POV Author. Sesuai dengan instruksi dari Maya, pagi ini Bagas dan Soni berangkat bersama untuk tes interview di perusahaan orang tua Maya dengan berboncengan mengendarai sepeda motor. Begitu tiba di lokasi, Bagas langsung mengirimkan pesan singkat kepada Maya, mengabarkan jika mereka sudah sampai di perusahaan. Alih-alih dipersilahkan masuk, Bagas dan Soni malah diinterogasi oleh satpam yang bertugas di gerbang depan. "Hee, bukannya kalian ini tetangga sebelah rumah abangku, ya?" Irfan yang kebetulan sedang bertugas menjaga gerbang depan langsung sksd, sok kenal sok dekat. Ha he ha he, kami berdua ini punya nama! Begitu gerutu Soni dalam hati. "Hee, bener, kan kalian memang tetangga abangku? Bang Indra namanya." Ulang Irfan saat tak mendapatkan respon dari Bagas dan Soni. Bukannya mereka berdua tak mau merespon, tapi mereka berdua memang tak terlalu mengenali Irfan. Mereka berdua baru sadar setelah Irfan menyebutkan nama Indra, sebagai abangnya. "Iya, bener, Mas. Rumah kami m
POV Author.Bagas dan Soni lolos tes interview dan langsung diterima bekerja di perusahaan saat itu juga. Mulai besok, mereka resmi menyandang status sebagai karyawan di perusahaan Maya. Tak main-main, Maya langsung memberikan posisi jabatan yang tinggi untuk keduanya."Mbak, eh… B-bu Maya, apa ini tidak berlebihan?" Bagas merasa gugup sekaligus heran saat Maya menyebutkan posisi jabatan yang akan dirinya emban nanti.Wanita cantik yang telah bersemayam di hati Bagas sejak ia masih berstatus sebagai istri orang itu menggeleng lemah, "Gak kok, Gas. Mbak serius. Mbak tahu kamu pasti mampu melewati challenge ini.""Ta-tapi, Mbak…""Tolong terima dan lakukan yang terbaik! Izinkan putri Om ini untuk mengangkat derajat keluarga kalian. Ini adalah bentuk balas budiku karena kalian selama ini sangat baik kepada anak dan cucu-cucu Om." Sela Hadi dengan tegas memotong ucapan Bagas. Mendapati perkataan menyanjung dari papanya Maya, Bagas hanya bisa pasrah dan menerima kesempatan emas yang Hadi
POV Indra Laksmana.Hari ini, tumpukan masalah mulai menggunung di pundakku. Kesel, capek, lelah, dan kecewa bercampur aduk jadi satu.Rasanya, kejadian tadi siang di kantor terus saja membayangi pikiranku."Pak Indra, disuruh menghadap ke Pak Angga! Beliau saat ini berada di ruangan manager marketing." Sekretaris pribadi Angga memberitahukan pesan dari atasannya lewat sambungan line telepon kantor."Baik!!" Jawabku dengan semangat empat lima. Memang selama ini posisi manager marketing yang dulunya diduduki oleh Pak Doni kosong semenjak pemilik kursi sebelumnya digelandang oleh polisi karena terlibat menyembunyikan kasus pembunuhan berencana serta kasus penggelapan uang kantor.Entah apa kasusnya, yang jelas posisi Pak Doni sekarang menjadi kosong dan aku mengincar jabatan itu. Aku menginginkan naik ke puncak yang lebih tinggi. Dan saat ini, aku lah kandidat terkuat yang bisa menaiki tangga kesuksesan itu.Bahagia bukan main rasanya. Aku yakin Pak Angga pasti ingin berdiskusi dengank
POV Indra Laksmana."Apa-apaan? Kamu yang apa-apaan? Memangnya kamu itu siapa disini? Tuan putri? Harusnya kamu itu sadar diri, kamu itu disini menumpang. Bantuin ibu, kek, ini malah enak-enakan rebahan, main hape, tertawa cekikikan."Segala kekesalan ku luapkan semuanya pada Mona. Dia hanya menunduk dan mulai mengeluarkan jurus air matanya. "Maafin, Mona… tadi Mona kelelahan, jadi rebahan sebentar.""Lelah ngapain, Kamu? Lelah mainan hape?" Ku lontarkan sindiran tajam. Menurut pengakuan ibu, Mona tidak pernah menyentuh pekerjaan rumah sama sekali. Jadi lelah apanya? Mona sedikit gelagapan. Ia langsung menyembunyikan hp nya ke bawah bantal dan mulai mengalihkan perhatianku."Hm, Mas Indra jangan marah-marah lagi, ya! Ngomong-ngomong tumben Mas Indra masuk ke kamar Mona, apa Mas Indra sudah gak marah dan menginginkan Mona?" rayu Mona.Kalau dipikir-pikir, iya juga sih… semenjak kita menikah, kita langsung pisah kamar karena aku merasa jijik dengan Mona yang hanya memanfaatkanku saja.
"May… kenapa sarapannya cuma ada nasi, kecap manis, kerupuk, sama sambel terasi? Mana yang lainnya?!" Cicit Mas Indra saat membuka tudung saji yang ada di meja makan. Raut mukanya tampak bingung celingukan mencari menu makanan yang dulu biasanya tersaji lengkap dan memenuhi standar empat sehat lima sempurna. Bodo amat! Aku pura-pura tak mendengar keluhannya dan malah asik melanjutkan aktivitas mencuci piring bekas sarapan anak-anak tadi. Kesal karena ku abaikan, nada suara Mas Indra mulai meninggi, "Maya Rosita! Ditanya suami kok malah diam!!" tegurnya dengan suara nyalang. Hello, Pak Suami… apa dia lupa kalau sudah tiga bulan ini uang belanja bulananku sudah dia pangkas habis-habisan? Dari yang tadinya enam juta sebulan menjadi dua setengah juta sebulan. Lebih dari separuhnya malah, dan itu terasa banget buatku yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Apa dia tidak tahu kalau harga sembako dan kebutuhan pokok lainnya melonjak tajam seperti grafik pertumbuhan populasi dun
"Tunggu dulu!!" Aku tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan segera beranjak menuju lemari rak piring.Aku berjongkok untuk mengambil dua wadah bekal makan yang kusimpan rapi di bagian paling bawah lemari rak piring.Kenapa aku harus menyembunyikan bekal kedua anakku? Karena aku sengaja menyembunyikan lauk ayam goreng yang ku masak pagi ini agar Mas Indra tidak ikut menyentuhnya.Suamiku itu sudah dewasa dan bisa mencari nafkah sendiri dan aku yakin tabungannya sekarang sudah menggembung. Jadi tak apalah kalau aku membuat dia mengeluarkan sedikit uangnya untuk biaya makannya sendiri.Sedangkan anak-anakku, mereka masih kecil-kecil, baru kelas 1 SD. Mereka masih membutuhkan banyak asupan gizi dan protein untuk tumbuh besar. Tak mungkin aku memberi mereka makan hanya nasi, kecap, dan kerupuk, atau ikan asin setiap hari.Tak masalah jika ukuran potongan ayamnya kecil-kecil, yang penting mereka mendapatkan asupan gizi yang cukup dan memadai. Itupun aku mengalah tak ikut mengambil lauk ayam a
"May…" Desaknya lagi sambil meremas jemariku yang masih bertaut dengan jemarinya. Aku dibuatnya gelagapan setelah kesadaranku kembali.Ia tak memberikan aku waktu untuk berpikir dengan jernih."Gimana? Hhmm? Kita coba ya?!" Mas Indra memiringkan wajahnya dan menatap lekat manik mataku untuk meminta persetujuan. Genggaman tangannya semakin mengakar di telapak tanganku.Dipenuhi oleh kabut hawa n4fsu ingin merasakan hidup kaya dan mapan, tanpa sadar aku menganggukan kepala secara samar dan menyetujui ide Mas Indra untuk menerapkan tren hidup ala frugal living yang sedang marak terjadi di ibu kota besar."Nah gitu dong." ucap Mas Indra sambil mengelus lembut pucuk kepalaku. Ia lalu mengeluarkan amplop coklat dari balik saku bajunya dan mulai menghitung dua puluh lima lembar uang pecahan seratus ribuan dan menyerahkannya padaku.Mataku mendelik tak percaya saat melihat ia menyimpan kembali sisa uang ke dalam kantong bajunya setelah memberikan jatah bulanan padaku."Yang bener saja, Mas?!
Hari Minggu telah tiba.Seperti yang Mas Indra beritahukan sebelumnya, Irfan, adik kesayangannya itu benar-benar datang ke rumah. Tanpa salam tanpa mengetuk pintu ia main menyerobot masuk ke dalam rumah."Pinjam duit seratus ribu dong!!" Ucapan Irfan sukses membuatku terkejut sampai-sampai aku menjatuhkan wajan penggorengan bekas aku menumis capcay tadi.Klonthang!"Astaghfirullah!! Ngangetin aja sih! Orang itu kalau masuk rumah pakai permisi kek, salam kek, ini main selonongan aja!!" Aku menegur manusia yang entah berasal dari planet mana ia dilahirkan, sopan santunnya sangat minim sekali."Sini!! Ada gak uangnya?" Sepertinya teguranku tak digubrisnya sama sekali. Ia malah menengadahkan tangannya untuk meminta uang dariku. Udah macam preman pasar lagi memalak tukang sayur yang mangkal di lapak umum tanpa persetujuannya.Hei manusia planet, enak kali hidupmu itu tinggal main tadah duit orang saja. Lagipula kamu itu sedang bicara sama kakak iparmu, bukan kepada temanmu. Pakailah itu se