Share

Murid Baru

Adeera tak bisa mencerna dengan fokus materi yang disampaikan gurunya. Bahkan berkali-kali ia mengembuskan napas sambil melirik meja yang biasa ditempati Elang.

“Anak-anak, Ibu minta waktunya sebentar. Hari ini kita kedatangan teman baru.“

“Rey, silahkan masuk!“

Suara Bu Wina membuat Adeera tersentak. Buru-buru dia mengalihkan pandangan ke depan dan tak lama sesosok pemuda tampan masuk ke kelas. Aroma parfumnya pun seakan membius se isi kelas yang langsung riuh.

"Diam dulu, Anak-anak. Biarkan Rey memperkenalkan diri,“ ujar Bu Wina.

“Ayo, Rey!“

“Selamat siang, Teman-teman. Perkenalan, nama saya Reynand Pradipta. Senang berkenalan dengan kalian semua,“ ucapnya diakhiri senyuman lebar. Pemuda berkulit putih itu langsung disahuti berbagai macam pertanyaan, termasuk tentang ... pacar.

“Saya belum punya pacar.“

Jawabannya langsung membuat para siswi menjerit.

“Saya Dewi, Rey dan sangat bersedia untuk penjajakan,“ kata Dewi, percaya diri. Sementara Rey hanya menanggapinya dengan senyuman tipis.

“Sudah, Anak-anak. Kita lanjut belajar lagi. Rey, kamu boleh duduk dekat Adeera,“ kata Bu Wina sambil menunjuk meja kosong di belakang gadis gemuk itu.

“Hy, aku Rey,“ ucap Rey sebelum mendaratkan bobot dengan tangan terulur.

“Adeera.“ Adeera menyahut tanpa membalas uluran tangan itu. Bukan sok mahal, hanya saja ia enggan jadi bahan ejekan teman sekelasnya.

“Jangan mau jabatan sama dia, Rey. Nanti bisa-bisa tanganmu remuk loh,“ celetuk Dewi yang langsung disambut gelak tawa yang lainnya. Sementara Bu Wina hanya geleng-geleng kepala. Sudah bosan ia menasihati gadis itu. Karena bukannya sadar, Dewi justru mengancam akan memecatnya.

“Rey, nanti dilanjut lagi sesi sapa-menyapanya. Waktu Ibu tinggal sebentar dan masih ada materi yang belum Ibu sampaikan,“ tukasnya.

"Baik, Bu.“

Pembelajaraan kembali berlangsung. Adeera sibuk mencatat tanpa sadar ada yang tengah memerhatikannya. Rey. Pemuda itu tak lekang mengamati gerak-gerik Adeera. Bahkan sudut bibirnya terangkat, mengingat kejadian satu jam lalu. Saat gadis itu merengkuhnya.

“Ternyata namanya Adeera,“ gumamnya dalam hati.

Jam pelajaran telah usai dan kelas kembali riuh. Para siswi merapat ke meja Rey. Berkerumun bak semut yang melihat gula.

“Kenalin, gue Dewi.“ Dewi mengulurkan tangannya.

“Gue Dita, sahabatnya Dewi.“

“Rey, Lo udah punya pacar belum?“

“Rey, Lo pindahan dari mana? Kok ganteng banget sih.“

“Rey, gue rela jadi yang kedua.“

“Rey ...“

“Rey ...“

Rey menggelengkan kepala mendengar bualan para gadis itu. Sementara sudut matanya masih tertuju pada Adeera yang menatap kosong ke depan sana. Merasa risih, Adeera beranjak dari mejanya sambil menenteng godi bag berisi pakaian olahraga.

Guru olahraga berhalangan masuk. Para murid dibebaskan berolahraga sesuai keinginan masing-masing. Dewi CS, memilih bolla volley. Sementara para siswa bermain basket. Adeera sendiri memilih ke taman belakang sekolah. Berteduh di bawah pohon akasia meski dengan perasaan hampa, karena tak ada Elang di sisinya.

Mengusir bosan, Adeera menyematkan earphone pada telinganya. Mendengarkan lagu Gee dari SNSD sambil menggerakan kaki juga tangannya. Jika ada Elang, biasanya pemuda itu langsung berdiri. Menari dengan luwes dan menarik atensi mereka yang melihatnya.

“Neomu banjjakbanjjak nuni busheo

No no no no no

Neomu kkamjjakkamjjak nollan naneun

Oh oh oh oh oh

Neomu jjaritjarit momi tteollyeo

Gee Gee Gee Gee Gee

Oh jeojeun nunppit Oh yeah

Oh joeun hyanggi Oh yeah yeah yeah ....“

Gerakan tangan Adeera terhenti seketika saat pemuda yang tadi dikerumuni teman sekelasnya, menghampiri lalu tanpa tendeng-aling duduk di sampingnya.

“Bolehkan gue duduk di sini?“ Rey bertanya setelah mengempaskan bobot sambil tersenyum yang lebar.

Bukannya menjawab, Adeera justru memindai pemuda itu dengan mata memicing.

“Yakin Lu mau duduk di sini?“ tanyanya.

Kedua alis Reynan langsung bertaut.

“Hemm ... emangnya kenapa kalau gue duduk di sini?“ tanyanya balik. Adeera menyeringai tipis.

“Nggak apa-apa. Cuma gue takut Lu kenapa-kenapa,“ jawabnya.

“Cuma duduk kan? Ya pasti nggak bakalan kenapa-kenapa,“ sahut Reynan. Adeera melipat tangannya di dada.

"Lu anak baru, jadi nggak bakalan paham,“ sanggah Adeera.

"Oh gitu ...“ Reynan mangut-mangut.

"Kalau gitu, coba kasih tau gue,“ lanjutnya.

Adeera meniupkan poni rambut dengan bibir bawah. Menatap pemuda tampan itu lekat-lekat.

“Tempat ini tuh angker, ada penunggunya. Dan Lu harus tau, siapapun yang ke sini, pasti bakalan kena sial,“ jawabnya. Membuat Reynan mengulum bibir bawah, menahan tawa.

“Lu nggak percaya?“ Adeera melotot tajam. Reynan menggeleng cepat.

"Gue ini manusia milenial. Nggak percaya sama yang namanya hantu,“ katanya sambil tertawa geli. Apalagi melihat ekspresi jengkel dari wajah Adeera.

“Bercanda Lu oke juga, ya,“ lanjutnya. Adeera mendengkus kasar.

“Lu beneran nggak percaya?“

“Ya.“

“Dengerin gue, Rey. Gue punya sahabat namanya Elang dan semenjak dia suka nongkrong di tempat ini, kefamous-annya sebagai siswa ganteng langsung tenggelam. Bukan cuma tenggelam, dia juga dibully berjamaah sama satu sekolah,“ papar Adeera panjang lebar. Bukannya percaya, tawa Reynan justu semakin pecah membuat gadis tambun itu kesal luar biasa.

"Lu lucu. Lucu banget, sumpah.“ Reynan memegangi perutnya. Bukan hanya itu tangannya juga menyeka sudut matanya yang berair.

“Gue nggak bercanda! Gue serius!“ seru Adeera.

Reynan mengangkat bahu.

“Ish ... Amit-amit, Lu. Udah dikasih tau masih nggak percaya.“ Adeera menggerutu.

“Gue itu orangnya realistis, nggak percaya sama begituan,“ ujar Reynan.

“Terserah dah. Capek gue ngasih tau Lu,“ sahut Dea dan membuat tawa Rey semakin tak terkendali.

“Ya Allah ... Nih orang keknya kena gangguan kejiwaan. Kasihan banget cewek-cewek yang tadi ngerubunin dia. Tobat, Gusti.“ Adeera memijit pelipisnya sambil melirik Reynan yang kini merapihkan kemejanya, lalu menarik napas panjang.

“Kenalin, gue Reynan dan seratus persen waras nggak punya gangguan kejiwaan.“ Rey mengulurkan tangannya.

“Dan gue, Adeera. Siswi terjelek, terapes di sekolah ini dan gue ini selalu dibully. Gue pastikan juga, udah ini Lu bakalan kena sial karena deketin gue.“ Adeera menjabat sekilas tangan itu. Membuat senyuman tipis tercetak di bibir Reynan.

“Oh, jadi ini alasannya ngusir gue?“ Reynan bergumam dalam hati. Melihat Reynan yang terdiam, Adeera lekas menarik diri, menjauh dari pemuda tampan itu. Ia tak mau menimbulkan banyak prasangka di kalangan para siswi.

“Hei, Lu mau kemana?“ tanya Reynan. Adeera menoleh sekilas dengan tatapan datar.

“Mau ke toilet. Kenapa? Lu mau ikut?“ jawabnya. Reynan tergelak mendengarnya.

“Kirain mau ke kelas. Kalau ke kelas, gue ikut,“ katanya.

“Dih ... Lu bisa kan ke kelas sendiri? Apa takut nyasar? Kalau Lu takut nyasar, Lu bisa tanya petugas kebersihan atau staf guru. Gitu aja kok repot,“ cetus Adeera ketus. Reynan tersenyum.

“Lu beda, ya.“

“Beda apa maksud Lu?“ Adeera bertanya.

“Lu beda sama cewek-cewek lain. Lu dingin dan istimewa,“ jawab Reynan.

“Ya kali gue ini coca-cola yang baru keluar dari lemari pendingin,“ sahutnya ketus.

Reynan semakin tergelak. Tak menyangka di hari pertamanya sebagai murid pindahan, ia akan bertemu gadis yang begitu menarik di matanya. Gadis yang selama ini diimpikannya, gadis dingin yang tak mencari perhatiannya.

“Adeera!“ teriaknya saat sosok yang menjauh itu.

“Tunggu gue, Ra. Gue mau ikut ke toilet, bolehkan?“ lanjutnya membuat gadis itu membalikkan badan.

"Gi la ya, Lu!“ Adeera menempelkan telunjuknya di dahi dan membuat tawa Reynan kembali pecah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status