Sabtu paginya Violet dikejutkan dengan kedatangan Jeffry ke tempat indekosnya. Lelaki itu tiba dengan dua porsi ketupat sayur padang yang cukup disukai Violet dan menunggunya di gazebo.
Violet sebenarnya belum siap melihat Jeffry lagi. Namun dia tidak tega membiarkan pria itu sendirian. Bagaimanapun, hingga detik ini mereka masih sepasang kekasih. Karena itu, dia tak membiarkan Jeffry menunggu terlalu lama. Apalagi lelaki itu cuma duduk sendirian karena tak ada yang menemani. Kelly atau Wynona yang biasanya paling rajin mengobrol dengan Jeffry, sedang memiliki agenda masing-masing. Kelly dijemput Sherwin sejak pukul setengah tujuh. Sementara Wynona sepertinya malah masih tidur.
Entah kenapa, ketupat sayur yang biasanya sangat enak itu justru terasa hambar di lidah Violet. Apakah perasaan kesalnya turut mempengaruhi indera perasanya? Entahlah. Dia dan Jeffry menyantap menu sarapan itu dalam keheningan.
Diam yang canggung sempat menyebar di udara, membuat Violet m
Violet menelan ludah dengan susah payah. Jeffry benar, tidak mudah mendengar keterusterangannya meski pria itu sudah minta maaf. Seakan ada yang menggumpal dan menyumbat tenggorokanmu begitu saja. Itulah yang dirasakan Violet saat ini. Kepalanya bahkan terasa berputar, tubuhnya seakan terangkat dari tempat duduknya begitu saja.“Vi, bicaralah! Jangan diam saja! Aku benar-benar tersiksa karena tidak bertemu kamu. Aku tidak mau seperti ini lagi. Aduh, tidak enak sekali pokoknya! Sudah cukup ya?” bujuk Jeffry. “Pokoknya, aku betuk-betul minta maaf karena sudah membuatmu merasa nggak dihargai. Padahal, aku sama sekali tak pernah bermaksud begitu.”Ekspresi Violet masih datar. Wajahnya tidak berubah sama sekali meski mendengar kata-kata dan suara penuh pemohonan dari Jeffry. Dia hanya diam sambil terus menatap kekasihnya.“Violet, kamu mau menyiksaku sampai kapan? Pokoknya, aku tidak mau lagi seperti ini. Aku akan berusaha berubah. Asal
Jeffry hanya bertahan tidak jelalatan selama dua minggu. Selanjutnya, kembali mulai melirik tiap kali ada makhluk cantik atau seksi di sekitarnya. Tentu saja semua itu dilakukan dengan diam-diam agar tidak tertangkap basah oleh sang kekasih. Namun, Violet akhirnya menyadari hal tersebut dan merasa tak bisa berbuat banyak. Ya, dia tak mungkin mengubah Jeffry dalam waktu singkat. Kini, perempuan itu memilih pendekatan yang berbeda. Dia tak langsung memarahi kekasihnya dengan frontal. Violet mencoba bersabar.Bagaimanapun, Jeffry sudah mencoba dan itu layak mendapat apresiasi. Pelan-pelan Violet akan bicara dengan kekasihnya. Bukankah Jeffry memintanya untuk mengingatkan lelaki itu? Maka, Violet tak keberatan untuk melakukan hal tersebut.Namun, tampaknya ada perkembangan baru yang membuat Violet kian gemas. Belakangan, terjadi sesuatu yang tak bisa dikontrol gadis itu. Masuknya nama Eirene dalam hubungan mereka.Awalnya, Violet tidak terlalu memperhatikan bahwa be
Entah karena menganggap sikap Violet telah melunak atau yakin kekasihnya tak lagi keberatan, nama Eirene mulai muncul dalam perbincangan. Di banyak kesempatan, Jeffry tak lagi canggung menyebut nama gadis cantik yang sudah memiliki kekasih itu.“Eirene itu sangat suka naik gunung. Dulu, dia selalu mengikuti kami saat mendaki.”“Oh ya?” Violet berpura-pura tertarik. Dia tak pernah menyukai aktivitas seperti itu.“Belakangan aku baru tahu kalau setelah kuliah, Eirene cukup sering ditawari jadi model, Vi! Tapi sepertinya dia tidak tertarik. Eireen memang sangat berubah. Maksudku, penampilannya. Kalau dulu kamu lihat bagaimana Eirene saat SMU, pasti sangat kaget melihatnya sekarang. Dulu dia gendut dan berjerawat.”Dalam banyak kesempatan, nama Eirene seakan mantra wajib yang harus dilantunkan Jeffry. Perempuan mana yang suka saat pacarnya malah membahas dan memuji-muji gadis lain?“Jeff, kenapa sih dalam setia
“Setuju,” kata Marco. “Aku sempat ragu-ragu, Nef. Pengin ngomong sama kamu tapi takutnya nggak dapat respons seperti keinginan. Tapi kalau diam aja, rasanya kok terlalu menderita. Kadang, ternyata kita butuh dorongan dari orang-orang sekitar supaya lebih optimis dan berani ambil risiko. Paling nggak, itu yang kurasain.”Aku mengulum senyum sambil memandang berkeliling. “Kita ini pasangan yang mengenaskan. Ngomongin soal perasaan di warung tenda yang lumayan rame.”“Ya nggak apa-apa, Nef. Memang kita kayak begini, mau diapain?” sahut Marco.Mi rebus pesanan kami baru saja diletakkan di atas meja. Mi dengan tauge, tahu goreng, dan telur rebus itu disiram dengan kaldu udang yang harum bukan main. Mi rebus itu juga dilengkapi dengan bakwan udang yang sangat enak.Di luar, suara guntur kembali terdengar. Namun, hujan belum turun sama sekali. “Kayaknya kita nggak bisa lama-lama di sini, takut hujan,” u
“Siapa, Vi? Jeffry lagi? Bukannya dia baru pulang?” Kelly keluar dari kamarnya, mendekat ke arah gazebo. Sedetik kemudian, pintu kamar yang dihuni Theta juga terbuka. Gadis itu mengekori Kelly. “Kamu kenapa duduk sendirian di situ? Tumben nggak merusuh di kamarku,” tanya Kelly dengan nada gurau.“Itu Jeffry?” Tetha mengulangi pertanyaan Kelly tadi.“Bukan Jeffry,” balas Violet. Tatapannya terarah ke SUV itu. Pintu mobil terbuka dan Quinn melangkah keluar. Lelaki itu mengenakan jins berwarna abu-abu dan kaus vintage dengan gambar mobil kuno di bagian depan.“Vi, itu bukan dewa yunani yang sedang iseng turun ke bumi, kan?” Tetha berdiri di dekat kursi yang diduduki Violet. Gadis itu hanya mengenakan tanktop dan celana pendek. Melihat itu, Violet segera tersadar dengan penampilannya. Dia hanya memakai celana longgar yang panjangnya sedikit di atas lutut dan kaus tanpa lengan yang biasa di
“Jadi, kita bisa makan sekarang? Terus terang saja, aku lapar sekali,” Quinn menunjuk perutnya sendiri.“Baiklah. Aku mengizinkanmu makan,” gurau Violet.Untuk sementara, Violet menekan rasa ingin tahunya sekuat tenaga. Begitu isi sendok pertama berpindah ke rongga mulutnya, rasa lezat segera berpesta di sana. Gadis itu mengunyah dengan gerakan perlahan, seakan ingin menikmati tiap cita rasa yang dikecap oleh lidahnya. Nasi goreng dengan suwiran ayam berbumbu itu memang nikmat.“Enak?” tanya Quinn.Violet mengangguk. “Sangat enak. Kamu beli di mana, sih? Aku belum pernah makan nasi goreng ini.”“Di dekat tempat indekos lamaku. Di daerah Jalan Baru.”Violet terbelalak. “Lumayan jauh. Kamu masih kos di sekitar sana?”Quinn menggeleng. Pria itu mengunyah sisa makanan di mulutnya sebelum menjawab. “Sekarang aku tinggal di mes yang disediakan kantor. Nggak jauh d
Keheningan membungkus keduanya selama berdetik-detik. Quinn dan Violet hanya bertukar pandang. Sebenarnya, Violet tak terlalu paham alasan Quinn mendatanginya saat ini. Memangnya apa yang harus mereka lakukan?“Apa kamu tahu kalau Eirene pernah naksir pacarmu waktu SMA?” tanya Quinn tiba-tiba, memecah keheningan.Violet mengangkat alis dengan pandangan bertanya. “Nggak tahu. Jeff cuma bilang kalau dulu mereka dekat. Sering naik gunung bersama juga.”“Eirene bilang padaku soal taksir-menaksir itu. Cuma menurutnya Jeffry tidak punya perasaan yang sama.” Quinn menyisir rambutnya dengan jari sebelum mengajukan pertanyaan baru. “Kalau kamu jadi aku, apa perasaanmu mendengar pengakuan seperti itu? Dan tiap kali aku merasa sesuatu kurang pantas untuk dilakukan dan mencoba bicara dengan Eireen, kami malah bertengkar. Menurut Eirene aku terlalu cemburuan, tidak masuk akal, dan entah apa lagi.”Violet tak mampu menutu
Keheningan membungkus keduanya selama berdetik-detik. Quinn dan Violet hanya bertukar pandang. Sebenarnya, Violet tak terlalu paham alasan Quinn mendatanginya saat ini. Memangnya apa yang harus mereka lakukan?“Apa kamu tahu kalau Eirene pernah naksir pacarmu waktu SMA?” tanya Quinn tiba-tiba, memecah keheningan.Violet mengangkat alis dengan pandangan bertanya. “Nggak tahu. Jeff cuma bilang kalau dulu mereka dekat. Sering naik gunung bersama juga.”“Eirene bilang padaku soal taksir-menaksir itu. Cuma menurutnya Jeffry tidak punya perasaan yang sama.” Quinn menyisir rambutnya dengan jari sebelum mengajukan pertanyaan baru. “Kalau kamu jadi aku, apa perasaanmu mendengar pengakuan seperti itu? Dan tiap kali aku merasa sesuatu kurang pantas untuk dilakukan dan mencoba bicara dengan Eireen, kami malah bertengkar. Menurut Eirene aku terlalu cemburuan, tidak masuk akal, dan entah apa lagi.”Violet tak mampu menutu