AQ gak sabar nungguin kalian kencan. Ke Palembang yok mkn pempek nya di jamin enak .........
goodnovel comment avatar
sahidahsari249
begitu lah liyo kehidupan Laras yg penuh perjuangan jd wajar juga dia penuh perhitungan klu ga mana bisa dia bertahan sampai saat ini ,, banyak pelajaran yg liyo dapat saat bersama Laras,skr lebih menghargai hasil kerja keras km sendiri..
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • From Your Eyes Only   126 : Kadang berkat terbesar tumbuh dari hal paling sederhana—dari niat baik, dari tangan yang mau bekerja, dari hati yang ingin berbagi

    Laras POV Papa Johan benar-benar menepati janjinya. Hari Jumat pagi, ketika aku membuka pintu dapur, aku terpukau. Dapur lamaku yang dulu hanya ruang kecil dengan kompor dua tungku, dan meja kayu tempat meniriskan donat kini telah berubah total. Semuanya tampak baru. Modern. Rapi. Berkilau. Udara di dalamnya pun terasa berbeda. Lebih terang, lebih segar, dan entah kenapa, seperti membawa semangat baru bersamanya. Lantai keramik putih mengilap, dindingnya bersih tanpa noda minyak sedikit pun. Di sisi kanan berdiri dua meja aluminium panjang dengan permukaan mengilap, tempat aku akan mencetak , menata adonan donat juga menghiasnya sebagai sentuhan terakhir. Di sudut ruangan berdiri mesin proofing setinggi dadaku berbentuk kabinet stainless steel dengan kaca bening di pintunya. Aku bisa membayangkan aroma adonan hangat yang akan mengembang sempurna di dalamnya. Tak jauh dari situ, mixer industri besar dengan mangkuk baja berkapasitas puluhan liter berdiri gagah. Bayangan tubuhku m

  • From Your Eyes Only   125 : Kadang, cinta tak butuh banyak kata,  cukup jadi istri yang tahu cara menenangkan hasrat suaminya dengan penuh cinta

    Warning Trigger : Mature content 21 ++ Saat Laras sedang mandi sepulang kami dari gereja untuk pemberkatan, aku duduk santai ngobrol bersama Mama dan Papa di meja makan. Kami menikmati seteko teh Melati. Kini wangi semerbak harum Melati yang menenangkan mengisi seluruh rumah dengan aroma khasnya. “Liyo,” kata Mama pelan, “tadi Pak Hutabarat telepon. Katanya pihak kejaksaan sudah menghubungi rumah dan kantor kita uda tidak lagi di segel . Hanya rekening yang harus tunggu beberapa saat lagi. Jadi besok Mama dan Papa mau pulang ke rumah kita. Rumah itu udah lama kosong, jadi harus dibersihin. Mama yang akan urus rumah, Papa langsung urus kantor.” Aku menaruh cangkir tehku. “Masalah dapur Labayo gimana, Pa?” “Nggak usah khawatir,” jawab Papa tenang, “itu udah hampir kelar. Nanti Papa tambah tukangnya, biar Jumat ini bisa segera selesai. Jadi Sabtu kalian bisa langsung mulai produksi.” Mama menyesap tehnya dan menatapku. “Nggak mau bikin upacara peresmian?” Aku tertawa kecil. “Lar

  • From Your Eyes Only   124 : Cinta bukan tentang seberapa indah tempat kita diberkati, tapi seberapa tulus hati yang berjalan bersama kita menuju altar kehidupan.

    Senin sore itu, Jakarta terasa lebih tenang dari biasanya. Matahari menggantung rendah di langit barat, menyapukan cahaya jingga ke atap-atap seng dan jendela rumah-rumah kontrakan di jalan kecil tempat Laras tinggal. Awan cumulus melayang seperti kapas besar yang sedang beristirahat membuat pemandangan sore itu tampak seperti lukisan mahakarya Sang Pencipta, seolah Tuhan ikut tersenyum, karena hari ini Laras dan Julio akan diberkati di gereja. Awalnya mereka mama Susan dan papa Johan. Riris dan Ario tentunya bersama kedua pengantin Julio dan Laras akan berangkat naik Avanza milik kantor Papa Johan. Tapi baru saja pagar rumah di buka, ternyata di luar sudah ramai. Warga tetangga berdiri di depan pagar, seperti rombongan yang menunggu pawai pengantin. Ada Bu Sri yang selalu kepo tapi baik hati, ada Bu Kus yang pemilik warung tempat Laras menitipkan donat pertamanya. Ada juga Pak RT dengan kemeja batiknya, juga Bu Pur mamanya Riris yang suka humor, cerewet tapi penyayang. “Laras!” s

  • From Your Eyes Only   123 : Kadang Tuhan nggak kasih kita jalan bebas badai, tapi kasih orang yang bikin kita kuat waktu badai datang.

    Julio POV Sore itu, langit Jakarta bersih seperti baru saja dicuci hujan. Udara hangat, dan sinar matahari berwarna oranye menembus di sela-sela gedung kaca di kawasan Mega Kuningan. Laras baru pulang dari kelas baking-nya di Bogasari saat kami memutuskan berjalan kaki menuju gereja tua di belakang kawasan Mega Kuningan. Gereja tempat kami berencana mendaftar kelas pranikah. Lokasi gereja itu tak jauh dari penthouse-ku dulu. Saat melewati gedung tinggi itu, aku menoleh dan menunjuk ke atas “Ini tempat tinggalku dulu, Ra.” Laras mendongak, matanya membulat. “Gedung tinggi ini?” Aku mengangguk, tersenyum. “Mama kemarin ada nawarin, kalau semua urusan kejaksaan sudah selesai dan semua aset milik mama dan papa tidak lagi diblokir , kita boleh tinggal di sini. Tapi aku nggak mau. Kebayang kan, repotnya kalau tiap pagi buta kita harus jalan kaki untuk buat donat ke dapur Labayo?” Laras terkekeh, mengangguk paham. “Makanya aku lebih pilih kita tetap tinggal rumahmu aja. biar lebih

  • From Your Eyes Only   122 : Setelah badai reda, yang tersisa bukan rasa takut, tapi keyakinan bahwa setiap luka pernah punya makna.

    Julio POV Aku sedikit terkejut ketika mendengar Jaksa Guntur menyebut bahwa aset milik Arifin di Boston juga ikut dibekukan. Kata Boston langsung membuatku teringat tentang Erika, yang tiba-tiba menghilang dari Bangkok setelah membuat kekacauan di hari liburku bersama Laras. Sekarang semuanya masuk akal. Ia pasti disuruh mengamankan aset keluarganya. Tapi ternyata gagal juga. Semua harta mereka disita. Ketika Arifin dengan suara terbata-bata bertanya, “Apakah... Erika…?” Aku tahu, itu bukan sekadar kegelisahan seorang tersangka. Itu suara seorang ayah yang menanggung rasa bersalah karena membuat anaknya menderita. Aku menarik napas panjang. Entah kenapa, kali ini tidak ada lagi rasa kesal mendengar nama Erika. aku hanya merasa iba. Aku yakin, selama Erika tidak terlibat langsung dalam bisnis ayahnya, ia tidak akan sampai dijerat hukum. Hanya saja… aku tahu, wanita seperti dirinya tak bisa hidup tanpa uang.Tapi ah, apa peduliku lagi? Aku dan dia sudah selesai. Setelah semua l

  • From Your Eyes Only   121: Kadang, dosa terbesar bukan pada apa yang kita lakukan, tapi pada siapa yang akhirnya terseret karenanya.

    Ruang tunggu Kejaksaan Negeri itu terasa lebih dingin dari pendingin udaranya sendiri. Lampu neon putih memantulkan cahaya ke lantai granit, membuat suasana seperti ruang interogasi di film kriminal. Johan duduk di kursi besi, kedua tangannya mengepal, menahan degup jantung yang rasanya berpacu dengan waktu. Di sampingnya, Julio menatap lurus ke depan, gelisah, tapi berusaha tampak tenang. Pak Hutabarat, pengacara keluarga mereka, berdiri di depan pintu kaca buram bertuliskan Bidang Tindak Pidana Khusus. Di tangannya tergenggam map biru berisi dokumen yang sudah beberapa minggu ini tidak pernah lepas dari gengamannya. “Tenang, Pak Johan,” katanya datar “Kita hanya klarifikasi dan datang sebagai saksi.” Namun kalimat itu tak mampu menghapus bayangan ketakutan Johan, takut ratusan karyawan perusahaannya tidak bisa mendapatkan gaji bulan ini. Pintu terbuka. Seorang petugas memanggil, “Pak Johan Wicaksano, silakan masuk.” Ketiganya masuk ke ruang pemeriksaan. Di dalam, aroma kopi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status